Ruteng, Vox NTT- Liukan badan gemulai empat penari saat menjamu Julie Sutrisno Laiskodat, Minggu (10/07/2022) pagi, sontak memikat perhatian masyarakat yang datang.
Anggota Komisi IV DPR RI itu memang sengaja datang dalam rangka kunjungan kerja ke Kajong, Kecamatan Reok Barat, Kabupaten Manggarai.
Sesaat setelah Julie Laiskodat dan rombongan turun dari mobil mereka, empat siswi SMPN 2 Reok tampak berbaris rapi di depan Gereja Paroki Kajong. Di gerbang Gereja itu, Julie Laiskodat dan rombongan diterima secara adat Manggarai.
Ketika irama musik mulai dilantunkan, keempat siswi tersebut dengan sigap langsung memainkan tarian ‘Congka Sae‘, sebuah tarian Manggarai untuk menerima tamu.
Lenggok tubuh dan kibasan tangan mereka tampak sangat lembut. Langkah kaki mereka terukur seirama lantunan musik tradisional Manggarai.
Jari jemari meliuk dengan gemulai, ditambah paras penari nan cantik sungguh mengundang decak kagum ratusan warga yang memadati halaman Gereja Paroki Kajong.
Kain songket corak Ruis yang membalut dengan indah. Kebaya berwarna orange yang dikenakan siswi kelas 8 dan 9 SMPN 2 Reok itu pun turut memanjakan mata.
Kelincahan Reiner Paulin Arabel, Carolina Yora Hugan, Aurelia Nadi, dan Dafrosi Inggrid Maharani Rea dalam memaikan tarian ‘Congka Sae’, sebenarnya tidak butuh waktu yang lama. Mereka berlatih hanya satu minggu untuk menyambut Julie Laiskodat yang adalah istri Gubernur NTT itu.
Menurut Reiner, di balik penampilan mereka ada sosok penting sebagai pelatihnya. Dia adalah Ani Dasor, seorang guru Agama di SMPN 2 Reok.
Meski tidak belajar khusus tentang menari, namun Ani tampak tekun dan lihai dalam melatih siswanya.
“Kami dilatih oleh ibu Ani. Dia guru Agama. Saya senang menari di depan ibu Gubernur,” kata Reiner saat berbincang-bincang dengan VoxNtt.com usai memainkan tarian ‘Congka Sae’.
Saat itu, Reiner dan teman-temannya tidak hanya sekali tampil. Di sela-sela beragam ritus adat menerima Julie Laiskodat, mereka juga membaur dengan siswi SMKN 1 Reok Barat, membawakan tarian ‘Rangkuk Alu’ di dalam Aula Paroki Kajong.
Sebagai informasi, ‘Rangkuk Alu’ terdiri dari dua kata dalam bahasa daerah Manggarai. Keduanya yakni Rangkuk dan Alu.
Alu dalam tarian ini adalah sebatang kayu yang panjangnya kurang lebih 2 meter. Pada zaman dulu, Alu biasanya digunakan sebagai alat tumbuk padi di lubang lesung (ngencung) untuk menghasilkan beras.
Sedangkan Rangkuk adalah bunyi alat peraga yang dimainkan secara bersamaan dan saling dibenturkan. Jika kurang lihai saat melompat di antara Alu tersebut, maka bisa saja kaki penari terjepit.
Dalam tarian ini terdapat susunan bambu dan Alu yang dimainkan dengan cara diapiti dan diayunkan oleh beberapa orang.
Kemudian para penari secara bergantian melompat-lompat di antara kedua Alu sembari kaki mereka menghindari jepitan Alu tersebut.
Saat melompat, penari terus melakukan gerakan tari. Gerakan penari dan pemain Alu dipadukan dengan irama musik dan lagu daerah, sehingga menghasilkan seni tari khas bernama Rangkuk Alu.
Uniknya, dalam tarian ini penari tidak sekadar mengikuti ayunan Alu, tetapi juga alunan musik tradisional seperti gong dan gendang yang mengiringi nyanyian lagu daerah Manggarai.
Irama musik dan nyanyian disesuaikan dengan pemain Alu, sehingga gerakan penari yang melompat pun jadi seirama.
Biasanya, tarian ini dilakukan pada malam hari dan dimainkan oleh laki-laki dan perempuan. Para pemain mengenakan pakaian adat yang lengkap.
Tarian ini juga biasanya dimainkan oleh 10-12 orang pemegang Alu dan beberapa orang penari secara bergantian.
Dalam tarian Rangkuk Alu membuntuhkan kelincahan dan konsentrasi yang tinggi untuk menghindari jepitan Alu.
Dikatakan, ada tiga ragam dalam tarian Rangkuk Alu, di mana ragam 1 dianggap paling mudah karena gerakan menjepit kaki penari agak lambat.
Sedangkan ragam 2 disebut Ndota. Ragam ini ada kemiripan dengan ragam 1. Selanjutnya, ragam 3 disebut Aso dan biasanya gerakan menjepit kaki penari agak cepat. Itu sebabnya dianggap paling berat dan membutuhan kelincahan dan konsentransi para penari agar kaki mereka tidak terjepit Alu.
Tarian Rangkuk Alu tidak hanya permainan biasa. Ia juga dimanfaatkan sebagai sarana hiburan masyarakat dan edukasi pembentukan diri.
Tarian Rangkuk Alu juga mengandung nilai-nilai filosofis dan spritual dan sering dilakukan masyarakat Manggarai ketika melaksanakan acara adat dalam mensyukuri hasil panen setahun.
Terpisah, Julie Laiskodat memuji penyambutan warga Reok Barat yang ia nilai sangat luar biasa, termasuk tarian adatnya.
“Makanya saya senang jalan ke desa-desa ketimbang di kota. Apalagi dua tahun Covid, ketika melihat penyambutan ini semangat saya muncul kembali,” katanya kepada sejumlah awak media usai kegiatan.
Penulis: Ardy Abba