Ruteng, Vox NTT- Kejaksaan Negeri (Kejari) Manggarai melalui Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Sendhy Pradana Putra menyampaikan alasan di balik ketidakhadirannya dalam upaya penertiban aset Pemda yang berlokasi di Nanga Banda, Kecamatan Reok Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Alasan tersebut yakni terkait dokumen tanah Nanga Banda yang tidak lengkap.
Sendhy mengaku, sebelum Pemda Manggarai turun ke lokasi Nanga Banda, mereka mendatangi Kejaksaan.
Pemda datang untuk mengajak pihak Kejaksaan agar turun bersama-sama melakukan penertiban di Nanga Banda.
Saat itu, pihak Kejaksaan meminta sejumlah dokumen resmi yang menjadi kekuatan Pemda Manggarai dalam upaya penertiban terhadap lahan Nanga Banda.
“Pada saat itu, mereka ke sini dengan Pak Sekda. Saya bilang, bapak ini membawa nama Bagian Aset atau Satgas Aset? Kalau Satgas Aset, nggak kaya gini caranya. Karena Ketua Satgas Aset kan Pak Kajari. Jadi, kita imbau intinya begini, perkuat dulu surat-surat atau dokumen-dokumen, kalau memang menurut Pemda itu adalah aset Pemda. Kedua, perlu adanya antisipasi hal-hal yang diperkirakan akan timbul di lokasi,” jelas Sendhy.
Atas permintaan pihak Kejaksaan, Pemda Manggarai pun menyerahkan dokumen yang menjadi pegangannya dalam persoalan lahan Nanga Banda.
Namun, dokumen yang diserahkan itu ternyata hanya berupa kronologi saja dan tanpa dukungan dokumen resmi lainnya.
“Kami tidak bisa percaya begitu aja. Akhirnya kalau tidak salah waktu itu hari Kamis sebelumnya mereka ke sini. Mereka menyerahkan dokumen-dokumen itu. (Dokumen) ini hanya kronologis saja. Bukan berupa dokumen-dokumen resmi seperti misalnya sertifikat. Tetapi itu hanya kronologi saja akhirnya kita tidak mengaminkan. Keputusan mereka untuk berangkat ya silakan, di bawah komando siapa, bapak Wabup,” tambahnya.
Tanpa Dokumen Yuridis
Sendhy menjelaskan, pihak Pemda Manggarai tidak mengantongi dokumen-dokumen yuridis. Hal itulah yang menguatkan pihak Kejaksaan sebagai Ketua Tim Satgas Aset untuk tidak terlibat dalam upaya penertiban lahan Nanga Banda.
“Tidak ada (dokumen yuridis) yang mereka bawa ke Kejaksaan. Hanya kronologi saja. Hanya beberapa lembar cerita saja. Yang kami minta kan kami mau lihat dokumen misalnya ya ejaan lama zaman Belanda, coba serahkan, kita telaah dulu baru nanti kita nilai bisa nggak dieksekusi. Dan ini sebutannya bukan eksekusi karena yang eksekusi itu kan keputusan pengadilan, Perdata kah. Nggak sembarang,” jelasnya.
Tidak Gegabah
Kepastian dokumen yuridis tersebut, lanjut Sendhy, bertujuan agar meminimalisasi dampak-dampak lain yang muncul di lapangan. Apalagi, saat ini lahan tersebut masing-masing diklaim sepihak oleh warga setempat.
Ia mengaku tidak akan gegabah dalam mengeksekusi sejumlah aset-aset yang ada tanpa didahului dengan analisis dokumen resmi yang kemudian menjadi pegangan.
“Kita bukannya nolak, okelah kita berangkat, asalkan memang, kita begitu yakin bahwa ini betul-betul aset Pemda. Jangan sampai kita ke sana ternyata mereka tunjukkan alas hak yang sah dan kuat, yang lebih kuat daripada kepunyaan Pemda,” tutupnya.
Penulis: Igen Padur
Editor: Ardy Abba