Kupang, Vox NTT – Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Emanuel Melkiades Laka Lena menyoroti perbedaan angka stunting antara proyeksi nasional dan angka rill di lapangan yang selisihnya cukup jauh sehingga menambah beban daerah.
“Tadi saya keliling 7 puskesmas di Kota Kupang. Saya menemukan informasi dan data bahwa antara angka rill di lapangan sama proyeksi nasional itu ternyata selisihnya cukup jauh. Besar sekali itu selisihnya,” ungkap Melki saat kegiatan Kampanye Pecepatan Penurunan Stunting bersama mitra kerja BKKBN Perwakilan NTT di kompleks SMP Negeri 6 Kupang, Kelurahan Nunbaun Delha, Kecamatan Alak, Kota Kupang, Sabtu (20/8/2022).
Melki Menjelaskan, saat petugas puskesmas dan Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) turun ke lapangan atau melakukan sweeping untuk memastikan angka nasional stunting yang digambarkan itu sesuai dengan kondisi rill di lapangkan atau tidak, ternyata hasilnya berbeda.
“Ternyata angkanya bebeda. Angka nasional misalnya tiga ribu orang, angka rill yang mereka temukan di lapangan itu ternyata cuma seribu delapan ratus, seribu sembilan ratus, bisa selisih sampai seribu. bisa hampir sepertiga bahkan setengah itu, angkanya tidak ditemukan. Orang tidak ada dan sebagainya mesti kita rumuskan, karena kalau tidak, dianggap yang datanya tidak ada itu tetap dianggap masih menjadi beban daerah. Nah ini saya kira menjadi masalah,” ungkap Ketua Golkar DPD 1 NTT itu.
Melki menambahkan, Presiden Jokowi telah memberi target penurunan angka stunting di tahun 2024. Targetnya angka stunting 27 persen secara nasional harus turun menjadi 14.
“Di Peraturan Presiden nomor 72 tahun 2021, Pa Presiden betul-betul menegaskan bahwa kita mesti mendorong agar kerjasama semua pihak ini berjalan dengan baik dengan memberikan tugas kepada BKKBN sebagai koordinator atau yang memimpin bersama dengan semua kementerian lembaga di pusat sampai daerah agar pelaksanaan penurunan stunting ini berjalan dengan baik,” jelas Melki.
Sementara Koordinator Bidang Keluarga Sejahtera dan Pembangunan Keluarga BKKBN NTT, Mikhael Yance Galmin dalam sambutannya mengatakan persoalan stunting penyebabnya multi sector sehingga penangannya juga harus multi sektor, multi dimensi dan semua pihak harus terlibat.
“Kalau kita cermati stunting itu tidak semata-mata soal kesehatan, tapi soal pengasuhan. Berarti berkaitan dengan kebiasaan, berkaitan dengan tradisi, berkaitan dengan pola- pola yang kita lakukan sebagai orang tua kepada anak-anak kita. Dan untuk merubah itu tidak semudah membalik telapak tangan sehingga butuh dilakukan kampanye sosialisasi KIE yang terus menerus dan berkelanjutan,” jelas Yance.
Drg. Fransisca JH Ikasasi, Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Kupang, dalam sosialisasi tersebut mengatakan stunting agak sulit untuk disembuhkan sehingga harus menjadi perhatian orang tua di masa periode emas atau selama seribu hari pertama dalam masa hidupnya.
“Harus diperhatikan oleh ibu bapa sekalian. Karena di situlah kita harus memulai. Kita tidak mau mewariskan generasi-generasi yang mempunyai predikat stunting. Tidak ada orang tua yang mau kalau anaknya didaulat stunting. Kalau anak stunting berbeda dengan anak autis. Kalau anak autis bisa berprestasi, kalau anak stunting jarang dan hampir tidak ada yang berprestasi. Oleh sebab itu kita harus melewatkan ini anak-anak stunting di masa periode emas,” tegasnya. (VoN)