Lembor, Vox NTT- Benediktus Pambur sudah sekian lama menyadari betul bahwa kondisi daerah Lembor, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, saban hari kian berubah.
Sejak dahulu kala, Lembor merupakan salah satu lumbung pangan di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Dari dulu, daerah yang kini sudah terbagi ke dalam tiga kecamatan itu, hasil padi berkelimpahan karena didukung dengan sumber air yang memadai.
Buktinya, mantan Menteri Pertanian Amran Sulaiman pernah menghadiri panen raya padi di Desa Siru, Kecamatan Lembor pada 17 November 2015 lalu. Saat itu, Lembor diakui menjadi salah satu lumbung pangan nasional.
Namun lain dulu, lain sekarang. Benediktus Pambur yang adalah warga Dusun Poco Koe, Desa Ngancar, Kecamatan Lembor, khawatir ke depan wilayahnya bukan lagi berstatus sebagai lumbung pangan, tetapi pusat masalah.
“Dengan melihat berbagai masalah yang dihadapi petani saat ini, maka ke depan Lembor bukan lagi lumbung padi, tapi lumbung masalah,” ujar Rikar, sapaan akrabnya, saat berdiskusi dengan Direktur Lembaga Stefanus Gandi Institut (SGI), Stefanus Gandi, di Kampung Poco Koe, Kamis (25/08/2022) siang.
Menurut Rikar, para petani sudah sekian lama dililiti masalah yang seakan tidak ada habisnya. Nasib petani Lembor berbanding terbalik dengan nama besarnya. “Kalau orang Kupang bilang Lembor adalah restorannya NTT itu dulu, tapi ke depan saya pastikan berubah,” tandasnya.
Rikar pun mengungkapkan keresahan yang boleh dialami petani selama ini. Secara tidak sadar, lanjut dia, para petani Lembor dikuasai oleh tiga kompenen. Ketiganya, yakni pengusaha pupuk, penggilingan, dan obat-obatan pertanian atau pestisida.
Selama ini petani Lembor kerap diperhadapkan dengan persoalan kelangkaan pupuk subsidi pemerintah. Terkadang, lanjut dia, pupuk sudah ada di Labuan Bajo namun terkendala dengan keterlambatan penetapan Peraturan Bupati tentang Mekanisme Distribusi Pupuk Subsidi untuk Sektor Pertanian.
“Akibatnya pupuk baru datang, sementara petani sudah selesai musim tanam. Jadi, persoalannya ada pada ranah kebijakan pemerintah dan Paraturan Bupati. Pemerintah seharusnya melihat betul musim tanam petani,” ujar Rikar.
Terkait persoalan pupuk ini, warga lain Kristoforus Nadu juga mengakuinya. Selama ini para petani diperhadapkan dengan beragam alasan pemerintah di balik kelangkaan pupuk.
“Soal kekurangan pupuk, jawaban pemerintah banyak. Ada yang bilang stok pupuk kurang, terkendala aturan dan lain-lain. Kasihan kami petani ini,” tandas Kristoforus.
Begitu juga di penggilingan. Para petani mengalami ‘keterjajahan’ secara halus. Demikian juga soal perolehan pestisida. Petani Lembor mengalami kesulitan, selain karena harga mahal juga terkesan ada praktik ‘rentenir’ oleh pengusaha obat-obatan pertanian.
“Yang sampaikan itu bukan dalih, tapi fakta,” tandasnya.
Rikar pun memuji Stefanus Gandi karena melalui beberapa pandangannya di media massa soal pertanian dan berbagai bantuan untuk para petani mampu menyadarkan masalah yang sebenarnya sudah lama merongrong nasib petani Lembor.
“Kehadiran Pa Stefan sebagai figur tepat untuk memperjuangkan nasib petani. Karena kami sendiri sebagai petani tidak tahu apa masalah kami. Saat ini kami butuh bantuan pa Stefan untuk memperjuangkan nasib kami petani,” ujar Sekretaris Desa Ngancar itu.
Masalah Lain
Ada masalah lain yang meliliti warga hingga membuat Rikar khawatir bahwa ke depan Lembor bukan lagi lumbung pangan, tetapi lumbung masalah.
Belum lama ini, kurang lebih satu tahun lamanya, para petani di Lembor mengalami nasib buntung akibat ketiadaan air untuk persawahan. Pemicunya adalah karena proyek perbaikan irigasi.
Namun perlahan masalah ini tuntas. Petani kembali bisa menanam padi di sawahnya. Meski memang sebelumnya saat ketiadaan air petani menggunakan lahan persawahan mereka untuk menanam jagung dan kacang-kacangan. Ada juga yang pasrah dengan membiarkan persawahan kosong tanpa ditanami tanaman apapun.
Meski demikian, kata Rikar, petani masih menghadapi masalah dengan sistem pendistribusian air yang dinilai belum ditata dengan baik. Sawah di hilir irigasi agak susah mendapatkan air. Sementara di bagian hulu air berkelimpahan.
Menurut dia, petani sebenarnya tiang negara. Hasil pertanian tentu saja berpengaruh besar dalam menunjang ketahanan pangan, stabilitas nasional, serta sektor yang menjanjikan.
Sayangnya, selama ini perlakuan kepada petani berada di nomor terakhir. Padahal kalau di-manage dengan baik, maka petani adalah pemilik perusahaan paling kaya di Indonesia.
Masalah lain yang dihadapi petani Lembor adalah karena ternak babi mereka diserang virus African Swine Fever (ASF). Aloysius Padito, warga Kampung Poco Koe yang hadir dalam diskusi itu mengaku pada tahun 2020 dan 2021 virus ASF menyerang ternak babi warga.
Ia mengaku lebih dari 500 ekor babi di Desa Ngancar mati pada tahun 2020 dan 2021 akibat virus ASF.
“Yang paling banyak mati pada tahun 2020. Desa ini yang pertama kali diambil sampel oleh pegawai Dinas Peternakan Manggarai Barat terkait kematian babi. Kami minta Dinas Peternakan sosialisasi kepada masyarakat apakah masih ada virus ASF atau tidak, supaya kami piara lagi babi sudah,” ungkap Aloysius.
Tidak hanya itu, ia juga mengungkapkan masalah lain. Salah satu masalah mendasar di Kampung Poco Koe adalah kekurangan air minum bersih. Dari lima (5) RT di dusun itu, di RT 02 yang dihuni sekitar lebih dari 30-an KK tidak pernah disentuh dengan pembangunan air minum bersih.
Untuk kebutuhan sehari-hari, warga terpaksa harus merogoh kocek untuk membeli air galong. Mereka juga kerap mengkonsumsi air kali Wae Ara yang terkontaminasi dengan air sawah.
“Selama ini terus diusulkan ke pemerintah, tapi belum direspons. Kami minta Pa Stefan untuk suarakan nanti,” kata Aloysius.
Dorong Serius Garap Sektor Pertanian
Di berbagai kesempatan, Direktur Lembaga SGI, Stefanus Gandi, terus mendorong anak muda untuk serius menggarap sektor pertanian.
Menurut dia, minat generasi muda menurun dalam pertanian disebabkan beberapa faktor. Ada yang menyebut sektor pertanian identik dengan dunia kotor, kumuh, miskin, dan komunitas yang terpinggirkan. Ada pula yang menganggap sektor pertanian tidak menjanjikan.
Padahal pertanian berpengaruh besar dalam menunjang ketahanan pangan, stabilitas nasional, serta sektor yang menjanjikan.
“Generasi muda diharapkan lebih berminat untuk menjadi petani,” kata Stefanus.
Menurut dia, kondisi pertanian hari ini tentu saja membutuhkan sebuah konsep yang menyeluruh. Saat ini sistem pertanian mengalami perubahan sebagai dampak kemajuan teknologi dan meningkatnya pengetahuan manusia. Sistem pertanian berkembang dari primitif, tradisional, hingga ke modern.
“Kalau saya kritik soal pertanian, bukan karena benci pemerintah tetapi saya orang Lembor yang punya sawah. Saya tahu betul kondisi petani,” kata Stefanus.
Ia pun berharap sektor pertanian Lembor yang sudah menjadi lumbung pangan perlu digarap serius pemerintah. Sebab, lumbung pangan Lembor saat ini hanya terdengar namanya saja, sementara kondisi lapangan banyak beras dari daerah lain yang sudah menguasai pasar. [*]