SoE, Vox NTT-Yandry Snae cerita tak habis. Dia mengurai giatnya yang bikin aksi nyata. Bagi dia, urusan anggaran kemudian. Majukan dulu pendidikan, perbaiki mutu, tingkatkan rendahnya literasi tingkat sekolah dasar.
Itu paling penting. Sesudahnya baru urusan lain. Dalam perjalanan dari Kota Kupang ke Kabupaten Timor Tengah Selatan, pejabat di Balai Penjamin Mutu Pendidikan NTT itu, bercerita banyak soal tingkat literasi sekolah dasar.
“TTS daerah dengan tingkat literasi rendah, anak-anak sekolah dasar banyak yang belum bisa membaca,” ujar Yandry.
Mulai dari TTS
BPMP sebetulnya meniru salah satu program Inovasi. Namanya reading camp. Inovasi pernah membuatnya di Kabupaten Sumba Barat.
Reading camp adalah satu cara untuk mengukur tingkat literasi anak. Dimulai dari mendeteksi tingkat pengenalan huruf, membaca suku kata dan kalimat sampai membaca makna kalimat.
Sesudahnya, anak dikelompokkan ke dalam 4 level sesuai dengan hasil tes awal.
Yandry Snae mengatakan, awalnya program ini dilakukan uji coba oleh BPMP NTT di salah satu sekolah di Kota Kupang.
Dinilai sangat efektif serta hemat dari sisi pembiayaan BPMP kemudian mencoba garap di tiga kabupaten yakni, TTU, TTS dan Manggarai Barat.
“Di TTS ada sebanyak 32 sekolah. Masing-masing satu kecamatan satu sekolah,” ujar dia.
Menurutnya, setelah melakukan uji coba selama tiga bulan, sejak Juli hingga Oktober akan dilakukan evaluasi.
Hasil Optimal
Perang terhadap rendahnya literasi tidak cukup dengan anggaran banyak dan kebijakan yang menumpuk.
Justru, cara yang paling efektif adalah dengan melibatkan orang-orang yang bekerja serius, dengan hati dan tidak banyak retorika.
Sekretaris Dinas P dan K Kabupaten TTS, Jamory Liunokas pada Selasa, 19 September diruang kerjanya menyambut baik program reading camp.
“Ada pendekatan dan metode pembelajaran berbeda. Ada hasil yang progresif. Meski belum lama berjalan hasilnya sudah baik. Kalau ada pihak yang memberi perhatian dan memperhatikan Pendidikan di TTS, kami sangat mengapresiasinya,” ujar dia.
Tak beda jauh dengan Jamory, Kepala Bidang SD pada Dinas P dan K Kabupaten TTS, Jansen Neolaka juga menyambut baik program reading camp.
Menurutnya, program ini dinilai cukup efektif karena tanpa pembiayaan.
“Kami akan memback up melalui pembiayaan. Tahun depan kami akan mulai untuk semua sekolah di TTS,” ujar dia.
Perkembangan Terukur
Kabupaten TTS, salah satu kabupaten yang jadi contoh awal menerapkan program reading camp.
Dengan instrumen yang sudah dibikin BPMP NTT, sebanyak dua sekolah yang dikunjungi VoxNtt.com memiliki progres yang minimal, mendeteksi fakta awal sebagian besar siswa pada dua sekolah ini belum bisa membaca secara lancar.
Kepala SD Inpres MnelafauSD Inpres Mnelafau, Albinus Seran, mengatakan kondisi sekolahnya dengan total sebanyak 90 siswa.
Sejak awal program dijalankan pada bulan Juli lalu, Albinus mengatakan bahwa ditemukan sebagian besar siswanya yang belum bisa membaca secara lancar.
Kata dia, dalam perjalanan, setelah anak-anak dikelompokkan berdasarkan tingkat pengenalan huruf, suku kata dan membaca kalimat, guru-guru diberikan tugas tambahan untuk mendampingi.
Tugas itu dilaksanakan dua hari dalam satu minggu.
Siswa bisa dievaluasi dan terus dilakukan pendampingan sampai benar-benar bisa membaca lancar.
Demikian juga dengan Kepala SD Inpres Pollo yang terletak di Kecamatan Amanuban Selatan.
Sebagai kepala sekolah, Beatrix Mo. Babys menyambut dengan sangat baik program reading camp.
Menurutnya, berdasarkan tes awal sebanyak 190 dari 288 siswa di sekolahnya tidak bisa membaca.
Jumlah itu semakin berkurang saat sebulan menjalankan program reading camp.
“Sejauh ini dari 190 siswa yang dikelompokkan ke dalam level kini sisa 130 siswa,” ujarnya.
Dia berharap selama kurun waktu 3 bulan uji coba awal siswanya sudah bisa membaca secara lancar sampai pada membaca dan memahami teks.
Semua Pihak harus Berjibaku
Kepala BPMP NTT, Ponto Yelipele menyampaikan apresiasi bagi beberapa pemda yang menyambut program ini.
Ponto kemudian menceritakan bagaimana awal mula BPMP NTT mencetuskan program Reading Camp.
“Ada salah satu staf yang peka. Dia punya pengalaman dan praktik baik dari teman-teman di Inovasi dan instrumennya. Dia coba praktikan di salah satu sekolah. Hasilnya baik. Membangun komunikasi aktif dengan teman-teman dinas. Ketika contoh pertama itu berhasil maka itu di komunikasi ke TTS dan TTU. Saya lihat memang berangkat dari kepekaan. Secara kelembagaan dari awal sudah melihat hal itu harus dicarikan jalan keluar. Kami juga harus siap karena permintaan dari TTS untuk diterapkan ke semua sekolah dan juga Manggarai Barat. Kota Kupang dan Kabupaten Kupang. SDM kami juga harus diperkuat terlebih teman teman kami di BPMP,” paparnya.
Program reading camp, demikian Ponto, merupakan salah satu cara dari sekian banyak cara.
“Kalau cara ini baik mari gunakan cara ini dengan baik. Ini menjadi tantangan bagi Kepsek dan teman-teman kalau ada anak anak yang belum bisa baca itu juga harus kita lakukan banyak hal. Program ini kita nyontek dari Inovasi. Program ini juga diadaptasi di Manggarai Barat. Minggu depan Kota Kupang dan Kabupaten Kupang,” jelasnya.
“Kalau tunggu pemerintah dengan cara dan juga anggaran nanti waktu habis. Anak anak tetap tidak tertolong. Orang-orang tua harus selalu sering diajak juga,” ujarnya.
Ponto mengatakan bahwa program reading camp sangat efektif dan akan dilakukan pada puluhan sekolah dasar di Kota Kupang serta Kabupaten Kupang.
Penulis: Ronis Natom
Editor: Ardy Abba