Kupang, Vox NTT – Sebanyak 91.032 anak di bawah lima tahun (Balita) di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menderita stunting atau anak dengan gangguan pertumbuhan akibat kurang gizi kronis.
Hal ini disampaikan Kepala BKKBN Perwakilan Provinsi NTT Marianus Mau Kuru saat Kegiatan Kampanye Percepatan Penurunan Stunting bersama Mitra Kerja Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Emanuel Melkiades Laka Lena, di Gereja Pniel Oebobo Kota Kupang, Sabtu (24/09/2022).
“Stunting di NTT berapa? 91.032 anak. Ini Hasil pengukuran februari 2022,” sebut Marianus.
Oleh karena itu, menurut Marianus, butuh kerja sama semua pihak untuk perang lawan stunting.
“Tidak bisa pemerintah sendiri. Pa Gubernur dengan semua bupati dan walikota berusaha untuk supaya stunting di NTT harus bisa pada tahun 2023 nanti turun menjadi 10 persen. Sekarang kita berada pada 22 persen. Tapi siapa yang melakukan? Masyarakat yang menjadi motor penggerak utama. Terutama dari keluarga. Keluarga harus merencanakan seluruh kehidupannya dengan matang supaya tidak boleh lagi melahirkan anak stunting baru,” ajak Marianus.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Emanuel Melkiades Laka Lena mengatakan keterlibatan kaum muda sangat penting dalam pencegahan stunting.
“Penanganan stunting ini akan sukses apabila anak-anak muda menjadi paling depan untuk melakukan kampanye pencegahan stunting. Kami berharap anak-anak muda bisa melakukan ini,” ajak politisi Golkar yang akrab disapa Melki Laka Lena ini.
Menurut Melki, keterlibatan kaum muda dalam pencegahan stunting bisa melalui penyebarkan informasi tentang pencegahan dan penanggulangan stunting, makan dengan menu beragam, termasuk pangan lokal, tidak mengkonsumsi minuman alkohol, rokok dan narkoba, serta memiliki hubungan pacaran yang sehat dan pernikahan yang direncanakan dengan matang.
Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Kupang, Drg. Fransisca JH Ikasasi, dalam acara ini menjelaskan bahwa anak pendek belum tentu stunting dan untuk mengetahui apakah anak itu terkena stunting atau tidak setelah usia dua tahun.
“Anak pendek belum stunting, tetapi anak stunting pasti pendek. Dan itu diketahui setelah setelah dia berumur dua tahun. Sebelum umur dua tahun kita tidak bisa mengatakan anak itu stunting. Cirinya kalau anak perempuan tingginya tidak boleh kurang dari 79 cm, kalau anak laki – laki tidak boleh kurang 80 cm pada umur 2 tahun. Bisa tidak stunting sembuh? Sebenarnya label stunting itu tidak sembuh kecuali nanti setelah lulus pada balita umur lima tahun,” jelas drg. Sisca.
Turut hadir, Kepala BKKBN Perwakilan Provinsi NTT Marianus Mau Kuru, Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Kupang, Drg. Fransisca JH Ikasasi, Anggota DPRD Kota Kupang Frkasi Partai Golkar, Telendmark Daud serta undangan lainnya. (VoN)