Ano Parman
Warga Lembor Selatan-Mabar
Sebentar lagi, partai politik peserta pemilu akan mengajukan daftar calon anggota lembaga perwakilan ke KPU. Selanjutnya, KPU akan melaksanakan serangkaian kegiatan untuk menetapkan calon tetap pada pemilu 2024 mendatang. Menurut PKPU 3/2022, kegiatan itu dimulai 24 April- 25 November 2023.
Krusial
Tahapan pencalonan ini sangat krusial. Disebut krusial karena pada tahapan ini, orang-orang pilihan partai politik dipersembahkan di hadapan rakyat untuk dinilai dan dipilih mengisi lembaga perwakilan. Sebagai orang pilihan, tentu saja, mereka sudah ditempa melalui proses pendidikan dan kaderisasi yang berlaku masing-masing parpol.
Karena itu, parpol sebagai institusi tunggal yang punya otoritas mengajukan calon mesti membidani proses ini secara serius. Tak boleh main-main, apalagi sekedar asal ada calon untuk ikut pemilu. Pada posisi ini, parpol itu berfungsi seperti “dapur” yang menyiapkan hidangan di meja perjamuan. Kulitas hidangan sangat ditentukan oleh serangkaian proses di dapur. Begitu juga dengan peran parpol. Baik dan buruknya kualitas calon sangat ditentukan oleh proses kaderisasi dan pendidikan masing-masing parpol.
Dari sini bisa disimpulkan bahwa parpol punya tanggung jawab besar dan menentukan. Tak ada institusi lain yang punya peran sebesar itu. Jadi, wajar bila dikatakan wajah parpol tergambar pada calon yang diusulkan. Kalau calonnya baik, maka bisa dipastikan pendidikan dan kaderisasi parpol berjalan baik. Begitupun sebaliknya, jika calon yang diusulkan asal jadi, maka bisa dipastikan bahwa parpol tersebut tidak melaksanakan fungsinya dengan baik.
Oleh karena itu, dalam kondisi seperti ini, parpol mesti tahu dirinya sendiri dan melaksanakan fungsinya dengan baik. Tahu bahwa parpol itu rumah pendidikan politik. Rumah yang menaungi gerak kader politik bangsa. Dengan pikiran dasar itu, seharusnya parpol mengusulkan kader-kader terbaik untuk dipilih dalam pemilihan umum. Saya kira, itu itikad politik yang baik sekaligus awal yang menjanjikan untuk perubahan politik dan kemajuan hidup bernegara.
Asal ada Calon
Selama ini ada kesan bahwa parpol setengah hati mengurusi pencalonan. Ada gejala asal ada calon, bahkan tak jarang pungut di tengah jalan. Tak penting kulitas dan rekam jejak tapi yang pokok buat parpol adalah siapkan calon sesuai dengan ketentuan yang dipersyaratkan undang-undang. Dalam kondisi seperti ini, rakyat dipaksa untuk memilih calon yang disiapkan tersebut.
Hal itu disebakan karena parpol tak mau repot sehingga ambil jalan pintas. Asal ada orang yang siap jadi calon dan syukur-syukur kalau punya duit untuk biaya politik. Kebiasaan itu biasanya dipupuk dari sikap mental enak dan tak mau berkorban. Akibatnya, ideologi parpol tak berakar sehingga dukungan masyarakat selalu berubah dari pemilu ke pemilu.
Dalam kondisi ini, ada gejala politik berpusat pada figur. Pada saat yang sama, parpol hanya sekedar kendaraan sang calon untuk mencapai hasrat berkuasa. Akibatnya, calon yang terpilih tidak memahami dan mengamalkan ideologi dan garis kebijakan partai dalam kiprahnya di lembaga perwakilan.
Kondisi demikian jelas merugikan rakyat sebagai pemilik sah parpol. Rakyat rugi karena aspirasi dan kehendak politik yang dititipkan dipundak parpol tidak diartikulasikan dengan baik. Akibatnya, kebijakan penguasa tak menyasar kebutuhan rakyat banyak.
Ubah Mindset
Mesti disadari bahwa pencalonan itu bukan monopoli parpol, tapi urusan bersama dengan publik kebanyakan. Sebab, calon yang diusung parpol, jika terpilih saatnya akan menjadi pelayan publik. Karena itu, sewajarnya rakyat perlu tahu rekam jejak dan pengalaman sang calon. Begitulah seharusnya logika parpol berbicara.
Untuk itu, urusan pencalonan mesti dijaring terbuka dengan melibatkan semua elemen. Sebab dalam keterbukaan, rakyat punya banyak kesempatan menilai figur bagus yang akan diusung mewakilinya di lembaga perwakilan. Soal semacam ini sebenarnya mudah, kalau parpol ada kemauan baik dan tak merasa menang sendiri. Jadi ini perkara kemauan, bukan yang lain. Hal ini harus dimulai oleh orang dalam parpol sehingga akan menjadi gerakan bersama.
Dalam kerangka itu, parpol harus mencari dan menemukan figur yang pantas dicalonkan. Selanjutnya, ditempa sesuai mekanisme internal parpol untuk dipersembahkan kepada rakyat agar dipilih menjadi anggota lembaga perwakilan.
Selanjutnya, rekam jejak dari figur-figur tersebut mesti dibuka agar diketahui masyarakat. Sebab, sebaiknya, calon wakil rakyat harus dalam kondisi telanjang, tak boleh berkostum apalagi bertopeng. Sebab dalam kondisi seperti itu, rakyat dapat melihat calonnya dalam rupa yang asli. Jujur, apa adanya.
Sebaliknya, jika wajah calon tertutup, rakyat hampir pasti keliru memilih. Di sinilah, parpol pantas dimarahi sebab menghalangi hak rakyat mengetahui calon wakilnya. Padahal fasilitas itu tersedia jika parpol sadar bahwa dia milik rakyat, bukan yang lain.
Untuk itu, perlu sekali parpol umumkan detail profil calon-calonnya. Informasi itu sangat penting sebagai bahan dalam mengambil keputusan di bilik suara. Itu kewajiban asasi parpol di satu sisi, dan hak rakyat di sisi lain. Sebab, tak boleh paksa rakyat pilih kucing dalam karung. Selain itu tak baik, perilaku demikian juga di luar tata krama demokrasi.