Ruteng, Vox NTT- Nasib sedih dan tak menentu dirasakan petani garam di Kecamatan Reok, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur, selama tahun 2022 ini. Anomali iklim serta kondisi alam yang buruk membuat petani garam di wilayah itu gagal panen.
Mereka seakan ingin berhenti sementara menggarap lahan. Pasalnya, ratusan hektare lahan garam milik warga setempat gagal panen akibat diterjang banjir rob.
Tak hanya itu, kepedulian pemerintah setempat berupa bantuan juga nyaris tak pernah dirasakan oleh petani garam.
Indra Abas, petani garam di Kecamatan Reok merasa terpukul dengan kondisi yang dirasakannya saat ini. Ia mengaku, beberapa hektare lahan pribadi yang digarapnya sudah tak menghasilkan garam. Ingin berhenti menggarapnya.
“Tiap hari saya tarik pakai centong. Tapi yang keluar lumpur, bukan garam. Saya sangat sedih dengan kondisi ini. Mau menangis ke siapa. Pemerintah pun seakan tak peduli, mereka hanya peduli petani sorgum meluluh,” ujar Indra.
Banjir rob yang terjadi, kata dia, merusak semua sistem perairan garam hingga rentan cair, sehingga panen tahun ini gagal total.
Lebih lanjut ia mengaku, hasil panen tahun ini sangat tidak sesuai dengan tahun-tahun sebelumnya.
Pada tahun sebelumnya, sebut dia, lahan garam yang ia garap bisa menghasilkan 700 sampai 800 karung sekali panen. Tetapi sekarang turun drastis ke 100 karung. Bahkan ada petani lain yang menghasilkan 10 sampai 15 karung saja.
“Sedih sekali. Mau menangis dengan siapa. Tumpuan hidup kami hanya berharap pada hasil garam ini,” ujarnya lagi.
Ia berharap, Pemerintah Kabupaten Manggarai segera memperhatikan kondisi ini karena pasokan garam makin berkurang pascapetaninya mengalami gagal panen.
Sementara terkait harga pasaran garam, Indra bilang tahun sebelumnya berkisar Rp70.000 sampai Rp80.000 per karung. Bahkan sekarang sudah naik sebesar Rp200.000.
Namun sayangnya, harga garam yang cukup menguntungkan bagi petani tak didukung dengan kondisi yang ada.
“Jadi seputar itu masalahnya. Selain banjir rob, perhatian pemerintah untuk petani garam juga nihil. Kami tidak pernah dapat apa-apa dari pemerintah. Dulu memang ada pegawai dinas yang sering kunjung ke sini, tapi sekarang tidak ada lagi,” tandas Indra.
Sekali lagi ia berharap kepada pemerintah agar cepat memperhatikan kondisi ini jika ingin produksi dan pasokan garam untuk Kabupaten Manggarai tak berkurang.
Senada dengan Indra, salah satu petani garam di Kecamatan Reok, Hamid juga merasakan kegagalan panen tahun ini.
Dari 46 hektare yang ada, Hamid hanya bisa memetik hasil dari 20 hektare. Hal tersebut juga karena faktor cuaca hujan dan naiknya banjir air laut ke lahan yang digarapnya hingga membuat kadar garam mencair.
“Kami memang gagal panen tahun ini. Hasilnya sangat sedikit. Mudah-mudahan ada perhatian pemerintah untuk mencari solusi mengatasi banjir rob,” ungkap Hamid.
KR: Berto Davids
Editor: Ardy Abba