Oleh: Ano Parman
Warga Lembor Selatan-Manggarai Barat
Kampanye sangat penting bagi pemilih dan kandidat sekaligus. Melalui kampanye, pemilih bisa mencerna isi kepala kandidat. Sebaliknya, kandidat punya kesempatan meyakinkan pemilih dengan visi, misi dan program kerjanya. Karena itu, waktu kampaye mesti dipakai baik agar tujuan tersebut bisa dicapai.
Hal ini penting diingatkan jelang Pemilu 2024, sebab makin banyak orang politik salahgunakan kampanye untuk keperluan sesaat. Sebagian dari mereka itu pemulung politik yang mengais rejeki di politik.
Selama ini kampanye lebih banyak memfasilitasi pertarungan sumber daya logistik seperti pertandingan baliho, bansos dan bagi-bagi hadiah. Sedangkan, ide dan imajinasi besar tersingkir dari arena ini.
Hal itu lahir dari keinginan untuk menang instan lewat jalan pintas. Politik menjadi transaksi kasar dan tak ramah pada gagasan. Tak salah jika pemilih merasa hubungannya dengan kandidat dan partai politik hanya bersifat materialistik dan jangka pendek.
Memang harus diakui bahwa fenomena itu terjadi karena partai politik sebagai lembaga pendidikan kader mengalami krisis pikiran. Hal itu disebabkan tradisi berpikir di partai politik kita relatif hilang karena tersingkir oleh budaya feodalisme akut.
Akibatnya, partai politik sulit melahirkan intelektual yang pro terhadap gagasan besar dan komit menjaga demokrasi. Sebaliknya, partai lebih nampak sebagai organisasi kekuasaan ketimbang organisasi berpikir.
Padahal, sejarah membuktikan bahwa dulu partai politik itu didirikan oleh pemikir-pemikir raksasa seperti Soekarno dengan PNI-nya, Natsir dengan Masyumi-nya dan nama-nama besar lainnya. Di era mereka itulah, partai politik betul-betul tampil sebagai organisasi berpikir dan banyak melahirkan ide-ide besar yang terus bersinar sampai saat ini.
Kampanye sebagai satu tahapan pemilu dinisbatkan sebagai kegiatan intelektual. Di dalamnya harus ada dialog bermutu antara kandidat dan pemilih demi cita hidup bersama yang lebih baik. Untuk itu, kegiatan kampanye diarahkan untuk bicara program dan proposal kebijakan yang dirancang di atas ide-ide besar.
Jadi, dalam kegiatan itu yang bertengkar bukan baliho, iklan apalagi uang melainkan pikiran bernas dan solutif. Kampanye akan bermutu jika bernafaskan pikiran dan menjauhi hal-hal yang bersifat materialistik.
Hal semacam itu akan terlaksana jika orang politik komit terhadap ide dan imajinasi. Percaya bahwa politik gagasan yang mampu menguatkan demokrasi serta dapat membuat hidup rakyat makin baik.
Keyakinan seperti itu harus dipegang teguh dan diperjuangkan habis-habisan oleh segenap elemen politik meski mendapat tantangan yang luar biasa.
Tantangan biasanya datang dari kelompok politisi yang sudah nyaman dengan iklim politik yang ada dan telah mengambil keuntungan besar dari eksploitasi pragmatisme politik.
Kelompok ini tak mendewakan ide dalam berpolitik, bahkan alergi dengan gagasan. Mereka cenderung traksaksional, bahkan menjadikan uang sebagai satu-satunya alat tukar dalam berpolitik.
Di sisi lain, tantangan yang sama besar juga datang dari pemilih itu sendiri yang sudah lama berkubang dalam politik transaksional dan menganggap kampanye sebagai ajang terima hadiah dari orang politik.
Anggapan itu telah berakar dalam ingatan pemilih dan sulit dikikis oleh generasi politik pro perubahan. Hal itu terjadi karena sikap ini tidak diinterupsi oleh politik gagasan tapi terus dipupuk tiap hajatan elektoral berlangsung.
Namun, sebagai sebuah ihtiar memartabatkan politik, sikap percaya pada kekuatan politik gagasan perlu dikampanyekan secara luas agar menggema dalam peradaban politik kita.
Saatnya kita mulai karena tidak ada kata terlambat untuk berbuat baik apalagi merubah politik kotor yang sudah terbukti merusak demokrasi dan menghambat kemajuan.