Jakarta, Vox NTT- Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat yang memberlakukan pelaksanaan jam sekolah di NTT mulai pukul 05.00 Wita.
Masyarakat NTT yang merasa dirugikan dengan aturan baru tersebut harus segera mengajukan uji meteri ke Mahkamah Agung (MA). Hal itu agar aturan baru tersebut tak berlaku.
“Aturan baru tersebut bertentangan dengan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dimana dalam UU ini ditegaskan tujuan pendidikan nasional untuk memerdekakan manusia Indonesia. Lah, pemberlakukan aturan jam sekolah mulai pukul 05.00 jelas merugikan anak-anak sekolah, guru dan orangtua. Karena merugikan maka tujuan pendidikan tidak untuk memerdekakan,” kata praktisi hukum asal Manggarai, NTT Dr. Siprianus Edi Hardum, S.IP, S.H.,M.H. kepada wartawan, Rabu (29/2/2023).
Edi menegaskan, salah satu tugas MA adalah menguji materi peraturan di bawah undang-undang yang bertentangan dengan Undang-undang.
Sedangkan MK, kata dia, salah satu tugasnya menguji materi Undang-undang yang bertentangan dengan UUD 1945 (Konstitusi).
Menurut Edi, aturan itu dinilai merugikan masyarakat dan tidak mungkin dibatalkan oleh Gubernur NTT sendiri. Sebab, melihat watak Gubernur NTT yang susah menerima pendapat banyak pihak.
“Yang bisa membatalkan hanya melalui hasil uji materi oleh MA,” kata Ketua Himpunan Advokat untuk Keadilan (HAK) Jakarta ini.
Edi menegaskan, dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 8 misalnya mengatur soal peran serta masyarakat dalam mengawasi jalannya pendidikan.
“Di sini tentu soal waktu yang merugikan masyarakat ya tentu masyarakat berhak protes atau memberi masukan kepada penyelenggara pendidikan. Gubernur NTT memberlakukan waktu yang terlalu pagi itu jelas tidak melibatkan masyarakat. Ya sinilah salah satu pelanggarannya. Makanya MA pasti membatalkannya,” kata alumnus S3 Ilmu Hukum Universitas Trisakti Jakarta ini.
Menurut Edi, pemerintah dalam hal ini pemerintah wajib memberikan kemudahan dalam hal pendidikan. Hal ini tertera jelas dalam Pasal 11 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Edi menyayangkan Gubernur NTT mengeluarkan peraturan yang aneh. Mengapa aneh? Pertama, substansi peraturan merugikan masyarakat.
Kedua, peraturan dibuat tanpa melibatkan DPRD dan masyarakat.
“Di NTT banyak orang pintar, seperti dosen-dosen di Undana Kupang dan Unwira Kupang. Mengapa Bapak Gubernur tidak meminta masukan mereka? Ini namanya Gubernur yang suka menang sendiri,” tegas alumnus S2 Ilmu Hukum UGM ini.
Menurut Edi, sebuah peraturan yang bagus harus, pertama, tidak boleh bertentangan dengan peraturan di atasnya.
Kalau Perda atau SK Gubernur tentu tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Pemerintah atau Undang-undang. Dan UU tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945.
Kedua, dalam membuat peraturan harus didahului kajian akademis. Dalam kajian akedemis inilah penting melibatkan masyarakat dan pakar di bidangnya.
“Kalau tidak dibuat kajian akademis sudah pasti peraturan itu merugikan masyarakat dan sudah pasti juga bertentangan dengan peraturan di atasnya,” kata dia.
Edi menyayangkan Gubernur NTT yang bergelar doktor tetapi membuat peraturan tanpa melibatkan DPRD, akademisi dan masyarakat.
“Ya kita tunggu masyarakat segera uji materi ke MA agar peraturan itu dibatalkan,” kata dia.
Edi meminta Gubernur NTT agar lebih focus membangun sekolah negeri yang gedungnya morat-marit serta pengangkatan kepada sekolah SMA dan SMK yang diduga karena kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN).
“Ada banyak SMA Negeri dan SMK Negeri di NTT yang pengelolaannya diserahkan kepada orang-orang yang cari muka kepada orang-orang Gubernur akibatnya masyarakat dirugikan,” katanya. [VoN]