Oleh: Ardy Abba
Dari Pemilu ke Pemilu politik uang atau money politics masih menjadi momok di tengah usaha memperjuangkan kualitas demokrasi bangsa ini.
Politik uang sebenarnya sebuah gaya dan strategi bagi calon dan politisi yang rakus akan kekuasaan. Untuk mengamankan dan melanggengkan kekuasaannya, maka dengan uang dia berupaya memengaruhi pilihan pemilih (voters) atau Penyelenggara Pemilu dengan imbalan materi atau yang lainnya.
Politik uang kerap menyelinap di tengah beragam masalah yang menghantui setiap tahapan Pemilu. Politik uang seolah sudah menjadi penyakit kronis yang masih sulit dicari obatnya.
Penetrasi politik uang tentu saja sangat rentan ketika masyarakat belum memahami makna demokrasi yang sesungguhnya sebagai pintu kedaulatan. Biasanya praktik bobrok ini semakin sakti ketika masyarakat sengaja membiarkannya berkuasa di atas fondasi demokrasi bangsa kita.
Harus diakui memang iklim politik kita sudah tercemar. Itu karena ulah politisi yang telah sengaja mendesain mentalitas masyarakat yang konsumtif.
Hubungan masyarakat dan politisi atau calon pemimpin seolah terjahit atas nama uang. Jika praktik politik uang terus berlanjut, maka bukan tidak mungkin menjadi budaya dalam Pemilu. Jika masuk pada level ini, maka tentu pekerjaan untuk memberantasnya akan semakin sulit.
Strategi pemenangan yang destruktif dan penyimpangan politik itu tentu menjadi krisis sistemik dalam ruang demokrasi kita. Harus jujur kita akui bahwa praktik politik uang merupakan paradoks demokrasi.
Buruknya lagi ketika politisi ataupun timnya memanfaatkan pendekatan adat untuk memuluskan akal bulus dalam melanggengkan politik uang. Hal ini tentu saja menjadi salah satu tantangan terbesar bagi semua pihak, termasuk Bawaslu.
Bawaslu Harus Buat Apa?
Meski upaya memberantas praktik politik uang merupakan pekerjaan semua pihak, namun salah satu lembaga paling strategis ialah memanfaat peran besar Bawaslu sebagai main regulator.
Kalau Pemilu diibaratkan sedang mementaskan vocal group, maka Bawaslu adalah dirigen-nya. Dia harus mampu memimpin sebuah pertunjukan musik melalui gerak isyaratnya. Orkestra dan paduan suara biasanya akan indah, jika dipimpin oleh seorang dirigen yang baik.
Begitu juga Pemilu. Maka, kita tentu sepakat untuk memberikan semangat kepada Bawaslu agar tidak boleh patah arang dalam menyikapi persoalan politik uang.
Bawaslu sebagai lembaga pengawasan yang berpijak pada tugas pencegahan dan penidakan pelanggaran Pemilu harus mencoba melakukan segala ikhtiar demi terwujudnya kegiatan demokrasi yang bebas dari pengaruh politik uang.
Kita harus mendorong lembaga ini untuk membentuk kesadaran kritis masyarakat akan manfaat Pemilu.
Selain tugas yang diamanatkan UU, maka harus ada pekerjaan tambahan yang jauh lebih penting yakni memberikan pendidikan politik kepada masyarakat secara luas.
Penulis percaya bahwa salah satu upaya untuk memutus mata rantai budaya yang menghancurkan ini ialah lewat pendidikan politik. Lewat pendidikan politik yang dilakukan secara masif, masyarakat bisa dibekali tentang dampak buruk politik uang dalam ruang demokrasi bangsa ini.
Pendidikan politik perlu dibangun secara lebih inklusif, yang mampu merangkul setiap kelompok masyarakat agar ada kesadaran moril untuk mempertangungjawabkan pilihannya dalam Pemilu.
Di sisi yang lain mestinya diskusi tentang pemberantasan praktik politik uang harus masuk pada level membangun kekuatan budaya perlawanan di tengah masyarakat. Bahwa setiap kali kita terlibat dalam praktik busuk itu, maka risikonya bakal lebih buruk selama lima tahun ke depan.
Sebab, setiap orang yang menggunakan uang atau sejenisnya agar dipilih rakyat, maka ketika mendapatkan jabatan harus jujur bahwa ia terus mencari celah untuk melakukan korupsi. Praktik ini lumrah terjadi, sebab harus mengembalikan modal saat prosesi Pemilu.
Selain pendidikan politik, salah satu tugas Bawaslu tentu saja menyediakan akses informasi tentang praktik busuk politik uang ke publik secara benar agar dikontrol secara masif.
Di titik ini, sebenarnya Bawaslu sudah menyiapkan tools untuk meningkatkan pengawasan partisipatif masyarakat.
Ada banyak program Bawaslu yang tentu saja untuk mengajak masyarakat agar bersama-sama melakukan pengawasan, termasuk praktik politik uang yang kerap menjadi momok setiap kali Pemilu.
Sebut saja misalnya, program pengawasan berbasis teknologi informasi atau Gowaslu, program partisipatif melalui pengelolaan media sosial, Forum Warga Pengawasan Pemilu, Gerakan Sejuta Relawan Pengawas Pemilu (GSRPP), Satuan Karya Pramuka (Saka) Adhyasta Pemilu, Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik Pengawasan Penyelenggaraan Pemilu, serta Pojok Pengawasan yang menjadi wadah sarana penyediaan informasi berbagai informasi tentang pengawasan Pemilu.
Dari sekian program ini tentu saja muaranya untuk mengajak masyarakat agar bersama-sama melakukan pengawasan, termasuk memudahkan masyarakat untuk melaporkan jika menemukan praktik politik uang.
Kita harus percaya bahwa Bawaslu sedang dalam upaya untuk melacak beragam pelanggaran yang tidak saja menyasar kepada politisi, tetapi juga sedang meminimalisasi beragam potensi kerawanan Pemilu yang sudah mengakar di masyarakat sejak lama.
Penulis adalah redaktur VoxNtt.com