Oleh: Dr. Marianus Mantovanny Tapung
Fachidiot merupakan istilah Jerman, dengan terjemahan “profesional idiot” dalam bahasa Inggrisnya.
Istilah ini mengacu pada seseorang yang sangat berpengetahuan dan terampil dalam bidang keahliannya, tetapi tidak memiliki perspektif dan pemahaman luas tentang bidang atau aspek kehidupan lainnya.
Istilah ini sering digunakan untuk mengkritik individu yang begitu fokus pada bidangnya, dan mengabaikan bidang lain.
Bisa juga istilah ini mengarah pada kondisi dan situasi kurangnya kreativitas dan inovasi (Burns, 1976). Dengan kata lain, fachidiot merupakan gambaran tentang seseorang yang begitu ahli atau pakar pada satu bidang, tetapi tidak berpendidikan luas dan berpengetahuan umum.
Fachidiot bisa menarasikan kondisi kehilangan kemampuan berpikir secara kreatif, inovatif dan kritis. Sementara sebagian besar masalah di dunia saat ini saling berhubungan dan tidak dapat diselesaikan dengan perspektif sempit dan monolitik (Mulholland, 2016).
Semakin banyak orang paham tentang subjek berbeda, semakin banyak mereka dapat mendekati masalah dengan pendekatan multidisiplin. Seorang dengan kecenderungan fachidiotis juga dapat menyebabkan kurangnya inovasi dan kreativitas.
Ketika kelompok intelektual menjadi terlalu fokus pada bidangnya, mereka mungkin menjadi puas diri dan berhenti mengeksplorasi ide atau pendekatan baru. Ini dapat menyebabkan stagnasi kemajuan dalam bidang keahlian mereka.
Selain itu, menjadi fachidiot dapat membatasi kemampuan seseorang dalam berkomunikasi secara efektif dengan orang-orang di luar bidang mereka. Ada prasangka, kaum di luar bidangnya tidak memiliki kemampuan atau keterampilan.
Hal ini bisa terjadi karena mereka dapat menggunakan jargon teknis yang tidak mudah dipahami oleh orang lain.
Sementara, Merdeka Belajar Kurikulum Merdeka (MBKM) adalah kebijakan pendidikan baru di Indonesia dengan keterarahan pada upaya mengembangkan kemandirian berperilaku kognitif, afektif, konatif dan psikomotor peserta didik.
Kurikulum ini diperkenalkan pada tahun 2020/2021 dengan berbasis pada konsep “pendidikan memerdekakan dan memandirikan”.
Tujuan kurikulum ini, menciptakan pendekatan dengan lebih banyak berpusat pada siswa, sembari mempromosikan inovasi dan kreativitas, serta membangun ekosistem sekolah secara konstruktif (Ruskandi, et al., 2021).
Merdeka Belajar Kurikulum Merdeka (MBKM) dirancang dalam mempromosikan inovasi dan kreativitas di kalangan siswa.
Ini menekankan pemikiran kritis, pemecahan masalah, dan keterampilan kolaborasi melalui kegiatan literasi, numerasi dan Projek Penguatan Profil Pelajaran Pancasila.
Kurikulum ini melengkapi siswa dengan berbagai kemampuan dan dalam menghadapi tantangan abad 21 dengan berbagai lompatan drastisnya.
Kurikulum juga mendorong siswa agar lebih terlibat dalam komunitas belajarnya dan mengambil peran aktif dalam memecahkan masalah pada lingkungan satuan pendidikan dan masyarakat.
Siswa didorong agar bertanggung jawab atas kehidupannya, sambil berikhtiar merawat eksistensi dan keberlanjutan hidupnya.
Demi mendukung ikhtiar ini, selain MBKM ini berpusat pada siswa, tetapi juga menempatkan kebutuhan dan minat siswa secara proporsional dalam proses pembelajarannya. Kurikulum dirancang agar fleksibel dan mudah beradaptasi dalam memenuhi kebutuhan berbeda dari peserta didik (diferensiasi) (Praktikno, et al., 2022).
Hal ini bertolak dari realitas kebutuhan kebhinekaan global, di mana loncatan peradaban IPTEKS sangat membutuhkan pribadi berkemampuan adaptif, didukung oleh pola berpikir dan sikap diferensiatif.
Konsep Fachidiot dan Merdeka Belajar Kurikulum Merdeka bertautan dalam arti bahwa mereka berdua membahas masalah spesialisasi sempit dalam pendidikan dan dampaknya pada masyarakat.
Fenomena fachidiot dapat dilihat sebagai hasil dari sistem pendidikan tradisional yang fokus pada pengembangan keterampilan teknis tertentu, tanpa memperhitungkan pengetahuan dan keterampilan lunak (soft skills), berikut beririsan luas dengan berbagai dimensi kehidupan.
Mentalitas fachidiot telah berkontribusi pada kurangnya keragaman dalam pemikiran dan pemecahan masalah dan kebutuhan pada dunia usaha dan industri, termasuk sains dan teknologi.
Fokus sempit ini telah menyebabkan kurangnya inovasi dan resistensi terhadap perubahan, dan berdampak negatif pada masyarakat.
Kurikulum Merdeka bertujuan mengatasi masalah ini membangun ruang lebih inklusif, berjamak, interdisipliner; bahkan multidisipliner dan transdisipliner, di mana dapat memberdayakan siswa dalam menghadapi berbagai varian tantangan.
Kecenderungan fachidiot menjadi bagian dari refleksi buram sistem pendidikan tradisional, dan menjadi antitesa terhadap konstruksi pendidikan kontemporer yang sudah berdimensi luas, terbuka dan berjamak (Astuti & Muslim, 2022).
Dan, persis kehadiran MKBM saat ini menjadi antitesa terhadap pola pendidikan tradisional tersebut dengan mengedepankan pendekatan kekinian dalam menciptakan sistem pendidikan yang lebih holistik, komprehensif, mandiri dan demokrasi dengan dukungan berbagai keterampilan abad 21 seperti pemikiran kritis, mengedepankan kreativitas, komunikasi dan kolaborasi.
MBKM dengan penekanan pada pemikiran kritis, penyelesaian masalah, inklusif, diferensiatif dan interdisipliner, dapat membantu melawan mengikir kultur berpikir sempit, eksklusif dan monolitik dan spesialisasi, sebagaimana yang menjadi tipikalitas fachidiotisme.
Dengan mempromosikan pendekatan lebih holistik terhadap pendidikan, MBKM dapat menghasilkan profil lulusan, yang tidak saja memiliki pengetahuan di bidangnya masing-masing, tetapi juga memiliki perspektif lebih luas dan serangkaian keterampilan dan kompetensi lebih beragam.
Esensi MBKM pada pembelajaran lintas disiplin juga dapat membantu siswa mengembangkan pemahaman lebih baik tentang berbagai bidang pembelajaran, serta tertuju pada pola kegiatan kreatif dan inovatif.
Pertautan ini dapat membantu menumbuhkan semangat kolaborasi lintas bidang ilmu, dan pada gilirannya mengarah ke solusi terintegrasi dan efektif dalam memecahkan berbagai masalah kompleks sekalipun.
Demi menghindari sekaligus melawan keterjebakan fachidiot ini, apa pun desain konsep dan praksi kurikulum nasional kita, perlu mempertimbangkan pentingnya memiliki horizon inklusif, luas dan beragam.
Dalam desain kurikulum dan pembelajaran perlu ada penekanan pada pemberdayaan peserta didik agar mampu mengeksplorasi dan mengelaborasi bidang-bidang peminatan baru dan baragam.
Dengan melakukan itu, seseorang dapat mendekati masalah dengan perspektif interdisipliner, multidisipliner, dan transdisipliner, serta memiliki kemampuan besar dalam hal berpikir kreati, inovatif dan kritis.
Dengan demikian, upaya mempromosikan meningkatan mutu Pendidikan melalui pendekatan pembelajaran direfensiasi dan berpusat pada peserta didik dapat membantu mengembangkan sensitivitas dan responsivitas secara signifikan atas pendidikan dijalaninya.
Pada aras inilah MBKM mungkin bukan merespon langsung tuduhan fachidiotisme; akan tetapi hal itu tentu dapat membantu melawan efek negatif keterjebakannya dengan mengupayakan pendekatan bersifat interdisipliner, holistik, dan berpusat pada siswa.
Dr. Marianus M. Tapung adalah seorang pakar sosial humaniora dengan jabatan akademis Associate Professor di Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng