Labuan Bajo, Vox NTT- Menyambut HUT ke-78 Kemerdekaan Republik Indonesia, Polsek Lembor bersama Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Manggarai Barat melakukan diskusi Publik Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Diskusi publik ini dilakukan untuk mencegah terjadinya penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) nonprosedural ke luar negeri.
Diskusi publik yang dilakukan di Aula Paroki Santa Theresa dari Kalkuta Datak, Desa Golo Ronggot, Kecamatan Welak, Kabupaten Manggarai Barat, NTT pada Sabtu (12/08/2023) dihadari oleh seluruh kepala desa se-kecamatan Welak, sejumlah tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh pemuda.
Adapun pemateri dalam diskusi itu dari Pemkab Manggarai Barat yang diwakili oleh Sekretaris Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Disnakertranskop dan UKM), Marselinus S. Ngarung, Kapolsek Lembor IPDA Yostan Alexandria Lobang, Anggota DPRD Mabar dari Fraksi PAN Inosensius Peni, Koordinator JPIC SSpS Flores Barat Sr. Frederika Tanggu Hana, Jurnalis Senior Servatinus Mammilianus.
Dalam materinya, Sekretaris Disnakertranskop dan UKM Marselinus S. Ngarung menyebut, kasus TPPO biasa terjadi karena diiming-imingi gaji besar oleh perekrut.
“Diimingi gaji besar jadi salah satu modus kasus TPPO,” ujar Marselinus.
Dengan modus itu, kata Marselinus, korban biasanya mengabaikan prosedur pengurusan administrasi.
“Baik itu PT yang merekrut, lalu dokumen pribadi. Itu sudah tidak diurus lagi,” jelasnya
Padahal kata Marselinus, jika regulasi ini dilalui dengan baik maka dapat mencegah dan mengantisipasi tindakan TPPO itu di wilayah Manggarai Barat.
Karena itu, dirinya meminta agar calon pekerja migran ataupun pekerja antarpulau harus patuh terhadap berbagai persyaratan, juga berangkat melalui perekrut yang berizin.
Selain itu, Koordinator JPIC SSpS Flores Barat Sr. Frederika Tanggu Hana menyebut, sudah banyak masyarakat yang menjadi korban TPPO.
Pihaknya sendiri, kata dia, telah menangani sejumlah kasus TPPO dengan melaporkan kasus tersebut di pihak berwajib.
Sr. Frederika menjelaskan, dalam UU Perdagangan Orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat.
“Dengan demikian, orang tersebut memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antarnegara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi adalah TPPO,” jelas Sr. Frederika.
Di NTT khususnya di Manggarai Barat kata dia, sudah begitu banyak masyarakat yang menjadi korban akibat dikibuli para pelaku atau perekrut.
“Jangan kita berpikir bahwa mereka diperkerjakan ke luar negeri ditempatkan di kebun yang layak dan lain-lain, banyak korban dipekerjakan melenceng dari yang ditawarkan,” ungkapnya.
Sr. Frederika menjelaskan, dari pengakuan korban TPPO yang pernah ditangani oleh JPIC SSpS mereka (korban) telah mendapatkan perlakukan yang tidak layak dari disiksa, disekap sampai dipukul.
Dengan adanya diskusi ini, Sr. Frederika berharap agar masyarakat semakin sadar akan TPPO, dan ikut berperan mencegah terjadinya korban.
Sementara itu, Kapolsek Lembor IPDA Yostan Alexandria Lobang menjelaskan, beberapa kasus korban TPPO yang pernah ditangani pihak kepolisian Polda NTT.
“Kasus TPPO di NTT pada tahun 2023 sebanyak 279 korban. Ini jumlah yang sangat luar biasa,” kata dia.
Modus operandi yang sering dilakukan para perekrut atau calo ialah dengan menipu orang tua korban bahwa melalui tawaran gaji yang menggiurkan.
Selain itu, ada peran kepala desa dalam pemalsuan dokumen calon pekerja migran.
“Karena itu, diskusi dan sosialisasi hari ini adalah momentum luar biasa untuk mencegah itu semua, khususnya di Manggarai Barat,” tutupnya.
Penulis: Sello Jome