Kupang, Vox NTT- Di tengah transformasi ekonomi yang berlangsung dengan cepat, konflik sering muncul akibat ketidakadilan akses ke sumber daya ekonomi, akses pada peran politik, ketidakadilan akses ke sarana sosial dan lain-lain. Fenomena terjadi di hampir semua daerah di Indonesia.
Di NTT, misalnya, transformasi ekonomi berbasis industri pariwisata memicu konflik sosial akibat perebutan ruang pantai, hutan, lahan dan sumber daya lain.
Demikian juga, pengembangan energi panas bumi juga menimbulkan konflik sosial.
Di tengah situasi ini, orang-orang muda NTT harus menjadi ‘juru damai’ dalam kelompok mereka, dalam organisasi dan dalam komunitas suku, desa atau komunitas lain dari mana mereka berasal atau menetap.
Keterampilan negosiasi untuk resolusi konflik perlu dikuasi kaum muda agar menjadi promotor perdamaian komunitas.
Untuk membantu kaum muda NTT belajar menyelesaikan konflik, Jurusan Hubungan Internasional FISIP UPN “Veteran” Yogyakarta, bekerja sama dengan Rumah Bejar NTT-Bokesan Yogyakarta, melakukan pelatihan negosiasi untuk resolusi konflik, dengan Dr. Iva Rachmawati dan Dr. Ariesani Hermawan sebagai fasilitator.
Pelatihan ini berjalan selama dua hari, 11 dan 12 Agustus 2023, di Wisma Romo Yoseph, Pakem, Yogyakarta.
Pelatihan singkat ini ditujukan untuk memberikan keterampilan dasar kepada kaum muda tentang analisis konflik dan penyelesaian secara damai.
Peserta pelatihan sebanyak 20 orang mahasiswa asal dari berbagai kabupaten di NTT dan sedang menempuh kuliah di Yogyakarta.
Ketua jurusan Hubungan Internasional, UPN “Veteran” Yogyakarta, Dr. Saptopo Bambang Ilkodar menjelaskan bahwa “pelatihan tersebut adalah bagian dari kontribusi kampus dalam meningkatkan kapasitas orang-orang muda agar mampu berkontribusi dan lebih peduli pada komunitas”.
Selain itu, Jurusan HI UPN “Veteran” Yogyakarta “melalui pengembangan sumber daya dan keterampilan negosiasi, mediasi dan resolusi konflik ingin berkontribusi bagi keamanan dan stabilitas sosial”.
Pelatihan ini adalah bagian dari upaya itu.
Menurut Koordinator program, Dr. Nikolaus Loy, Dosen Jurusan HI UPN “Veteran” Yogyakarta, Konflik yang dikelola dengan baik dapat mendorong perubahan sosial yang positif.
“Yang perlu dihindari adalah konflik dengan kekerasan yang menimbulkan korban berupa kerusakan sarana dan prasarana kehidupan manusia, korban jiwa, perpecahan sosial, dislokasi dan dampak negatif lain,” jelasnya.
Menurutnya, kemampuan mengelola dan melakukan resolusi konflik dapat mencegah konflik bereskalasi menjadi kekerasan.
“Keterampilan bernegosiasi dapat menjadi sarana penyelesaian konflik secara damai,” jelasnya.
Bagi Niko, kemampuan manusia untuk menahan diri penggunaan kekerasan jauh lebih kuat dari kecenderungan menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan konflik. Kemampuan ini juga dimiliki anak-anak muda NTT.
Sementara Ignasius Juru, pendamping rumah belajar NTT Bokesan Yogyakarta, mengatakan sangat optimis anak-anak muda NTT mampu membantu menyelesaikan konflik dalam komunitas asal mereka.
“Pelatihan ini membantu mereka mengembangkan kapasitas mereka sebagai promotor perdamaian di tengah masyarakat,” katanya.
Menurutnya, pelatihan menggabungkan metode ceramah, analisis dan role play. Ceramah mencakup perspektif konflik dan resolusi konflik, alat bantu analisis konflik dan teknik negosiasi.
“Peserta kemudian berlatih menganalisa konflik di mana mereka mengidentifikasi urutan kejadian, jaringan aktor yang terlibat, perilaku konflik, piramida konflik dan analisis pohon konflik,” imbuhnya.
Kasus yang digunakan adalah konflik pembangunan pembangkit listrik panas bumi di Poco Leok Manggarai.
Peserta kemudian bermain peran sebagai negosiator di mana mereka menerapkan teknik negosiasi untuk menyelesaikan kasus konflik yang diberikan.
Dalam sesi refleksi para peserta mengatakan bahwa pelatihan memberikan pengetahuan dan keterampilan baru yang tidak mereka dapatkan di bangku kuliah.
Mereka berharap agar pelatihan resolusi konflik diperluas bagi teman-teman lain dari NTT yang tinggal di Yogyakarta atau di daerah asal.
Penulis: Ronis Natom