Labuan Bajo, Vox NTT- Penetapan tersangka pada Kasus dugaan penggelapan jabatan di salah satu perusahaan swasta di Labuan Bajo, Manggarai Barat (Mabar) yang dilakukan oleh Polres Manggarai Barat berbuntut panjang.
Sebelumnya, Polres Manggarai Barat menetapkan RK, Direktur PT Omsa Medic Bajo sebagai tersangka penggelapan jabatan pada PT Omsa Medic Bajo.
Penetapan ini menindaklanjuti laporan polisi yang dilakukan oleh AG, yang merupakan kuasa hukum dari rekan bisnis RK pada PT Omsa Medic Bajo yakni, DPM.
Tidak terima dengan penetapan ini, Rommy pun mempraperadilankan Polres Manggarai Barat dalam hal ini Satuan Reskrim Polres Manggarai Barat.
Dalam agenda sidang gugatan praperadilan yang diajukan tersangka RK melalui kuasa hukumnya Sumarno SH ke Pengadilan Negeri Labuan Bajo, Senin (14/08/2023), pihak Rommy melalui kuasa hukumnya menilai penetapan tersangka yang dilakukan penyidik Satreskrim Polres Mabar cacat prosedural.
Satreskrim Polres Mabar seharusnya tidak memeroses laporan polisi yang dilakukan oleh AG yang yang sama sekali tidak memiliki ikatan bisnis dengan kliennya. Sumarno mempertanyakan legal standing pelapor yang bertentangan dengan ketentuan pasal 108 KUHAP dan Perkap no 6 tahun 2019 pasal 1 ayat (14) Jo ayat (22).
“Dalam hal ini pelapor jelas tidak memiliki legal standing dalam membuat dan mengajukan laporan polisi tersebut sehingga laporan polisi AG cacat secara hukum dan sudah sepantasnya tidak ditingkatkan ke penyidikan, namun harus dihentikan penyelidikannya dan dalam tahap saat ini hendaknya harus dihentikan penyidikannya dan tidak dapat dijadikan sebagai dasar penetapan tersangka kepada klien saya,” ujar Sumarno.
Kejanggalan lainnya adalah tidak adanya surat pemberitahuan dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada terlapor yang dilakukan oleh penyidik Reskrim Polres Mabar. Hal ini menjadi cacat hukum karena telah bertentangan dengan salah satu putusan Mahkamah Konstitusi.
“SPDP yang tidak pernah dikirimkan penyidik kepada terlapor (RK) yang bertentangan dengan putusan MK no. 130/PUU-XIII/2015 yang mana mewajibkan penyidik mengirimkan SPDP baik kepada JPU, terlapor, maupun korban,” ungkap Sumarno.
Ditambahkan Sumarno, anehnya, dalam penanganan perkara ini, Polres Manggarai Barat justru diketahui telah 3 kali menerbitkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dengan terlapor dan untuk tindak pidana yang sama.
“Hal ini jelas tidak lumrah dan semakin membuat janggal di mana sesuai KUHAP maupun peraturan pendukung lainnya SPDP hanya diterbitkan satu kali, terkecuali bilamana terdapat pelaku baru, atau terdapat tindak pidana baru yang ditemukan dari hasil pengembangan atas penanganan perkara,” jelas Sumarno.
Hal lain yang juga dianggap janggal dan cacat prosedural adalah pasca ditetapkannya sebagai tersangka pihaknya telah mengirimkan surat permohonan kepada Kapolres Manggarai Barat, agar kasus tersebut di-pending terlebih dahulu mengingat kliennya tengah menjalani proses praperadilan terkait penetapan tersangka.
“Surat yang dikirim berisi Permohonan untuk kasus tersebut dipending dulu karna klien saya masih dalam proses praperadilan terkait penetapan tersangka, namun surat itu tidak diindahkan malah klien kami ditetapkan sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO),” jelas Sumarno
“Dan kami mengirimkan surat ke Kapolres itu setelah gugatan Praperadilan kami masuk dan diterima di Pengadilan Negeri,” tambahnya.
Sumarno berharap agar Majelis Hakim Pengadilan Labuan Bajo bisa mengabulkan permohonan kliennya yaitu mencabut status tersangka dan DPO, menghentikan penyidikan demi hukum; dan rehabilitasi terhadap nama baik terlapor.
Adapun kronologi kasus ini bermula saat Komisaris PT Omsa Medic Bajo, DPM secara sepihak melakukan audit internal keuangan perusahaan tanpa sepengetahuan Rekan bisnisnya, RK, yang juga memiliki sebagian saham pada perusahan tersebut.
Hasil audit tersebut menunjukan bahwa baik RK maupun pihak manajemen pengelola klinik kesehatan tidak transparan dalam memberikan data.
Setelah dilakukan pemeriksaan kembali dengan melibatkan RK dan manajemen, ditemukan fakta bahwa auditor tersebut telah memasukan dua kali pengeluaran sehingga seolah-olah muncul selisih dalam laporan keuangan PT. OMSA MEDIC BAJO, sehingga telah dikirimkan ulang revisi penghitungan audit tersebut secara email kesemua pihak dengan hasil yang menyatakan perhitungan telah seimbang (balance);
Namun pada tanggal 30 Agustus 2022 lalu, RK justru dilaporkan ke Polisi oleh AG yang disebut sebagai kuasa dari DPM.
RK dilaporkan dengan dugaan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 374 KUHP pada SPKT Polres Manggarai Barat dengan Laporan Polisi bernomor: LP/B/221/VIII/ 2022/SPKT/POLRES MANGGARAI BARAT/POLDA NUSA TENGGARA TIMUR.
Penulis: Sello Jome