Oleh: Theovilus Senfiardus Samu, A.Md.Stat
Staff BPS Kabupaten Manggarai Timur
Baru-baru ini DPR RI Komisi XI melakukan rapat dengar pendapat bersama Badan Pusat Statistik (BPS). Rapat yang diselenggarakan di kantor DPR RI tersebut membahas asumsi dasar dalam RUU APBN tahun 2024 dan pengambilan keputusan asumsi dasar dalam RUU APBN Tahun 2024.
Dalam rapat tersebut, Plt. Kepala BPS RI menyampaikan berbagai perkembangan indikator strategis sosial ekonomi yang berkaitan dengan asumsi makro dan target perkembangannya.
Ia menyebut ketahanan ekonomi bangsa Indonesia ditopang oleh kekuatan ekonomi domestik yang kian dan terus membaik.
Pembahasan mengenai ketahanan ekonomi yang merupakan topik inti Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang diselenggarakan oleh DPR RI Komisi XI bersama BPS, mengundang banyak pertanyaan berbagai pihak.
Pertanyaan yang paling banyak dari rapat tersebut adalah apakah maksud dari Plt. Kepala BPS RI mengenai “ketahanan ekonomi”? bagaimana cara kerja dari “ketahanan ekonomi” tersebut? Dan apa dampak yang terjadi ketika “ketahanan ekonomi” tersebut tidak stabil? Lalu, apakah bangsa Indonesia pernah mengalami goncangan dalam hal “ketahanan ekonomi”?.
Ketahanan ekonomi yang disebutkan oleh Plt. Kepala BPS RI dalam RDP pada 31 Agustus 2023, merupakan kemampuan yang dimiliki oleh suatu negara dalam hal menjaga kesetabilan pertumbuhan ekonomi dan memelihara standar hidup bagi orang banyak atau seluruh penduduk negaranya melalui pembangunan ekonomi yang berkualitas dengan tentunya tetap menjaga kemandirian dari ekonmi nasional itu sendiri.
Dalam hal ini, pembangunan infrastruktur dan pembangunan lainnya yang dilakukan oleh pemerintah harus sesuai dengan kebutuhan negara, khususnya masyarakat dan dengan masih mempertimbangkan dan memperhatikan aspek lingkungan.
Dengan seimbangnya proses pembangunan infrastruktur dan diperhatikannya aspek lingkungan, secara tidak langsung pemerintah Indonesia sudah menjalankan salah satu dari sekian banyak tujuan dari Sustainable Development Goals (SDGs) yaitu pada bagian “No One Left Behind” atau “tidak ada yang tertinggal”.
Ketahanan ekonomi dapat berjalan sesuai dengan target yang pemerintah Indonesia rencanakan.
Agar target dan tujuan dari ketahanan ekonomi berjalan dengan baik, terdapat beberapa faktor penting sebagai penunjang tercapainya ketahanan ekonomi yakni dengan cara menjaga kestabilan politik, menjaga kestabilan keuangan negara, menjaga kestabilan sosial dalam hal ini adalah menciptakan lingkungan yang baik dan kondusif bagi pertumbuhan ekonomi.
Meningkatkan kualitas sumber daya manusia, meningkatkan infrastruktur antar wilayah, menentukan kebijakan pemerintah, meningkatkan perdagangan internasional, inovasi dan juga ketahanan lingkungan.
Faktor penting yang telah disebutkan tersebut merupakan tolak ukur dari sebuah negara termasuk dalam negara yang dapat mempertahankan kestabilan ketahanan ekonomi.
Ketika suatu negara tidak dapat mempertahankan kestabilan ketahanan ekonominya dengan baik dan teratur, maka dapat dipastikan negara tersebut mengalami penurunan kepercayaan dari penduduknya maupun negara lain.
Selain itu, dengan tidak stabilnya ketahanan ekonomi yang terjadi, keinginan investasi luar negeri akan mempertimbangkan banyak hal untuk melakukan kerjasama. Dari pada itu, ketidakstabilan ketahanan ekonomi juga dapat meningkatkan pengangguran.
Peningkatan pengangguran yang terjadi juga disebabkan karena kurangnya kualitas sumber daya manusia yang dihasilkan ketika ketahanan ekonomi tidak stabil.
Dengan begitu, penting adanya perencanaan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mempertahankan dan mengantisipasi ketidakstabilan ketahanan ekonomi.
Hal inilah yang di perhatikan oleh Komisi XI DPR RI ketika melakukan RDP bersama dengan BPS pada 31 Agustus 2023 lalu.
Pernyataan yang dikeluarkan oleh Plt. Kepala BPS bukanlah tanpa alasan. Pasalnya, pandemi Covid-19 telah mengganggu stabilitas ekonomi dunia, termasuk Indonesia.
Badan Pusat Statistik menyebutkan bahwa pada saat pandemi Covid-19, Indonesia masuk dalam jurang resesi ekonomi pada kuartal II dan III tahun 2020.
Hal ini ditunjukan dari hasil infografis Berita Resmi Statistik (BRS) yang menunjukan bahwa pertumbuhan ekonomi pada Kuartal II turun menjadi negatif 5,32 persen dan pada kuartal III meningkat sebesar 1,83 persen, tetapi masih berada pada angka negatif.
Pengambilan keputusan yang terjadi pada saat itu merupakan sebuah batu loncatan yang sangat berani, sehingga Indonesia dapat mengatasi dampak sosial ekonomi yang diakibatkan oleh pandemi Covid-19 dan keluar dari jurang resesi.
Keluarnya Indonesia dari jurang resesi akibat dari pandemi Covid-19 bukanlah tanpa usaha yang berarti.
Lahirnya usaha-usaha mikro, kecil dan menengah menciptakan lapangan usaha baru untuk memenuhi kebutuhan merupakan salah satu bentuk usaha yang diberikan pelaku usaha kepada negara yang tanpa disadari terus menjalankan roda perekonomian negara.
Dengan begitu, pelaku usaha mikro, kecil dan menengah tersebut terus mendorong pertumbuhan ekonomi yang berdampak langsung kepada negara pada saat pandemi Covid-19.
Bersamaan dengan lahirnya usaha-usaha mikro, kecil dan menengah yang beragam, pemerintah Indonesia telah mengambil berbagai kebijakan yang berarti, guna pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
Hal ini bertujuan agar usaha-usaha yang lahir dan berkembang pada saat pandemi terus berupaya menciptakan inovasi-inovasi baru dan tidak hilang setelah terjadinya pandemi.
Kebijakan yang diambil guna mempertahankan usaha-usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia tersebut antara lain: Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), Bantuan Sosial, Relaksasi Kebijkan Fiskal, Relaksasi Kebijakan Moneter, Pengingkatan Porsi Kredit UMKM dan Pembiayaan Ultra Mikro (UMi).
Kebijakan yang diberikan oleh pemerintah berusaha memberikan kemudahan bagi pelaku usaha UMKM untuk senantiasa meningkatkan inovasi-inovasi baru, sehingga usaha yang telah dibangun tidak “mati”.
Sebagai salah satu contoh adalah kebijakan peningkatan porsi kredit UMKM. Kebijakan ini memberikan peningkatan porsi dalam hal memberikan kredit kepada pelaku usaha UMKM sebesar 20 persen pada tahun 2022 dan akan dinaikan secara bertahap menjadi 30 persen di tahun 2024.
Dengan memberikan kemudahan seperti ini, pemerintah mengharapkan adanya peningkatan terhadap UMKM di Indonesia.
Menanggapi kebijakan pemerintah dalam hal memberikan kemudahan kepada pelaku usaha mikro, kecil dan menengah.
Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dan didukung oleh Bappenas akan melakukan pendataan lengkap terhadap koperasi dan pelaku-pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (PL-KUMKM) pada tahun 2023-2024.
Merujuk pada peran BPS sebagai pembina data statistik yang tertuang pada Perpres No. 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia, BPS dinilai cukup representatif dalam menyusun pre-list basis data tunggal KUMKM.
Pendataan lengkap KUMKM akan dilaksanakan pada tanggal 15 september sampai dengan 14 oktober 2023.
Cakupan PL-KUMKM yang akan didata adalah seluruh unit usaha/perusahaan di seluruh wilayah Indonesia yang masuk dalam kategori koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah.
Terdapat juga kategori yang tidak tercatat pada kegiatan PL-KUMKM tahun 2023 ini, yakni usaha di bidang pertanian, peternakan dan perikanan.
Hal ini dikarenakan kategori pertanian, peternakan dan juga perikanan merupakan bagian dari pendataan Sensus Pertanian 2023.
Hasil yang akan didapat dari pendataan lengkap koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah (PL-KUMKM) tahun 2023, yakni kontribusi KUMKM terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) pada tingkat nasional dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada tingkat regional, penyerapan tenaga kerja dalam hal mengukut kemiskinan, sumbangan terhadap ekspor yang dapat digunakan dalam mengukur daya saing KUMKM lokal, peran KUMKM terhadap investasi, dan perkembangan rasio kewirausahaan.
Output yang dihasilkan dari PL-KUMKM merupakan bagian dari proses yang diusahakan dalam mempertahankan dan menstabilkan ketahanan ekonomi.