Oleh: Yohanes Mau
Warga NTT, Indonesia. Tinggal di Zimbabwe-Afrika
Realitas kemiskinan ada di mana-mana. Kemiskinan bagai virus yang menular secara globalisasi. Manusia hanyut di dalamnya dan lupa untuk keluar dari garis kemiskinan yang memenjarahkan selama ini.
Saya melihat dan observasi tentang dunia sekitar. Terkhusus di Indonesia dan di Zimbabwe, Afrika. Masih ada orang yang nekat untuk menikah ketika masih dalam situasi miskin.
Itu bagi saya hal paling aneh. Ya, aneh tapi inilah kenyataan. Sehingga benarlah terlantun dalam syair lagu Obbye Messak, “Sungguh aneh tapi nyata.”
Saya melihat bahwa dunia hari ini dipenuhi oleh kemiskinan karena manusia belum sadar akan persoalan klasik ini.
Miskin tapi paksa menikah. Jika masih dirudung oleh kemiskinan maka hal pertama yang dilakukan adalah bekerja, bekerja dan bekerja untuk keluar dari zona miskin itu dan bisa melanjutkan kepada program-program hidup lainnya seperti menikah, melanjutkan misi untuk hidup sukses dan menolong orang lain. Bahkan sedang dilanda miskin tapi paksa diri menikah.
Ini sangat konyol. Padahal tujuan dari menikah itu adalah bahagia tapi dunia hari ini manusia menikah hanya untuk miskin dan terus miskin hingga menggenerasikan kemiskinan secara turun-temurun dari nenek moyang hingga sekarang dan selama-lamanya.
Faktor ini yang memblokir kemajuan hidup manusia di beberapa negara di benua Asia dan Afrika. Termasuk Indonesia dan Zimbabwe. Jika masalah klasik ini tidak diatasi dengan baik maka kemiskinan tidak akan bisa terhapus. Kemiskinan akan abadi selamanya.
Berhadapan dengan realitas suram dunia terkini maka saya menawarkan beberapa gagasan untuk menolong. Pertama, Hindari menikah usia dini. Perkawinan usia dini lazim terjadi di mana-mana.
Paling konkret di Zimbabwe. Kawin usia dini dan tidak memiliki suami yang jelas. Artinya satu perempuan memiliki suami di mana-mana. Anak yang dilahirkan juga memiliki banyak ayah dan ayah-ayah yang tidak pasti.
Persoalan ini mengakibatkan anak-anak terlantar dan tak terurus pendidikan secara baik. Ini adalah kreatifnya dunia terkini dalam menciptakan kemiskinan.
Dunia yang pada mulanya adalah sakral kini dinodai oleh manusia-manusia minus nalar dan gagal paham. Maka untuk keluar dari realitas gelap perkawinan usia dini ini sebaiknya diatasi dengan pengajaran tentang adat dan budaya yang mantap dari tokoh-tokoh masyarakat.
Selanjutnya tokoh-tokoh agama pun memberikan pendampingan yang bisa menolong untuk mengentas kemiskinan. Tidaklah cukup tokoh agama hanya memberi ceramah dan kotbah tanpa tindakan.
Jika hadir hanya untuk aktivitas demikian apalah arti pelayanan seorang tokoh agama? Tokoh masyarakat dan tokoh agama mesti berkaloborasi dalam menolong masyarakat kecil untuk keluar dari kemiskinam yang memenjarahkan selama ini.
Kedua, Pemerintah menetapkan Undang-undang usia perkawinan. Pemerintah memiliki peran penting di dalam hidup berbangsa dan bernegara.
Artinya melihat realitas kemiskinan yang semakin meningkat ini pemerintah mesti menaruh hati dan pikiran untuk menolong masyarakatnya.
Menetapkan Undang-undang tentang usia perkawinan agar bisa mengatasi faktor kelahiran dan mengentas kemiskinan.
Lebih dari itu menetapkan tentang kriteria laki-laki dan perempuan yang hendak menikah seharusnya sudah memiliki modal dasar untuk menjamin kelangsungan hidup keluarga di hari-hari selanjutnya.
Kalau belum memenuhi kriteria ini janganlah membiarkan perkawinan terjadi. Kalau itu pun dibiarkan terjadi maka itu cara lain yang diciptakan masyarakatnya sendiri untuk masuk dalam lubang kemiskinan.
Sudah tahu lubang kemiskinan sedang di depan mata masih saja paksa diri untuk maju dan terperosok.
Ini sebenarnya kebutaan hati dan mata yang tak disadari secara baik oleh generasi manusia terkini. Jika pemerintah tegas dengan persoalan ini secara serius maka saya yakin masalah kemiskinan akan berkurang.
Ketiga, berdoa dan bekerja. Ora et labora. Manusia sering berdoa kepada Tuhan untuk mendapat petunjuk dalam memaknai hidup ini secara baik.
Namun berdoa saja tidak cukup. Berdoa adalah cara untuk hidup lebih baik di dalam bersikap dan bertindak menghadapi realitas dunia ini.
Berdoa yang baik adalah berdoa yang dilandasi dengan kerja tangan. Manusia berdoa mengemis berkat dan kasih Tuhan di pelataranNya untuk hidup baik tapi tanpa kerja tidak akan ada mukjizat.
Sehingga benarlah pepatah Latin klasik, “Ora Et Labora” sangat relevan dari dulu, sekarang hingga selamanya. Aktivitas berdoa dan bekerja mesti berjalan seiring. Tidak bisa hanya mengandalkan doa tanpa kerja.
Jadi berdoa dan bekerja berjalan bersama selaras dan seimbang untuk mengentas kemiskinan. Jika manusia sebagai makluk berpikir mampu berpikir dan menerapkan unsur ini dalam keseharian hidup dengam baik maka saya sangat yakin tidak ada satu manusia di dunia ini yang membiarkan diri masuk di dalam lubang kemiskinan.
Ora Et Labora ada sebagai sarana menolong manusia untuk hidup beradab dan saling memandang yang lain sebagai sesama seciptaan sama-sama menghidupi hidup ini menjadi berguna dalam rotasi waktu tanpa henti.
Demikian ketiga hal penting yang saya tawarkan untuk memblokir kemiskinan yang semakin hari semakin merajalela di tengah dunia fana ini. Jika ketiga hal itu dipraktikkan secara ketat dan serius maka makmurlah hidup manusia.
Tidak ada lagi kemuskinan. Wajah dunia akan berubah menjadi cantik dan indah untuk dipandang. Perkawinan usia dini diblokir, pemerintah menetapkan undang-undang usia perkawinan, dan Ora Et labora menjadi gerbang menuju hidup bahagia, gembira dan makmur.
Kaloborasi ketiga elemen ini dalam hidup dan biarlah hidup ini indah dan bertahan dalam damai hingga keabadian.
Wariskan ini secara turun-temurun maka hidup tak akan perlu diwarnai dengan kemiskinan yang diciptakan oleh gagalnya otak, hati dan pikiran. Mari gunakan otak, hati dan pikiran untuk menata hidup lebih baik dari kemarin-kemarin yang telah pergi.