Oleh: Nova Sariwati
Mahasiswi STIPAS Santu Sirilus Ruteng
Tindakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sangat bertentangan dengan apa yang diajarkan Allah.
Allah menciptakan manusia segambar dan serupa dengan-Nya. Ia memanggil manusia menjadi kenyataan karena cinta kasih-Nya sekaligus untuk mencintai.
Dalam KBBI, kekerasan diartikan sebagai perihal (yang bersifat, berciri) keras; perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain; paksaan.
Sedangkan pengertian rumah tangga dalam KBBI yaitu yang berkenaan dengan urusan dalam rumah (seperti hal belanja rumah); berkenaan dengan keluarga.
Pada dasarnya setiap keluarga ingin membangun keluarga bahagia dan penuh rasa saling mencintai baik secara lahir maupun batin.
Dengan kata lain bahwa setiap keluarga sungguh menghendaki dapat membangun keluarga yang harmoni.
Tetapi, rumusan pengertian haruslah bersifat objektif, dipakai sebagai ukuran bukan perasaan subjektif korban (perempuan) yang dipakai sebagai ukuran.
Bila dipakai ukuran subjektif yang dirasakan korban, maka pengertian kekerasan menjadi kabur, karena setiap subjek mempunyai ukuran yang berbeda.
Kekerasan dalam rumah tangga dapat menimpa siapa saja, baik laki-laki maupun perempuan, dari anak-anak sampai dewasa.
Namun, yang menarik perhatian publik adalah kekerasan yang menimpa kaum perempuan.
Kekerasan dalam rumah tangga ialah kejadian/perkara yang terjadi dalam kehidupan berumah tangga yang menyebabkan kekerasan fisik berupa pemukulan menggunakan benda ataupun bagian anggota tubuh yang menyebabkan luka, dan juga kekerasan psikis yang biasa sering terjadi dipermasalahkan dalam berumah tangga mulai dari hal yang terkecil hingga hal besar.
Kekerasan psikis juga dapat menyebabkan luka batin dan berakibat sakit hati, perubahan emosional, dan terkadang dendam yang dipendam.
Kekerasan dalam rumah tangga yang sering terdengar masyarakat ialah kekerasan yang dilakukan oleh suami kepada istri.
Menurut Kompendium Katekismus Gereja Katolik, artikel 477, kekerasan merupakan salah bentuk kejahatan moral yang bertentangan dengan hormat atas keutuhan tubuh pribadi manusia.
Menjelaskan bahwa, ada beberapa faktor yang memicu terjadinya kekerasan dalam rumah tangga yaitu: faktor psikologis, dukungan emosional seperti kasih sayang baik dari isteri maupun perempuan kurang.
Kasih sayang penting dalam keluarga, jadi jika kasih sayang tidak didapat dalam sebuah hubungan maka cenderung akan terjadi kekerasan dalam rumah tangga.
Faktor ekonomi, jika pengeluaran dengan pendapatan dalam keluarga tidak seimbang maka kecenderungan KDRT akan terjadi, tidak saling terbuka dan saling jujur dalam rumah tangga baik antara suami dan istri.
Kekerasan dalam rumah tangga sekarang banyak yang disebabkan karena permainan judi yang dimulai dari main kartu sampai judi online yang bisa menghabiskan banyak uang.
Namun keperluan dalam rumah tangga adalah uang, kerana uang adalah kebutuhan untuk menunjang kehidupan, sangtlah memperihatian jika ekonomi dalam rumah tangga tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup.
Dari hal ini juga kekerasan dalam rumah tangga itu terjadi, didukung dengan pasangan yang sering melakukan perjudian, ataupun mabuk-mabukan. Tentu hal ini juga akan menjadi percecokan antara pasangan suami istri.
Judi merupakan salah satu bentuk penyipanagan sosial. Menurut KBBI, judi adalah permaianan dengan memakai uang atau barang berharga sebagai taruhan.
Salah satu dampak negatif dari judi adalah membuat seorang menjadi semakin miskin.
Banyak orang yang melakukan perjudian dengan tujuan supaya kaya, namun pada kenyataannya, namun banyak orang yang menjadi miskin karena perjudian.
Upaya gereja dalam mendampingi keluarga atau pun perempuan yang menjadi korban kekerasan sangatlah penting.
Menurut Paus Fransiskus dalam Amoris Laetitia, pendampingan yang dapat dilakukan untuk menolong kaum perempuan yang menjadi korban kekerasan yaitu dengan mengadakan kegiatan rohani yaitu katekese, rekoleksi, sharing rohani dan materi-materi untuk memperdalam kembali pemahaman umat tentang cinta kasih dalam berumah tangga serta menyediakan tempat bagi mereka yang membutuhkan.
Gereja harus mendampingi perempuan dan anak yang mengalami kekerasan, dan mereka harus diingatkan bahwa Allah mengasihi mereka.