Oleh: Bernandia Gisella Quintavalle
Anggota kelompok Tulis PIJAR ASAKU SMAS St. Klaus Kuwu
Perkembangan dunia yang makin pesat saat ini membuat generasi makin menjauh dari akar budaya. Generasi sekarang sangat berbeda dengan generasi sebelumnya.
Akibat perkembangan teknologi dan budaya asing yang masuk, membuat generasi muda semakin kurang peduli dan kurang mencintai budayanya sendiri.
Salah satu ciri dari hal tersebut adalah minat orang muda yang sangat tinggi pada konsumsi pangan instan dari pada pangan lokal.
Tidak sulit untuk mengecek kebenaran dari pernyataan di atas. Di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), tempat penulis berasal, angka konsumsi pangan lokal semakin rendah.
Menariknya, rendahnya minat pada pangan lokal ini justru terjadi pada orang muda, generasi masa depan bangsa dan negara.
Dosen Fakultas Pertanian Universitas Nusa Cendana-Kupang, Prof Nyoman Mahayasa pada Sabtu (7/10/2023) mengatakan bahwa hampir semua orang muda NTT kelahiran tahun 1990 ke atas tidak suka lagi makan pangan lokal selain beras.
“Mereka hanya bisa mengonsumsi nasi dan makanan instan siap saji seperti seperti mi,” ungkapnya.
Mungkin sebagian besar orang menganggap ini sebagai masalah sepele. Namun untuk penulis, mendorong orang muda untuk mencintai pangan lokal tidak saja terutama untuk gagah-gagahan agar terlihat cinta budaya.
Dengan mendekatkan diri dengan pangan lokal sebagai salah satu bagian penting dari kebudayaan, ada banyak nilai serta keuntungan yang dapat kita petik di sana, terutama bagi masa depan orang muda di Indonesia.
Pertama-tama, konsumsi pangan lokal sangat baik bagi kesehatan orang muda. Konsumsi makanan instan yang berlebihan akan sangat berdampak buruk pada kesehatan.
Dari sudut pandang kesehatan tentu ini sangat tidak baik bagi orang muda, yang notabene mereka adalah tiang penyangga masa depan negara ini.
Dengan demikian, orang muda bangsa ini harus memiliki kondisi fisik bugar serta jiwa yang sehat sebagai modal untuk memajukan dan menggapai asa bangsa dan negara ini.
Dalam pengamatan sederhana penulis, orang muda sekarang cenderung mengutamakan rasa dan kuantitas dibandingkan nilai gizi atau kualitas dari makanan.
Tanpa disadari, konsumsi makanan instan yang banyak mengandung bahan kimia secara terus menerus yang sering kita beli di warung dan kios terdekat, akan membawa dampak buruk terhadap kesehatan kita sebagai orang muda.
Banyak sumber mengatakan bahwa makanan siap saji banyak mengandung zat-zat berbahaya, antara lain pengawet formalin, zat pewarna serta pemanis buatan. Sementara itu, pangan lokal mengandung berbagai nutrisi yang sangat kaya bagi kesehatan tubuh.
Padahal, jika kita memiliki banyak pengetahuan, ide serta keterampilan tentang pengelolaan bahan lokal, kita dapat mengonsumsi bahan makanan yang bernilai gizi tinggi dan tentunya tidak merusak kesehatan dan pengelolaannya secara tradisional yang juga pastinya tidak akan mengganggu kesehatan manusia.
Anak muda mestinya berpikir kreatif dan inovatif dan maju serta bisa membaca peluang usaha dan merevitalisasikan kembali pengelolaan bahan lokal untuk menjadi makanan yang lezat, bernilai gizi tinggi dan dapat diterima oleh masyarakat luas.
Kedua, dengan mengonsumsi pangan lokal, generasi muda turut serta dalam upaya merawat ibu bumi yang sekarang ini tengah mengalami banyak masalah serius akibat bencana lingkungan.
Kemasan makanan-makanan atau minuman-minuman instan yang banyak dikonsumsi orang muda misalnya telah menyebabkan sampah yang berserakan di mana-mana. Sangat tidak sulit untuk mengecek hal ini.
Di kota Ruteng, Kabupaten Manggarai-NTT misalnya, penulis menemukan begitu banyak sampah yang berserakan di banyak tempat, dan sebagian dari sampah tersebut merupakan bungkusan makanan instan.
Sebab itu, puasa makan mi instan dan diganti dengan sayur lokal misalnya tentu orang muda secara tidak langsung terlibat dalam menyelamatkan alam dari wabah sampah.
Ketiga, dengan perkembangan dunia sekarang ini, ada peluang ekonomi yang bisa didapatkan orang muda dengan pengembangan pangan lokal.
Ini tentu menjadi peluang ekonomi bagi generasi muda Indonesia, di tengah makin tingginya akan pengangguran dan terbatasnya lapangan kerja.
Sekarang ini kaum muda dihadapkan dengan terbuka lebarnya dunia usaha atau bisnis yang semakin maju.
Contohnya kaum muda memiliki peluang yang besar membuka usaha atau bisnis menjual makanan ringan seperti kue yang berbahan dasar pangan lokal.
Selain terlibat dalam menyediakan pangan yang sehat bagi masyarakat, ini menjadi peluang bisnis tersendiri bagi orang muda.
Rendahnya rasa cinta terhadap budaya lokal, salah satunya keengganan orang muda untuk konsumsi pangan lokal tidak boleh dianggap sebagai hal biasa. Ini masalah serius yang perlu mendapat penanganan banyak pihak.
Apalagi kasus ini marak terjadi di kalangan orang muda yang semestinya memiliki tanggung jawab untuk dapat mempromosikan budaya lokal.
Perkembangan budaya modern sekarang ini seperti perkembangan media komunikasi yang makin canggih tidak boleh membuat orang muda makin jauh dari budaya lokal.
Menurut penulis ini justru menjadi berkah, salah satunya kita bisa memanfaatkan media komunikasi tersebut untuk mempromosikan pentingnya mengonsumsi pangan lokal sebagai pangan yang sehat sekaligus mengenalkan produk-produk lokal dalam negeri agar bisa dikenal baik di skala lokal maupun internasional.