Kupang, Vox NTT- Keluarga Almarhum Roy Herman Bolle Amalo alias oy Bolle mengadukan hakim yang mengadili kasus penyerangan dan pembunuhan di depan kampus UKAW Kupang dengan tersangka Marten Konay Cs.
Aduan tersebut dilayangkan pihak keluarga setelah Ketua Majelis Hakim, Florence Katarina menyebut korban merupakan bagian dari kelompok preman yang terlibat dalam perseteruan di tempat kejadian.
Tim kuasa hukum keluarga almarhum Roy Bolle, Dicky Ndun menyebut pernyataan tersebut nyatanya tidak sesuai dengan keseharian almarhum. Pernyataan hakim pun dinilainya telah menyakiti hati keluarga almarhum Roy Bolle.
“Karena sebagai keluarga, mereka lebih mengetahui perjalanan hidup, keseharian, pekerjaan dan kebiasaan almarhum dan apa yang disampaikan hakim itu bertolak belakang,” jelasnya, Jumat (16/02/2024).
Dia menambahkan, korban Roy Bolle juga tidak pernah terlibat dalam bentuk premanisme apapun.
Terkait hal tersebut, lanjut Dicky, pihak keluarga almarhum Roy Bolle telah mengadukan hakim kepada Komisi Yudisial dan pengawas majelis hakim.
Dia berharap ketua majelis hakim bisa memberikan penjelasan atau klarifikasi atas pernyataan yang tak seharusnya diucapkan hakim dalam persidangan itu.
Sidang kasus meninggalnya Roy Bolle akan kembali berlanjut pada Senin, 19 Februari 2024, dengan agenda sidang pemeriksaan saksi, namun pemeriksaan saksi kali ini akan berbeda.
Paul Bethan yang merupakan kuasa hukum keluarga almarhum Roy Bolle akan dihadirkan sebagai saksi dalam kasus ini. Paul hadir sebagai saksi atas permintaan kuasa hukum para tersangka.
Diketahui, Paul Bethan berada di lokasi kejadian bersama korban saat peristiwa terjadi pada 15 September 2023. Selama kasus ini bergulir sejak awal, Paul Bethan tak pernah diperiksa oleh penyidik Polres Kupang Kota.
Terkait dengan sidang lanjutan pada Senin nanti, Dicky menegaskan keluarga akan tetap terus mengawal jalannya persidangan.
“Karena seperti yang dilihat sidang beberapa waktu lalu ada isu-isu liar yang terkesan menyudutkan korban itu sendiri. Jadi mengawal akan menjadi agenda tetap di setiap jadwal sidang,” pungkasnya.
Sementara itu, Koordinator Komisi Yudisial NTT, Hendrikus Ara Lamarian, mengatakan, Komisi Yudisial sesuai kode etik dilarang mempublikasikan siapa yang melaporkan siapa.
“Kecuali agenda sidang Majelis Kehormatan Hakim, itu terbuka,” kata Hendrikus singkat.
Penulis: Ronis Natom