Ruteng, Vox NTT- Langkah Bupati Manggarai Herybertus G. L. Nabit yang secara terbuka menyampaikan niat untuk melakukan pemecatan terhadap ratusan nakes yang melakukan aksi protes menuntut perpanjangan SPK menuai komentar dan kecaman anggota DPRD Edison Rihimone.
Tidak hanya karena penyampaian itu, komentar pedas juga disampaikan kepada Bupati Nabit usai melihat langkah pemberhentian 20 Nakes berstatus tenaga sukarela murni di RS Pratama Reo Kecamatan Reok oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Manggarai drg. Bartolomeus Hermopan.
Menurut Rihimone, aksi Bupati Nabit menunjukan sifat arogansi penguasa terlalu barbar.
“Hari ini saya membaca bahwa Nabit memberhentikan nakes sukarela murni, itu arogansi penguasa yang terlalu bar-bar, hanya karena orang memperjuangkan nasibnya, dia datang bertemu dengan pemerintah tetapi pemerintah tidak pernah bertemu dengan dia, dan mereka datang ke DPRD dianggap salah oleh Hery Nabit,” tegas Rihimone pada Selasa, (19/03/2024) malam.
Terhadap sikap Nabit yang demikian, Rihimone menyampaikan secara tegas bahwa ia sebagai anggota DPRD Manggarai yang telah dipercayakan rakyat akan melakukan perlawanan terhadap sikap pemerintah yang tidak akomodatif.
“Saya punya kapasitas untuk melakukan perlawanan di ruang paripurna. Karena apa yang dilakukan Hery Nabit mengangkangi pemerintah dan arogan di dalam menjalankan tugas dan fungsinya,” tegasnya.
“Fungsi pelayanan mengayomi, melindungi sudah hilang. Yang ada malah siapapun yang melakukan demonstrasi dan protes memperjuangkan nasibnya dianggap salah di mata dia. Dan menurut saya tidak elok pemimpin kaya gini. Dan saya pasti lawan,” tambah politisi Hanura Manggarai itu.
Bupati Nabit Tidak Bisa Diandalkan
Sebagai anggota DPRD Manggarai yang turut berjuang memenangkan Hery Nabit menjadi bupati Manggarai pada pilkada 2020 lalu, Rihimone mengungkapkan kekecewaannya lantaran dinilai tidak mampu mewujudkan perubahan sesuai harapan masyarakat Manggarai.
“Saya awalnya dulu berharap betul bahwa di bawah kepemimpinan Pak Hery Nabit terjadi akseleraei perubahan yang luar biasa. Ternyata di dalam perjalanan saya melihat justru jauh dari panggangan api. Apa yang mereka omong tentang jargon perubahan seperti ‘tela galang peang kete api one’ itu tidak terwujud,” tegasnya.
“Mereka katakan bahwa bertepatan dengan itu terjadi Covid. Kita sepakat karena dia tahun kita urus Covid. Tetapi setelahnya seluruh rakyat Manggarai sepakat untuk membayar itu semua dengan pinjaman sebanyak 110 M. Tetapi apa yang terjadi? Ternyata tidak ada hal yang luar biasa,” tambahnya.
Tidak berhenti di situ, komunikasi dengan pemerintah pusat selama Hery Nabit memimpin juga kacau. Padahal, presiden dan beberapa mentri strategis berasal dari gerbong yang sama dengan Hery Nabit yakni PDIP.
“Terkait komunikasi dengan pusat. Harapan kita bahwa bupati yang berasal dari partai PDIP dan Presiden yang juga PDIP akan gampang melakukan komunikasi dengan pemerintah pusat, tetapi faktanya dari tahun ke tahun tidak ada. Terjadi pola komunikasi yang kurang bagus,” ujarnya.
Hal lain yang mengantar Rihimone menyampaikan ketidakpercayaan terhadap Nabit lantaran ia sama sekali tidak mendengarkan aspirasi masyarakat Manggarai yang selama ini melakukan aksi protes terhadap kebijakan pemerintah.
“Saya punya harapan besar selama ini bahwa ketika ada masyarakat yang melakukan aksi demo, Hery Nabit meluangkan waktu untuk bertemu. Saya memantau beberapa kali terjadi demonstrasi Hery Nabit tidak pernah bertemu,” tutupnya.
Penulis: Igen Padur