Labuan Bajo, Vox NTT- Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) menggelar webinar dengan tema “Outlook Kepariwisataan sebagai New Economy Labuan Bajo Flores-NTT”, Rabu (27/3/2024).
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno dalam sambutannya berharap agar melalui pemahaman pariwisata sebagai sektor new economy dapat menjawab tantangan dan peluang ke depan.
“Sektor new economy belakangan menjadi topik yang hangat dibicarakan sebagai periode transformasi dari ekonomi berbasis manufaktur, menuju ekonomi berbasis jasa seperti tourism dan hospitality,” kata Sandi.
Ia juga berharap melalui kegiatan webinar ini, dapat menambah wawasan tentang sektor new economy, dan membawa perubahan pada lanskap bisnis Indonesia, karena berdampak pada perekonomian daerah.
“Serta Badan Otorita dan Kemenparekraf dapat terus menjadi mitra bersama untuk mengembangkan kepariwisataan di wilayah Floratama, NTT secara khusus dan Indonesia secara umum,” sambung Sandi.
Senada, Penjabat Gubernur Nusa Tenggara Timur Ayodhia G.L Kalake mengatakan sektor pariwisata sebagai salah satu sektor unggulan di NTT telah memberi dampak yang signifikan terhadap perekonomian daerah.
Pariwisata telah menjadi industri yang memberikan kontribusi besar dalam pertumbuhan ekonomi secara cepat dengan berbagai aspek yaitu kesempatan kerja dan peningkatan taraf hidup melalui sektor usaha ekonomi kreatif dan pariwisata.
“Dengan ditetapkannya pariwisata sebagai sektor unggulan dalam pembangunan bangsa memberikan dampak yang besar terhadap pembangunan sektor pariwisata di NTT,” jelas Ayodhia.
Diketahui, webinar tersebut menghadirkan emoat narasumber. Keempatnya yakni Redaktur Senior Kompas Rikar Bagun, Anggota Komisi X DPR RI Andreas Hugo Pareira, Peneliti dan Sosiolog FISIP UI Francisia Ery Seda, dan Dirut BPOLBF sekaligus Staf Ahli Menteri Bidang Pembangunan Berkelanjutan dan Konservasi Kemenparekraf Frans Teguh.
Webinar ini juga dimoderatori Ignas Iryanto Djou dan diikuti oleh 99 peserta dan sebanyak 50,6% berasal dari NTT dan 49,4% berasal dari luar NTT (Bima, Bali, Pulau Jawa, Jakarta, Kalimantan, dan Papua).
Dalam materinya, Rikard Bagun menjelaskan, pariwisata merupakan topik yang dibicarakan semua orang di semua negara. Kata dia, sebagai salah satu Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP), Labuan Bajo perlu melihat tantangan itu sebagai peluang.
“Ini adalah tantangan bagi kita tetapi juga peluang yang begitu lebar. Target kunjungan ke Indonesia di tahun 2030 adalah sebesar 1.8 miliar wisatawan, kita harapkan agar angka ini juga terdistribusi ke Labuan Bajo, Flores, NTT, Di sisi lain kita juga harus siap, tidak hanya pemerintahnya saja, pelaku industrinya saja, tetapi juga masyarakatnya,” katanya.
Untuk menangkap peluang dan menghadapi tantangan tersebut, Francisia Ery Seda menjelaskan telah terjadi transformasi sosial budaya yang mana pariwisata hadir dengan membawa dua dampak sekaligus baik negatif maupun positif.
Menurutnya, strategi yang dapat dilakukan adalah melalui Kebijakan Pemerintah yang inklusif dan transformatif guna mendukung Komunitas Lokal sehingga mampu untuk mengembangkan jati diri walaupun langsung bertemu dengan budaya asing melalui pengembangan industri pariwisata
“Perlu adanya strategi pembangunan pariwisata yang memberikan prioritas pada komunitas lokal, dalam arti memberikan tindakan afirmatif sehingga komunitas lokal dapat bersaing secara sehat dengan kaum migran pendatang dari luar Labuan Bajo,” jelas Dosen Studi Pembangunan Departemen Sosiologi FISIP UI tersebut.
Pengembangan DPSP Labuan Bajo yang terintegrasi dan berdampak untuk Flores dan NTT secara keseluruhan membutukan orkestrasi ekosistem kepariwisataan dari semua unsur di dalamnya.
Frans Teguh dalam paparannya menjelaskan, terdapat empat isu utama dalam pengembangan pariwisata di Labuan Bajo yaitu keterpaduan infrastruktur berkelanjutan, SDM dan kontribusi lokal, penyediaan komoditas lokal penunjang pariwisata, dan peningkatan kapasitas destinasi.
Semuanya memerlukan kolaborasi dan kolaboraksi yang sinergis di antara pemangku kepentingan untuk dapat keluar dari empat isu kritis tersebut.
Saat ini BPOLBF, kata dia, telah mengadakan dan merencanakan beberapa program yakni orkestrasi tata kelola pariwisata di Labuan Bajo melalui forum-forum stakeholder, forum tata kelola, pembentukan sistem terpadu pintu masuk Taman Nasional Komodo sebagai world heritage site dan cagar biosfer, tourism information center Labuan Bajo Flores, forum dengan lembaga internasional/LSM, forum GM Hotel, dan forum dengan asosiasi/komunitas.
“Melalui program ini diharapkan ada integrasi antarlembaga dalam menjalanakan peran dan fungsinya sehingga bisa memberi dampak pada ekonomi dan sosial kita. Mari jadikan sektor ini menjadi peluang ke depan,” ajak Frans.
Melengkapi dari perspektif berbeda, narasumber lainnya, Andreas Hugo Pareira memberikan prespektif politik dalam pembangunan kepariwisataan.
Dari segi politik, selain menjalankan fungsi pengawasan, pihaknya di DPR RI juga berperan sebagai mediator yang mempertemukan kepentingan pemerintah pusat dengan daerah.
“Selama ini prosesnya telah berlangsung secara kontinu terutama dalam meningkatkan kapasitas SDM bukan hanya di DPSP saja tetapi juga daerah-daerah lain di sekitarnya,” tegas Andre.
Ni Wayan Giri Adnyani Sekretaris Utama Meparekraf juga menjelaskan, pariwisata sebagai new economy dapat maksimal dirasakan apabila keterlibatan masyarakat lokal melalui komunitas-komunitas juga terlibat secara aktif.
Dengan meningkatnya aktivitas perjalanan wisatawan yang berkunjung ke berbagai destinasi wisata di Indonesia, kata dia, mendorong juga berkembangnya industri kreatif dimana banyak melibatkan masyarakat atau komunitas lokal.
“Pemberdayaan masyarakat lokal melalui kepentingan pariwisata menjadi jalan yang membuka kesempatan kerja lebih luas bagi masyarakat untuk turut mengembangkan destinasi wisata, penciptaan produk ekraf, pelestarian budaya dan lingkungan,” tutupnya. [VoN]