Oleh: Febrian Mulyadi Angsemin
Frater Pendamping Asrama SMP St. Klaus Kuwu
Jumat Agung merupakan salah satu perayaan penting dalam tradisi agama Kristen. Jumat Agung jatuh pada hari Jumat sebelum Minggu Paskah, dan merupakan hari yang dipandang sangat sakral bagi umat Katolik dan beberapa aliran Kristen lainnya. Umat Kristen mengenang penyaliban dan kematian Yesus Kristus.
Pengorbanan diri Yesus demi kepentingan umum dan mau menyelamatkan dosa umat manusia. Yesus tak pernah mengeluh dengan banyak cobaan yang diterimanya tetapi Dia berharap agar manusia bisa berubah.
Apabila manusia menyadari akan penderitaan Yesus sesungguhnya maka berusahalah untuk memaknai salib Kristus.
Kita sebagai makhluk ciptaan Tuhan mesti menghayati secara sungguh-sungguh tentang kesengsaraan Yesus yang disalib. Jumat Agung sebagai puncak keakraban Yesus bersama murid-murid-Nya, sejak perjanjian bersama pada malam kamis putih, Dia pun melayani para murid itu dengan membasuh kaki dan makan malam bersama.
Sesungguhnya hal ini menjadi contoh bagi kehidupan manusia, mengajak kita untuk saling membasuh, saling mencintai, menghormati satu sama lain tanpa memandang suku, ras, agama, dan lain-lain.
Pengorbanan Yesus sesungguhnya bahwa Dia sangat mencintai manusia, tidak mau bahwa manusia itu harus menderita, sehingga Dia pun rela menyerahkan diri-Nya untuk disalibkan di gunung Kalvari.
Kesengsaraan Yesus merupakan bentuk kesaksian diri-Nya terhadap kaum yang sungguh tak percaya bahwa Dia adalah anak Allah.
“Apakah engkau anak Allah” sebuah pertanyaan yang merujuk pada keyakinan Yesus sebagai Mesias. Pertama, Yesus, Anak Allah: pengakuan bahwa Yesus adalah anak Allah berarti mengakui misi dan hakikat Ilahi-Nya.
Meskipun Yesus lahir dalam rupa manusia namun kemahakuasaan dan kemahatahuan Yesus tentang hati dan keberadaan manusia dan tentang hal-hal yang tersembunyi membuat Natanael sadar kalau Kristus bukan manusia biasa melainkan Anak Allah.
Yesus adalah Anak Allah yang diutus Allah ke dalam dunia untuk menyelamatkan umat-Nya dari dosa (Yoh. 3:16-17).
Yesus melakukan pekerjaan Allah di dalam dunia (Yoh. 10:34-36) dan Dia bersatu dengan Allah (17:1, 22).
Kedua, Yesus adalah Raja: Natanael juga mengakui Yesus adalah orang Israel. Raja yang telah lama dinanti-nantikan untuk membebaskan mereka dari perbudakan.
Yesus menyatakan diri-Nya bahwa Ia adalah Raja Israel yang bukan untuk membebaskan Israel dari penjajahan tetapi akan membebaskan Israel dan setiap orang yang percaya kepada-Nya dari perbudakan dosa, perbudakan yang lebih besar kuasanya dari kerajaan dan yang menguasai setiap manusia.
Seorang Raja Israel yang mati di salib untuk menebus dosa manusia. Ketika Pilatus berusaha membebaskan Yesus, pemimpin-pemimpin agama bangsa Yahudi berkata kepada Pilatus: “Jikalau engkau membebaskan Dia, engkau bukanlah sahabat Kaisar. Setiap orang yang menganggap dirinya sebagai raja, ia melawan Kaisar.” (Yoh 19:12).
Jadi memang Yesus menyatakan diri-Nya sebagai Raja meskipun tidak secara eksplisit. Namun, Ia menyatakan hal itu secara nyata melalui hidupnya.
Misalnya, ketika akhirnya Yesus diolok-olok dan diberi mahkota duri para tentara itu menyembah dan berkata “salam, hai Raja orang Yahudi.” (Yoh 19:3).
Ketika Yesus dipaku di atas kayu salib, pemimpin-pemimpin Israel juga mengolok-olok Dia berkata “Ia Raja Israel? Baiklah Ia turun dari salib itu dan kami akan percaya kepada-Nya.” (Mat 27:42).
Ini adalah ironi dari salib: Yesus Kristus yang diolok-olok sebagai raja sesungguhnya Dialah Raja di atas segala raja. Dialah Raja yang mati menebus dosa kita.
Rasul Paulus menulis surat kepada jemaat di Roma dengan menjelaskan kedudukan atau status keberadaan manusia di hadapan Allah.
Dalam Roma 3: 23, Rasul Paulus menyatakan bahwa semua orang telah berbuat dosa, dan telah kehilangan kemuliaan Allah. Ini maksudnya agar setiap orang sadar bahwa manusia sejak jatuh dalam dosa, dinyatakan sebagai orang yang tidak benar atau orang yang bersalah dan akan mendapat hukuman dari Allah.
Pengorbanan merupakan suatu pemberian yang didasarkan atas kesadaran moral, yang tulus ikhlas, tanpa pamrih dan tanpa ada perjanjian. Pengorbanan merupakan akibat dari sebuah pengabdian. Pengorbanan didasarkan atas “Kasih Allah Kepada Manusia” (Yoh 3: 16).
Rasul Paulus menjelaskan “Pengorbanan sebagaimana dimaksud adalah Suatu penderitaan yang dilakukan oleh Yesus Kristus sampai kematiannya dikayu salib karena menanggung dosa-dosa dunia yang didasarkan pada kasih Allah kepada manusia.
Selanjutnya pada ayat 24, Rasul Paulus menjelaskan tentang dampak dari sebuah pengorbanan. Pengorbanan Tuhan Yesus bukanlah suatu perbuatan yang sia-sia, melainkan berdampak terjadinya perubahan status dalam kehidupan manusia.
Yaitu, manusia yang tidak benar atau bersalah, telah dibenarkan melalui iman kepada penebusan Tuhan Yesus dikayu salib. Rasul Paulus menyimpulkan dalam suratnya bahwa keselamatan itu hanya diperoleh melalui kasih karunia, yaitu melalui iman kepada penebusan dalam Kristus Yesus.
Pengorbanan Tuhan kepada manusia dapat dibuktikan melalui peristiwa Paskah.
Paskah adalah peristiwa di mana Tuhan Yesus yang suci, kudus, dan tidak bercela harus disalibkan, masuk ke dalam lembah kematian, dan bangkit pada hari yang ketiga untuk membebaskan kita semua dari belenggu dosa.
Paskah bukan hanya sekadar perayaan, tetapi Paskah adalah momen bersejarah bagi umat Kristiani karena telah dibebaskan dari belenggu dosa melalui penyaliban Kristus.
Paskah pasti berkaitan erat dengan “salib”. Sebenarnya apa arti dari lambang salib? Salib bukan hanya sebuah lambang yang sering dipajang saat peristiwa Paskah, melainkan salib adalah identitas seorang Katolik karena salib adalah bukti keselamatan kekal dari Tuhan.
Selain sebagai identitas Kristen dan bukti dari keselamatan, salib juga sebagai lambang penebusan semua orang dari belenggu dosa yang mengikat.
Kebangkitan Tuhan Yesus pasti memiliki dampak berharga bagi diri kita.
Dampak dari pengorbanan Kristus antara lain: 1) Kita telah mengalami pembaharuan dasar kebenaran dan iman (dari semula pribadi berdosa menjadi pribadi yang baru dan bersih), 2) Kita telah dibebaskan dari belenggu dosa dan dimenangkan dalam Yesus Kristus, dan 3) Hidup kita bukan lagi dari kita, melainkan hidup kita adalah dari tangan kuasa Tuhan.
Melalui pengorbanan sejati Tuhan Yesus di kayu salib, kita telah dimenangkan dan memperoleh keselamatan kekal.
Maka dengan ini kita mesti sadar akan pengorbanan diri Yesus, sebab cinta-Nya begitu besar bagi umat manusia. Melalui peristiwa paskah ini, sesungguhnya mengajak untuk membaharui pola hidup kita yang sering kali tanpa kita sadar untuk melakukan hal-hal yang tidak menghargai sesama dan Tuhan itu sendiri.
Kita manusia sebagai makhluk yang lemah, mesti berpaut pada Kristus itu sendiri, menyerahkan diri dihadapkan-Nya untuk mengungkapkan perasaan kesalahan terhadap alam ataupun sesama manusia.
Untuk memahami arti dan tujuan kematian Yesus, kita harus merujuk pada penderitaan Mesias dalam Yesaya 53. Di sini, kita melihat bahwa Mesias “menyerahkan diri-Nya sebagai korban penebus salah” (Yesaya 53:10).
Ia mengorbankan diri-Nya. Ia menjadi penanggung dosa. Kita juga melihat bahwa kematian-Nya adalah kematian pengganti, satu kematian yang menggantikan kematian banyak orang. Ia tidak mati demi dosa-Nya sendiri, tetapi demi dosa orang lain. Yesaya mengatakan,
“Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, Dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, diremukkan oleh karena kejahatan kita Tuhan telah menimpakan kepada-Nya kejahatan kita sekalian kejahatan kita mengakibatkan Dia pikul.” (Yesaya 53:4-6,11)
Dari hal itu, kita bisa simpulkan bahwa Perjanjian Lama jelas-jelas menunjuk pada perlunya pengorbanan agung demi dosa, karena pengorbanan dalam Perjanjian Lama tidak akan pernah dapat menebus dosa kita.
Perjanjian Lama juga mengatakan tentang Pribadi yang akan memberikan pengorbanan agung dan penebusan itu sekali dan untuk selamanya dengan kematian-Nya.
Yesus Kristus, yang “menggantikan kita sebagai persembahan dan korban kepada Allah” (Efesus 5:2). Adalah Dia yang “memikul dosa kita dalam tubuh-Nya di kayu salib” (1 Petrus 2:24), mendamaikan kita dengan Allah “melalui darah-Nya di kayu salib” (Kolose 1:20).
Makna Penyaliban Yesus dalam Terang Kebangkitan.
Dalam injil Yohanes 11:1-12:50 diceritakan secara gamblang bagaimana Yesus memberikan kehidupan dan menerima kematian (Bdk. Raymond E. Brown, Joseph a. Fitsmyer, Rolalnd E. Murphy 1993:969).
Penyaliban Yesus adalah bukti cinta kasih Tuhan yang sangat besar kepada umat manusia. Melalui peristiwa penyaliban Yesus, umat Katolik tidak akan tinggal sendirian, tetapi akan mengalami kesatuan secara baru dengan Yesus dan Bapa di surga (Bdk. Yoh 12:24).
Pengorbanan Yesus di kayu salib merupakan wujud kepedulian Tuhan, manifestasi bela rasa dan solidaritas tuntas bagi keselamatan umat manusia.
Di situ umat Katolik dipanggil untuk tidak terlalu gagap dan panik berlebihan ketika harus menghadapi ketidakpastian dan kecemasan.
Penyaliban Yesus dalam terang iman akan kebangkitan, menegaskan pentingnya makna keteguhan sikap iman. Berani terus bertahan melakukan perjuangan mengatasi penderitaan, serta mengandalkan kuasa Tuhan dalam mencari solusi-solusi atas masalah-masalah kehidupan.
Hal itu hanya mungkin apabila umat Katolik menghayati suka-duka dan penderitaan dalam dinamika misteri penyaliban Yesus dan kebangkitan.
Yesus mati melalui peristiwa penyaliban. Melalui darah, penderitaan dan kematian-Nya, salib menjadi alat penebusan (Bdk. Xavier Leon-dufour 1992:102).
Misteri kebangkitan dibalik penyaliban Yesus oleh karenanya memberikan tuntunan sikap iman dan rahmat kekuatan Ilahi, khususnya pada saat-saat sulit seperti yang dialami sekarang ini: umat Katolik, Gereja dan masyarakat dunia menghadapi situasi krisis ekonomi dan, bahkan sulit untuk mencari ladang pekerjaan bagi anak-anak muda.
Umat Katolik juga menjadi bagian kecemasan atas krisis ekonomi tersebut. Di samping itu kitapun berhadapan dengan rasa ketidakberdayaan ketika orang-orang yang kita kenal ataupun tidak kita kenal secara dekat, melihat penderitaan yang dialaminya situ kita akan berbela rasa, ikut berduka bersama dan tumpuan harapan kita adalah doa menjadi ungkapan rutinitas kita setiap hari, memberikan kebaikan/pelayanan sebagai bentuk ungkapan iman kita terhadap orang lain dan bersama-sama mengikuti Yesus memanggul salib suka duka bersama masyarakat, dan umat Katolik dituntun makin dewasa menjadi saksi iman akan kebangkitan dan pewarta wujud nyata rahmat penebusan.
OApa pun yang terjadi, Gereja dan umat Katolik terus hidup dalam iman, mengandalkan Tuhan yang terus berkarya melalui makna misteri Penyaliban Yesus dan kebangkitan Tuhan.