Oleh: Vayan Yanuarius
Alumnus IFTK Ledalero-Tinggal di Labuan Bajo
Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) presiden dan wakil presiden terus berlangsung hingga saat ini di Mahkamah Konstitusi (MK).
Sidang ini dilakukan atas dasar fakta yang menunjukan bahwa pemilihan umum (Pemilu) Presiden dan wakil presiden mengandung unsur kecurangan dan keterlibatan pemerintah dalam mendukung pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden tertentu.
Al-hasilnya, paslon yang didukung oleh pemerintah dalam hal ini presiden Joko Widodo menang dalam kontestasi politik 2024.
Dua alasan di atas menjadi dasar gugatan kedua paslon Anies-Amin dan Ganjar Mahfud di MK.
Menurut kedua paslon di atas, bahwa kemenangan paslon 02 dalam kontestasi politik 2024 tidak lebih dari intervensi pemerintah terhadap proses pemilu.
De facto menunjukan bahwa pemerintah mengintervensi Lembaga MK dengan cara mengubah Undang-Undang tentang batas usia calon presiden dan wakil presiden agar putra sulung Jokowi bisa lolos menjadi wakil presiden Prabowo.
Berdasarkan fakta ini, ketua MK di pecat. Narasi telah melanggar kode etik MK menjadi alasan utama ketua MK di pecat.
Faktar kedua yang ditemukan dalam proses pemilihan presiden ialah pemerintah tidak netral dalam proses pemilihan presiden dan wakil presiden.
Pemerintah hanya mengangkat paslon 02 menjadi anak emas dalam kontestasi politik dan menjadikan anak tiri bagi paslon 01 dan 03.
Muara dari ketidaknetralan pemerintah itu terepresentasi dalam kebijakan bantuan social (bansos) yang dapat meningkatkan elektabilitas paslon jagoan pemerinta dan ditemukannya fakta intiminasi oleh pejabat pemerintah terhadap masyarat. Hal ini sungguh mengecewakan bagi paslon 01 dan 03.
Selain itu juga, telah ditemukan ada kekacauan hasil rekapitulasi surat suara.
Kekacauan itu terlihat dari fakta yang menunjukan bahwa ada ketidaksesuai antara perhitungan manual di tempat pemungutan suara (TPS) dengan perhitungan di Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Indikasinya ialah ada penggelembungan surat suara yang menguntungkan paslon 02.
Berdasarkan fakta-fakta di atas maka sidang PHPU di MK hingga saat ini terus berlangsung sampai menemukan titik terang keputusan MK itu sendiri. Harapannya ialah keputusan itu bersifat adil dan jujur demi kestabilan politik di Indonesia.
Mengembalikan Citra Demokrasi Indonesia
Sidang PHPU di MK hemat penulis menggambarkan demokrasi Indonesia sedang mengalami kemunduran (regresi dalam bahasanya Thomas Powel). Tentunya penyataan ini cukup beralasan dengan melihat fakta di atas.
Demokrasi adalah suatu system yang mengatur proses pemerintahan yang menempatkan demos sebagai yang primat.
Konsep ini menghantar kita semua untuk menyadari bahwa proses berdemokrasi harus bermuara pada kepentingan demos.
Dengan melihat fakta di atas menunjukan bahwa demokrasi di rezim pemerintahan sekarang justru menyangkal kepentingan demos itu sendiri.
Pemerintah tidak menempatkan demos sebagai yang pertama dan utama.
Justru sebaliknya, menempatkan demos pada satu titik di mana demos di adu domba, diintimidasi, dan dipersuasi untuk kepentingan sekelompok orang saja.
Masyarakat yang hidup dalam alam demokrasi seharusnya diedukasi untuk menjadi warga negara yang demokratis.
Warga negara yang demokratis ialah warga negara yang memiliki pengetahuan tentang demokrasi.
Artinya, warga negara demokratis dapat menjalankan system demokrasi itu sebaik-baiknya dengan mangacu pada prinsip-prinsip dasar demokrasi yakni kesetaraan dan kebebasan, Dengan demikian, demos tidak lagi terjebak pada logika kepentingan politik sekelompok saja yang mengakibatkan konflik horizontal antarmasyarakat.
Hal ini dapat dijalankan apabila pemerintah mampu memberikan contoh yang tepat bagaimana cara menjalankan system pemerintahan yang demokratis.
Pemerintah harus menjadi promotor yang menggerakan masyakat untuk menghidupkan semangat berdemokrasi.
Pemerintah mesti tunjukan system demokrasi itu dalam hal mengambil kebijakan yang menguntungkan semua orang atau membuka peluang bagi pastisipasi demos itu sendiri.
Dengan cara demikian, citra demokrasi Indonesia “dipulihkan kembali”. Kita belum terlambat untuk mengubah nasip bangsa kita ini.
Yang terpenting ialah pemerintah dan demos harus mempunyai komitmen yang tinggi untuk mengembalikan citra demokrasi Indonesia yang sesungguhnya.
Relenvasi bagi Pilkada 2024
Gong pemilihan kepada daerah (pilkada) sudah mulai terdengar jelas di telinga masyarakat.
Itu bertanda bahwa pesta demokrasi di tingkat daerah akan segera dimulai.
Tentunya, setiap kali pesta demokrasi ada kerinduang yang positif dari masyarakat agar sang pemenang dalam kontestasi politik dapat menciptakan kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945. Itu hakikat dari proses pemilu pada umunya.
Namun, fakta sejarah telah menunjukan bahwa setiap kali pesta demokrasi selalu ada warna yang tidak elok untuk di pandang seperti pemilu presiden dan wakil presiden saat ini.
Sangat disayangkan apabila pilkada juga menghasil suatu persoalan yang baru maka sia-sialah demokrasi Indonesia.
Maka dari itu, beberepa rekomendasi agar proses pilkada betul-betul jujur dan adil sebagai berikut;
Pertama, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mesti menyusun mekanisme pilkada yang jelas. Mekanisme yang dimaksudkan ialah proses pencalonan kontestan harus diperketat dan diperjelas dengan baik sesuai dengan regulasi yang berlaku agar tidak menimbulkan konflik.
Selain itu, KPU juga harus bebas dari politik kepentingan dan berpegang teguh pada prinsip independensi.
Kedua, Pemerintah harus bisa menjaga kestabilan politik pra, saat, dan pascapemilu.
Hal ini penting agar tidak menimbulkan kecurigaan bahwa pemerintah tidak netral dalam proses pemilu yang sedang berlangsung.
Paradigma berpikir pemerintah harus konsisten bahwa siapa saja yang terpilih menjadi pemimpin nisaya mempunyai intensi yang mulia untuk kepentingan umum (bonum commune). Oleh karena itu, pemerintah harus bersifat netral dalam proses pemilu.
Ketiga, masyarakat harus bisa menghormati proses pemilu. Menghormati proses pemilu artinya masyarakat mengikuti proses pemilu dengan memperhatikan kode etik pemilu.
Kode etik pemilu misalnya tidak manjadi masyarakat yang pragmatis dan ekonomis.
Artinya dalam menentukan pilihan, masyarakat secara independent menentukan pilihan bukan atas dasar sentiment primordial dan terbuai dengan tawaran uang (politik uang).
Kedewasaan warga negara yang demokratis diuji dari dua godaan di atas. Apabila kedua godaan di atas dapat diatasi dengan baik maka pesta demokrasi di tingkat daerah menjadi pesta rakyat yang menggembirakan.
Keempat, partai politik harus menjadi corong demokrasi. Partai politik memiliki peran yang sangat strategis dalam menciptakan pemilu yang efektif.
Partai politik memiliki andil dalam menentukan sosok yang tepat untuk menjadi kontestan pemilu.
Karena itu, tugas partai politik ialah menentukan sosok yang ideal untuk menjadi pemimpin bagi semua bukan pemimpin boneka partai.
Artinya, sosok itu mewakili partai politik untuk kepentingan semua warga negara.
Jadi, sistem politik yang demokratis di Indonesia sangat ditentukan oleh semua elemen yang mempunyai kedewasaan dalam berpolitik.
Kedewasaan berpolitik sangat menentukan masa depan suatu bangsa. Demokrasi bisa menghasil pemimpin yang dapat menciptakan keadilan dan kesejahteraan apabila sistem politik yang demokratis dijalankan oleh aktor yang memiliki kedewasaan berpolitik yang tinggi. Mari kita belajar dari sejarah.