Oleh: Prof. Dr. Drs. Fransiskus Bustan, M.Lib
Dosen Pascasarjana Undana Kupang
Restrukturisasi dalam tatanan kehidupan suatu organisasi, baik organisasi yang berkiprah dalam sektor bisnis maupun organisasi yang berkiprah dalam sektor jasa nirlaba seperti organisasi pemerintahan, adalah suatu fenomena biasa yang bersifat alamiah.
Disifati demikian karena, secara dasariah, restrukturisasi organisasi tidak hanya ditujukan pada penyegaran staf sebagai sumber daya manusia, tetapi juga disasarkan pada peningkatan kinerja organisasi agar sesuai citra yang diharapkan masyarakat.
Karena itu, dalam upaya mewujudkan visi dan misi, salah satu slogan yang diusung sebagai anjungan berpikir dalam pengelolaan organisasi adalah, ‘oganization is good but performance is better’.
Konsepsi ini menegaskan, indikator untuk menakar kesuksesan suatu organisasi dalam mencapai visi dan misinya agar sesuai citra yang diharapkan masyarakat adalah, peningkatan kinerja staf dan bukan semata-mata berkutat pada pembenahan ketertiban administrasi perkantoran.
Terkait dengan itu, salah satu ancangan untuk mendongkrak kinerja suatu organisasi agar sesuai citra yang diharapkan masyarakat adalah melakukan restrukturisasi organisasi.
Manifestasi restrukturisasi organisasi itu diwahanai, antara lain, melalui mutasi jabatan.
Akan tetapi, suatu fenomena menarik yang sering kita saksikan adalah, ketika isu dan informasi mutasi jabatan mulai bergulir, iklim organisasi cenderung mulai memanas dengan ukuran suhu tidak menentu dari hari ke hari.
Ketika menyimak isu dan informasi tentang adanya mutasi jabatan, sebagian staf mengumbar senyum lebar karena merasa senang.
Sebagian yang lain terpekur menung dilanda rasa kecewa karena dihinggapi dan dihantui rasa takut. Yang menjadi pertanyaan adalah: “Mengapa mereka takut?
Banyak faktor yang mengkerangkengi mereka dengan rasa takut. Salah satu faktor psikologis yang mengurung mereka dalam kerangkeng rasa takut adalah kehilangan pendapatan.
Karena, dalam posisi tertentu, besaran gaji yang diterima setiap bulan memang berjumlah kecil secara nominal, namun besaran pendapatan yang diperoleh dari waktu ke waktu berjumlah lebih besar dari gaji bulanan.
Pemilahan dan pembedaan posisi atau jabatan demikian, sebagaimana yang kita simak selama ini, dikenal dengan sebutan atau istilah ‘posisi basah’ dan ‘posisi kering’.
Penggunaan kata ‘basah’ dalam frasa ‘posisi basah’ dan kata ‘kering’ dalam frasa ‘posisi kering’ tidak bertalian dengan besaran gaji, tetapi bergayut dengan besar-kecilnya pendapatan yang diperoleh.
Kantong mereka yang menduduki posisi basah selalu tebal karena dipadati lembaran uang yang bisa diraup setiap waktu.
Sedangkan kantong mereka yang menduduki posisi kering memang tebal, namun bukan tebal karena diisi dengan lembaran uang.
Kantong mereba tebal karena ditumpuki berbagai jenis kartu seperti kartu penduduk, kartu kesehatan, dan sebagainya.
Jumlah lembaran uang hanya sebatas pembiayaan transpor lokal dan pembelian makan siang seadanya agar tidak tersungkur diterpa angin karena lapar dalam perjalanan pulang rumah.
Dipengaruhi adanya pemilahan dan pembedaan posisi, antara posisi basah dan posisi kering, tidak heran jika pola perilaku yang hidup dan berkembang dalam tatanan kehidupan suatu organisasi hampir selalu diwarnai persaingan tidak sehat.
Meskipun tidak diperagakan secara terbuka, mekanisme penerapan persaingan diwahanai melalui berbagai cara demi mencapai tujuan.
Sebagian menghalalkan berbagai cara demi mencapai tujuan. Sebagian yang lain merekayasa tujuan melalui berbagai cara demi pemenuhan hasrat jabatan basah.
Mereka yang enggan berperanserta dalam persaingan hanya bersikap pasrah. Mereka menerima kenyataan dengan lapang dada sembari menikmati posisi kering tanpa gerutu karena dianggapnya sebagai nasib dan takdir Ilahi.
Demikian pernak-pernik yang mewarnai perilaku organisasi dalam tautan dengan rekstrukturisasi berupa mutasi jabatan.
Staf dihantui rasa takut ketika menyimak isu dan informasi tentang mutasi jabatan karena mereka takut kehilangan pendapatan yang melekat dengan jabatan yang diembannya.
Mereka yang menduduki posisi basah memperoleh pendapatan dalam jumlah besar melampui besaran gaji bulanan, sementara mereka yang menduduki posisi kering memperoleh pendapatan dengan besaran jauh lebih kecil dari gaji bulanan.
Karena itu, mereka yang sudah sekian lama menduduki posisi basah diselimuti rasa takut mendengar isu dan informasi mutasi jabatan ketika tampuk pimpinan tertinggi organisasi dinakodai wajah baru.