Oleh: Gonsians Jehadun
Mahasiswa Semester IV STIPAS Ruteng
Korupsi telah menjadi kejahatan yang dianggap merusak sendi-sendi kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Korupsi di Indonesia merupakan persoalan bangsa yang bersifat recurrent (berulang) dan tentu saja darurat yang dari masa ke masa dalam rentan waktu yang relatif lama.
Korupsi juga merupakan extra ordinary crime atau kejahatan luar biasa yang memerlukan penanganan khusus. (Efi Laili Kholis, 2010).
Korupsi berkembang sangat cepat di seluruh aspek kehidupan masyarakat.
Setiap waktu, masyarakat akan berhubungan dengan lembaga pemerintahan yang notabennya rentan terjadi tindak pidana korupsi.
Tidak menutup kemungkinan juga setiap interaksi sosial yang dilakukan oleh manusia baik di lingkungan keluarga, sekolah atau masyarakat berpotensi terjadi tindakan korupsi.
Karena korupsi dalam arti luas bukan hanya sebuah tindakan yang oleh Undang-undang diancam hukum, namun juga tindakan-tindakan indisiplin yang tidak sesuai dengan nilai-nilai anti dikorupsi.
Oleh sebab itu, perlu adanya upaya yang maksimal oleh pemerintah untuk meminimalkan terjadinya tindak korupsi tersebut.
Upaya penanggulangan korupsi menjadi isu yang paling menarik di seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia.
Perlu Upaya Preventif
Untuk memberantas tindak pidana korupsi tidak bisa hanya mengandalkan upaya represif, tetapi yang lebih mendasar lagi adalah melakukan upaya preventif.
Upaya preventif yang bisa dilakukan salah satunya adalah dengan menanamkan nilai-nilai anti korupsi kepada generasi muda melalui pendidikan anti korupsi.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam Undang-undang-nya menjelaskan bahwa salah satu kewenangannya adalah tataran upaya penindakan dan pencegahan, disamping kewenangan-kewenangan lain yang menjadi tugas pokoknya.
Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi pada tanggal 30 Juli 2012 telah mengeluarkan surat edaran nomor 1016/E/T/2012 kepada seluruh Perguruan Tinggi Negeri dan Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis Wilayah I sampai dengan wilayah XII), dengan perihal Surat Edaran Tentang Implementasi Pendidikan Anti Korupsi di Perguruan Tinggi.
Adapun dasar dikeluarkannya surat edaran ini merujuk pada Instruksi Presiden RI Nomor 17 Tahun 2011 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2012.
Dalam upaya pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan korupsi sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang Tahun 2012-2025 dan Jangka Menengah Tahun 2012-2014 (Stranas PPK).
Sebagai implementasinya dilakukan penyusunan aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (PPK) setiap tahun yang selanjutnya dikeluarkan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2014 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Tahun 2014.
Dalam lampiran Inpres tersebut pada bagian ke V (lima) diterangkan tentang strategi pendidikan dan budaya antikorupsi yang terdiri atas 22 rencana aksi, dan diantaranya melibatkan lembaga pendidikan tinggi negeri dan swasta dalam pengimplementasiannya.
Lembaga pendidikan menjadi satu lembaga yang paling efektif untuk memperkenalkan bentuk, budaya serta dampak korupsi pada generasi muda.
Mahasiswa Mesti Terlibat Aktif
Generasi muda sebagai generasi penerus perlu untuk dibekali nilai- nilai antikorupsi di dalam diri mereka agar terbentuk karakter generasi yang bersih dan bebas dari korupsi.
Salah satu lembaga pendidikan yang efektif untuk menerapkan pendidikan anti korupsi adalah di tingkat perguruan Tinggi.
Perguruan tinggi dalam hal ini maahasiswa sangat berperan penting sebagai motor penggerak untuk mengentikan para koruptor di Indonesia.
Mengatasi korupsi melalui jalur Pendidikan formal seperti dilembaga Pendidikan tinggi merupakan salah satu strategi yang cukup signifikan, mengingat masyarakat terdidik inilah yang perannya dimasyarakat cukup dominan.
Mereka tidak hanya cukup dibekali dengan pengetahuan dan kemampuan dan bagaimana melakuak suatu pekerjaan atau jabatan dalam masyarakat tetapi lebih utama adalah bagaimana menggunakan ilmu itu dengan cara-cara tersebut dengan benar tanpa harus melakukan korupsi.
Bahkan kiat-kiat untuk melawan korupsi, dorongan atau motivasi untuk aktif berperan dalam upaya memberantas korupsi.
Hemat penulis, Perguruan Tinggi dalam hal ini adalah mahasiswa sebagai salah satu agent of change di negeri ini diharapkan mampu memberikan perubahan dan dapat terlibat aktif dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Perguruan Tinggi sebagai pusat pendidikan dapat melaksanakan pendidikan anti korupsi terutama dalam membudayakan perilaku antikorupsi terhadap setiap individu yang berada dilingkungan akademik.
Pendidik harus mampu membangkitkan rasa ingin tahu (curiosty) mahasiswa tentang urgensi Pendidikan anti korupsi, sehingga mereka mampu menjauhi perilaku koruptif.
Pada hakikatnya, pendidikan berarti pengembangan potensi-potensi yang terpendam dan Perguruan Tinggi sebagai moral force pemberantasan korupsi.
Keterlibatan civitas akademika dalam upaya pemberantasan korupsi tentu tidak pada upaya penindakan yang merupakan kewenangan institusi penegak hukum.
Peran aktif segenap civitas akademik pada perguruan tinggi diharapkan lebih difokuskan pada upaya pencegahan korupsi dengan ikut membangun budaya anti korupsi di masyarakat.
Mahasiswa diharapkan dapat berperan sebagai agen perubahan dan motor penggerak gerakan anti korupsi di masyarakat.
Untuk dapat berperan aktif mahasiswa perlu dibekali dengan pendidikan anti korupsi dan pengetahuan yang cukup tentang seluk beluk korupsi dan upaya pemberantasan.
Dan yang tidak kalah penting, untuk dapat berperan aktif mahasiswa harus dapat memahami dan menerapkan nilai-nilai anti korupsi dalam kehidupan sehari-hari.