Oleh: Maria Nogo Kelodo
Mahasiswi STIPAS St. Sirilus Ruteng
Dalam bingkai kehidupan bermasyarakat, korupsi telah mengakar dan menjadi fenomena yang telah menggerogoti tatanan sosial.
Fenomena tersebut tidak hanya melanggar ketentuan hukum, tetapi juga menyimpang dari konsep moral yang telah berubah menjadi kejahatan atau dosa sosial yang sistematik.
Menyikapi tindakan tersebut, perlu kita telusuri secara mendalam tentang bagaimana korupsi bukan hanya merupakan perbuatan melawan hukum. Namun juga merupakan pengkhianatan terhadap kepercayaan masyarakat dan kewajiban moral terhadap orang lain.
Maka, mari kita lihat lebih dekat dampak korupsi yang berlapis-lapis, mulai dari hal terkecil dalam interaksi sosial sehari-hari, hingga kasus besar yang mengguncang landasan suatu bangsa.
Di Indonesia, korupsi telah merambah jauh ke dalam kehidupan sosial dan pemerintahan, yang berakar pada kebiasaan hidup, perilaku sosial, dan cara berpikir masyarakat.
Sederhananya, korupsi diartikan sebagai perbuatan busuk, jahat dan merusak seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya.
Selain itu, sesuatu yang bersifat amoral, sifat dan keadaan busuk menyangkut penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian untuk Kepentingan pribadi.
Fenomena ini semakin aktif dan berkembang sehingga praktik korupsi dianggap sebagai kejahatan yang dapat merugikan negara Indonesia.
Mengapa dikatakan sebagai kejahatan? Karena sifatnya yang sangat merusak dan memiliki dampak yang luas dan berkepanjangan pada masyarakat.
Korupsi tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga melanggar hak asasi manusia dan menghancurkan sistem peradilan yang adil.
Adapun faktor penyebab seseorang melakukan korupsi, pertama, karena adanya kebutuhan (corruption by need), yaitu tindakan untuk memeras (ada unsur paksaan) dalam melakukan kegiatan-kegiatan pelayanan publik, seperti suap untuk kemudahan memperoleh administrasi kependudukan, maupun menyogok untuk memperoleh pelayanan istimewa di rumah sakit.
Kedua, korupsi juga disebabkan karena adanya sikap serakah (corruption by greed), yaitu kongkalikong (kerja sama) dalam mendapatkan keuntungan pribadi melalui kolusi yang saling menguntungkan dan melibatkan sejumlah aktor, seperti kolusi proyek dan jabatan di pemerintahan.
Dari sudut pandang personal, perilaku
koruptif para oknum koruptor disebabkan oleh faktor-faktor seperti keserakahan manusia, lemahnya moral, pendapatan yang tidak mencukupi, kebutuhan hidup yang mendesak, gaya hidup konsumtif, kemalasan, dan buruknya penerapan ajaran agama.
Selain itu, buruknya sistem ini disebabkan oleh kurangnya kepemimpinan yang patut diteladani, tidak adanya budaya organisasi yang benar, tidak memadainya sistem akuntabilitas instansi pemerintah, lemahnya sistem pengendalian manajemen, dan lain-lain.
Keadaan ini akan menjadi lebih buruk bila sesuai dengan nilai-nilai sosial yang mendukung perilaku koruptif, seperti: (1) Masyarakat yang menghargai orang hanya berdasarkan status sosial atau kekayaan. Hal ini membuat individu atau masyarakat menjadi tidak peka terhadap sumber kekayaan yang diperoleh para koruptor;
2) Masyarakat beranggapan bahwa korupsi merugikan negara, bukan masyarakat. Mereka tidak menyadari bahwa korupsi akan mengakibatkan pengurangan anggaran pembangunan;
(3) Masyarakat beranggapan bahwa pemberantasan korupsi merupakan persoalan penegakan hukum yang tidak memerlukan partisipasi masyarakat dalam bidang hukum atau pemerintahan.
Hal ini, memberikan dampak yang signifikan terhadap individu dan masyarakat, antara lain: Pertama, hambatan terhadap pembangunan dan pelayanan publik.
Korupsi yang disebabkan oleh kebutuhan dan keserakahan dapat menghambat pelayanan publik yang seharusnya setara dan adil bagi seluruh masyarakat, seperti suap untuk memudahkan pengelolaan kependudukan dan suap untuk pelayanan khusus di rumah sakit yang secara langsung merugikan masyarakat.
Kedua, dampak negatif terhadap individu. Sikap serakah, lemahnya etika, dan gaya hidup konsumeris melemahkan nilai-nilai.
Ketiga, ketidakadilan sosial dalam masyarakat yang menghargai orang lain hanya berdasarkan status sosial atau kekayaan menimbulkan kesenjangan sosial yang merugikan masyarakat yang jujur dan berintegritas.
Keempat, sistem pemerintahan cacat. Kurangnya kepemimpinan yang patut diteladani, kurangnya budaya organisasi yang tepat, dan lemahnya mekanisme responsibilitas di lembaga-lembaga pemerintah melemahkan keseluruhan sistem pemerintahan.
Kelima, kurangnya kesadaran akan dampak korupsi. Masyarakat yang tidak memahami dampak korupsi terhadap anggaran pembangunan dan pelayanan publik dapat menciptakan lingkungan yang memandang korupsi hanya sekadar persoalan hukum dan bukan persoalan partisipasi masyarakat.
Dampak-dampak tersebut menunjukkan bahwa faktor-faktor penyebab korupsi mempunyai dampak yang merugikan terhadap masyarakat, pemerintah, dan pembangunan.
Dilihat dari semakin banyaknya kasus korupsi terjadi di lingkungan tempat kita tinggal maupun ditampilkan di media sosial.
Korupsi harus dicegah dan dihilangkan agar tidak berdampak pada nilai-nilai kewarganegaraan Indonesia yang menyangkut ideologi nasional .
Oleh karena itu, pemerintah Indonesia akan melakukan serangkaian upaya untuk mengatasi kejahatan sosial akibat korupsi, antara lain: pertama, membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menyelidiki, mengadili, dan memberantas perilaku korupsi.
Kedua, mendorong transparansi dengan memperkenalkan sistem pelaporan kekayaan bagi pengelola negara.
Ketiga, melakukan perubahan Undang-undang Tindak Pidana Korupsi dan memperberat hukuman bagi pelaku tindak pidana korupsi.
Tujuannya adalah memberantas korupsi dan mengubah perilaku masyarakat untuk mewujudkan pemerintahan yang lebih bersih dan transparan.
Dengan demikian, Korupsi di Indonesia telah menyusup ke dalam struktur sosial dan pemerintahan, melanggar aturan hukum serta moral, dan memiliki dampak yang merusak berkepanjangan.
Faktor penyebabnya meliputi kebutuhan mendesak dan keserakahan, serta kelemahan sistem dan nilai sosial yang membenarkan korupsi yang mengakibatkan hambatan dalam pembangunan, kerusakan moral individu, ketidaksetaraan sosial, dan kerusakan sistem pemerintahan.
Oleh karena itu, pemerintah akan bertindak dengan membentuk KPK, mendorong transparansi, dan memperketat hukuman untuk menanggulangi korupsi.
Namun, perubahan tersebut masih perlu diperkuat dengan kesadaran masyarakat dan pengawasan yang lebih ketat untuk memastikan penegakan hukum yang adil dan transparan agar nilai-nilai kebangsaan Indonesia, termasuk ideologi nasional, tetap terjaga dan tidak tergerus oleh praktik korupsi yang merajalela.