Labuan Bajo, Vox NTT- Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) melakukan rapat sinkronisasi penajaman master plan dan rencana strategi bisnis parapuar Labuan Bajo di 101 Urban Thamrin, Jakarta pada Minggu (24/05/2024).
Rapat tersebut dilakukan bersama tim ahli review master plan dan tim ahli review rencana strategi bisnis Parapuar.
Plt. Direktur Utama BPOLBF Frans Teguh menjelaskan, penajaman pada beberapa dokumen diperlukan untuk mendukung visi keberlanjutan Etno-Eco-Edu-Culture & Nature Conservation dalam pengembangan Kawasan Parapuar Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT.
“Konsep Keberlanjutan adalah poin utama yang harus dimunculkan dan lebih dipertajam pada master plan dan rencana bisnis Parapuar, baik keberlanjutan dari segi budaya, kearifan lokal, lingkungan maupun korelasi ekonomi dan sosial yang berimplikasi secara teknis pada pengembangan,” kata Frans.
Menurut dia, master plan bisnis Parapuar mengusung konsep Etno-Eco-Edu-Culture & Nature Conservation yang berbasis pola ruang ‘Gendang One, Lingko Pe’ang’.
Selain itu, kata dia, langgam arsitektur juga mesti menampilkan kekhasan lokal dalam bentuk bangunan maupun desain arsitektur.
“Sehingga dapat menciptakan ruang yang merefleksikan keindahan dan identitas budaya 11 kabupaten koordinatif secara umum maupun budaya Manggarai secara khusus,” jelas Frans.
Filosofi ‘Gendang One, Lingko Pe’ang‘ sendiri merupakan ruang hidup orang Manggarai yang mencerminkan kedalaman nilai-nilai warisan leluhur.
Ruang ini secara umum mencakup lima bagian, yaitu Kampung (Beo Bate Elor/ Natas Bate Labar), Rumah Adat (Mbaru Bate Kaeng, Mbaru Gendang), Altar Persembahan (Compang Bate Takung), Kebun (Uma Bate Duat/ Lingko), dan Sumber Air (Wae Bate Teku).
Kelima unsur ini merupakan suatu kesatuan yang memberi makna bagi seluruh kehidupan masyarakat Manggarai.
Terkait dengan rencana induk kepariwisataan BPOLBF, Frans menekankan bahwa pengembangan Parapuar harus mampu memberi distribusi pertumbuhan ekonomi pada 11 kabupaten koordinatif BPOLBF yang meliputi Kabupaten Manggarai Barat, Manggarai, Manggarai Timur, Ngada, Nagekeo, Ende, Sika, Lembata, Alor, Flores Timur, dan dua kecamatan di Bima.
“Rencana Induk Kepariwisataan BPOLBF mesti memberikan concern terkait pengembangan pariwisata di 11 Kabupaten Koordinatif. Targetnya adalah pengembangan kawasan pariwisata Parapuar dan Labuan Bajo bisa memberikan distribusi ekonomi baik secara nasional maupun kedaerahan khususnya pada 11 kabupaten koordinatif BPOLBF,” katanya.
Frans mengatakan, sebagai destinasi dengan basis alam dan budaya, Parapuar akan bergerak secara terukur ke quality tourism dan bukan mass tourism.
Mendukung visi besar ini, beberapa catatan dalam rapat tersebut juga berkaitan dengan rencana jangka panjang, seperti sistem transportasi terpadu berbasis energi baru terbarukan guna menjadikan Kawasan Parapuar sebagai destinasi yang ramah lingkungan, pengaturan flow pengunjung dan carying capacity kawasan dengan sentralisasi parkir serta pengaturan visitor management untuk penerapan Do and Don’ts bagi wisatawan.
Diketahui, rapat tersebut membahas beberapa poin, antara lain; penyampaian progres review, penajaman sinkronisasi substansi penyusunan rencana induk kepariwisataan, master plan, rencana induk arsitektur, dan rencana strategi bisnis pada area HPL seluas 129, 60 hektare. [VoN]