Oleh: Wensislaus Jandi
Mahasiswa Fakultas Filsafat Universitas Widya Mandira Kupang
Jhon Staurt Mill Lahir di London, Inggris pada tahun 1806. Ia dikenal sebagai Jhon Stuart Mill atau J.S. Mill.
Jhon Stuart Mill sebagai seorang tokoh politik dan filsuf etika yang beraliran utilitarian. Ia pernah bergabung dengan “lingkaran studi utilitaris”. Studi ini dibuat semasa dengan Jeremy Mill masih hidup.
John Stuart Mill kemudian tutup usia di Avignon Prancis, di usia yang terbilang masih cukup matang 67 tahun (1873).
Mill meninggalkan banyak karya yang cukup monumental dan masih tetap menjadi bahan diskusi hingga sampai hari ini.
Dalam dunia politik sendiri, Mill menulis tentang etika politik dengan judul On Liberty pada tahun 1859.
Dalam karyanya tersebut, Mill membahas mengenai nilai-nilai individu yang bebas dari segala bentuk penindasan.
Dalam karyanya mengenai On Liberty, ia mencetuskan tiga konsep tentang kebebasan di antaranya adalah kebebasan berbicara, mendapatkan pekerjaan, dan berkumpul.
Kebebasan berpikir dan berbicara adalah salah satu keyakinan yang saling dipertahankan Mill.
Ia mencurahkan hampir sepertiga bagian bukunya tentang On Liberty, untuk membahas bentuk kebebasan yang sangat vital ini.
Meski dia juga mengakui bahwa terkadang harus ada batasan-batasan tentang hal-hal yang boleh dikatakan seorang di depan umum.
Bagi Mill hal pertama yang harus dicatat adalah tidak ada alasan yang dibenarkan untuk membungkam suatu pandangan meski kenyataan pandangan tersebut merupakan pandangan yang tidak populer.
Adalah penting bahwa manusia bebas mengekspresikan pandangan karena: 1). Pendapatnya mungkin benar, 2) meskipun pandanganya mungkin salah, ia tetap saja mengandung bagian kebenaran, 3). Apakah pendapatnya salah atau benar, ia telah mendorong pemikiran dan tanggapan baik.
Pemerintah Antikritik
Penulis mengangkat contoh di Provinsi Lampung. Melalui chanel YouTube, Provinsi Lampung viral di seluruh pelosok Indonesia karena pemuda yang bernama Bima mengkritik kinerja Pemerintah Proy Lampung.
Bima menyampaikan kritiknya tentang infrastruktur di Provinsi Lampung.
Ia menuturkan hal-hal terkait infrastruktur seperti proyek yang mangkrak, jalan berlubang yang menghambat mobilisasi, masalah pendidikan, tata kelola pemerintah yang lemah, hingga kontribusi Pemprov Lampung pada sektor pertanian yang mendominasi namun dinilai fluktuatif.
Satu hal yang memantik perhatian penulis adalah setelah mengkritik, Pemprov Lampung melaporkan Bima ke polisi. Selain itu, dia juga dilarang untuk mengkritik kinerja Pemprov Lampung.
Inilah fakta yang sesungguhnya terjadi di Lampung pada tahun 2022 yang lalu.
Melalui tulisan ini menjadi jelas bahwa pembatasan kebebasan berbicara baik dalam ruang publik oleh pemerintah adalah suatu hal yang tidak benar. Sebab membatasi kebebasan masyarakat dalam berpendapat.
Padahal kebebasan adalah dambaan bagi semua orang. Namun kebebasan tersebut dapat membatasi oleh aturan-aturan tertentu.
Punya batasan memang baik agar kebebasan itu bisa dipertanggungjawabkan, baik itu kebebasan jasmani, rohani, normatif.
Maka dengan melihat fakta tersebut sebenarnya mau menunjukkan bahwa kebebasan manusia sesungguhnya ada, tetapi juga memiliki batasan di dalamnya.
Berkaitan dengan kasus Bima, penulis memandangnya sebagai salah satu bentuk pembatasan kebebasan masyarakat dalam menyampaikan pendapat dengan tujuan untuk menciptakan kesejahteraan bersama.
Bima adalah salah satu mahasiswa yang sedang berkuliah di Australia. Di dalam video, Bima yang sedang mempresentasikan keadaan Kota Lampung.
Hal ini dapat dilihat bahwa Bima adalah sosok yang kritis terhadap pembangunan di Kota Lampung yang “tidak maju-maju”.
Terkait dengan peristiwa tersebut, Jhon Staur Mill dalam Esainya (1859) yang berbicara tentang kebebasan individu menekankan bahwa pentingnya individu untuk berekspresi menyampaikan pendapat.
Bagi Mill meskipun pendapatnya mungkin salah ia tetap saja mengandung kebenaran.
Perihal kritikan dari Bima melalui media sosial terhadap pembangunan di Provinsi Lampung adalah bentuk keprihatinan, yang seharusnya pemerintah menanggapinya dengan antusias.
Mengapa? Supaya keadaan Kota Lampung mempunyai harapan untuk berkembang lebih baik lagi, khususnya bagian infrastruktur pembangunan, peternakan, dan korupsi.
Namun kenyataanya kritikan dari Bima justru tidak ditanggapi pemerintah secara positif karena dinilai tidak etis.
Padahal dalam kritiknya berdasarkan fakta yang mengandung kebenaran karena dia melihat bahwa apa yang disampaikannya itu benar-benar terjadi di Lampung.
Kebebasan berpendapat adalah hal yang sangat penting dalam sebuah negara demokrasi khususnya di Indonesia.
Dengan sistem demokrasi, pemerintah seharusnya mendengar suara rakyat bukan malah mengintimidasi hak dan kebebasan masyarakat.
Fakta yang terjadi mengenai kasus Bima yang mengkritik kinerja pemerintah, dapat dilihat bahwa tanggapan Pemerintah Lampung adalah bentuk kebijakan yang tidak benar dan mencerminkan pemerintah yang antikritik.
Dapat diartikan bahwa pemerintah yang tidak menerima pendapat dari masyarakat adalah pemerintah yang cendrung pada otoriter atau berkuasa. Pemerintah yang lebih memprioritaskan kelompok-kelompok tertentu dan individu.
Karena itu, masyarakat perlu berpartisipasi aktif dalam ranah publik untuk menyuarakan pendapat. Adalah penting bahwa manusia bebas mengekspresikan pandangan karena: 1). Pendapatnya mungkin benar, 2) meskipun pandanganya mungkin salah, ia tetap saja mengandung bagian kebenaran, 3). Apakah pendapatnya salah atau benar, ia telah mendorong pemikiran dan tanggapan baik.
Dengan demikian, kritikan dari Bima Saputra adalah benar karena mengkritik kinerja pemerintah “yang tidak maju-maju”.
Unsur hakiki yang terdapat dalam diri manusia salah satunya adalah kebebasan. Manusia menemukan dirinya sebagai manusia. Ia pun menemukan kebebasan.
Dalam sistem demokrasi di Indonesia, kebebasan berpendapat sudah tercantum dalam Undang-undang Dasar tahun 1945.
Tujuan dari mengkritik kinerja pemerintah yang tidak produktif tentu mempunyai latar belakang atas dasar keprihatinan.
Pembatasan kebebasan berpendapat dalam ranah publik oleh pemerintah tentunya membatasi hak dan kebebasan dalam masyarakat.