Cerpen
Oleh: Yulianus Risky Agato
Siswa SMAK Seminari St. Yohanes Paulus II Labuan Bajo
Seperti apa sudah sekarang Maria?
Setahun setelah kepergian om Njiuk, tanta Maria sering jalan malam. Seakan rumah bukan lagi tempat untuk istirahat malam dan kasur yang beralaskan tikar hasil tangan om Njiuk bukan lagi tempat yang betah untuk merebahkan badan tanta Maria.
Akhir-akhir ini tanta Maria jarang pergi duat (berkebun) seperti tanta-tanta pada umumnya di kampung.
Padahal selama ini tanta Maria selalu menjadi orang pertama pergi duat. Hampir setiap malam semua orang di kampung berwaspada dengan kedatangan tanta Maria pada sore maupun malam hari.
Banyak yang menduga tanta Maria datang dengan maksud dan tujuan yang celaka. Itulah sebabnya orang-orang selalu berjaga dengan tanta Maria.
Tanta Nita yang kenal baik tentang tanta Maria belakangan ini hilang kabar dengan tanta Maria. Ia mengaku dia tidak pernah lagi bertemu dengan tanta Maria. Itu seperti koneksi jaringan yang putus secara tiba-tiba.
Suatu sore saat duat di kebun tanta Nita tepatnya pukul 15.00 Wita tanta Nita bersama dengan rekan kerjanya membahas tentang kondisi tanta Maria.
Hampir sudah satu bulan tanta Maria sudah menjadi buah bibir orang-orang di kampung. Tidak hanya seputar kampung halaman, di kebunpun tempat untuk mengais rezeki nama tanta Maria sering diceritakan.
Seolah-olah tanta Maria menjadi topik favorit yang disukai oleh semua orang di kampung. “Enu tadi malam anak om Stanis menangis keras di kompleks kami” tanta Marta membuka percakapan sore itu. “Hae kenapa lagi om Stanis punya anak itu?” tanya tanta Gita dengan penasaran.
“Setahu saya tanta Gita tadi malam om Stanis punya anak menangis gara-gara sore hari tanta Maria datang ke rumah om Stanis dan memberi satu pisang masak ke om Stanis punya anak” tanta Marta bersaksi sambil membersihkan sabit di luar pondok kecil.
“Ole toe ga tanta Marta” tanta Gita sontak kaget “ite tidak tahu kalau selama ini cucu saya juga begitu. Setelah makan pisang dari tanta Maria malamnya tidak bisa tidur dan menangis tidak jelas. Kadang-kadang perutnya kembung secara tiba-tiba dan badanya panas mendadak” sambung tanta Gita.
Tanta Marta langsung berhenti membersihkan sabitnya di luar pondok dan dengan penuh penasaran beregegas masuk ke dalam pondok.
Mereka terus saja gosip soal tanta Maria. Sore itu percakapan mereka ditemani dengan kopi yang sudah disediakan oleh tanta Nita selaku pemilik kebun.
Tanta Nita tidak lupa menyediakan juga singkong goreng yang tanta Nita bawa dari rumah tadi siang. Setidaknya mengembalikan tenaga yang sudah dikuras di bawah teriknya panas matahari.
Setiap sore tanta Maria selalu saja ke luar rumah dengan menggunakan handuk merah yang kusam sebagai penutup kepala.
Ia berjalan ke arah lapangan bola sepak walaupun lapangan sudah gelap dan sepi. Tanta Maria berjalan sendirian saja tanpa menghiraukan gelap yang pekat dan sepi yang padat.
Jarak antara lapangan dan rumah warga memang lumayan jauh ketika ditempuh dengan jalan kaki. Tanta Maria jalan tanpa membawa senter ataupun alat penerang sejenisnya untuk membantu melihat ke mana kaki harus melangkah.
Meskipun keadaan lapangan penuh dengan lumpur tetapi tanta Maria berhasil melewati itu semua. Seolah-olah mata tanta Maria terang benderang mengalahkan terang bulan malam hari.
Hampir setiap malam pekerjaan tanta Maria seperti itu dan tidak ada satupun yang paham dengan pelarian tanta Maria setiap malam.
Tanta Maria pergi dengan membawa sebatang kayu kopi yang kering. Ukuranya tidak terlalu besar mungkin seperti jari jempol saya.
Anak kecil di kampung, sangat takut ketika melihat tanta Maria jalan depan rumah dengan membawa tongkat misteriusnya itu.
Bahkan ada yang berteriak sambil berlari ke dalam rumah ketika melihat tanta Maria. Kedatangan tanta Maria seperti membawa musibah bagi mereka.
Seperti menghilangkan segala keinginan mereka untuk bermain. Padahal selama ini mereka sering bermain di rumah tanta Maria.
Terkadang makan pisang dan rujak mangga bersama di samping rumah dengan tanta Maria. “Enu, nana kalau tanta Maria lewat di depan langsung masuk ke dalam rumah. Awas sakit jika terkena dengan tanta Maria punya tongkat. Ingat kalau tanta Maria kasih pisang jangan dimakan. Nantinya perutnya kembung dan jaga kolang weki,” cetus om Nikus kepada anak bungsunya di suatu pagi.
Anak-anak di kampung memang umurnya belum cukup untuk mengerti persoalan seperti ini. Maklum memang belum waktunya. Usia mereka fokusnya seputar bermain, bermain, dan bermain.
Malam itu lagi-lagi anak om Stanis menangis keras. Sementara di luar rumah anjing terus saja menggonggong galak.
Istri om Stanis tidak mengerti tiba-tiba saja buahhati mereka bangun langsung menangis meronta-ronta denga mata dalam keadaan tertutup di tengah malam. “Aee pasti tanta Maria pea’ang mai mbaru kole ga,” cetus om Stanis dalam keadaan marah.
“Gelang teing wae berkat anak hitu ende lalong” sambil bergegas mengambil air berkat di ruangan sebelah kamar tidur tepatnya di depan patung Bunda Maria.
Om Stanis menyiram air berkat dalam rumah sambil bicara tidak jelas. Dari pintu depan hingga pintu belakang dapur, basah dengan air berkat.
Anak om Stanis belum juga berhenti menangis. Tubuhnya mulai panas. Om Stanis sempat keluar rumah namun berhasil dicegat oleh istrinya “untuk apa kau keluar lagi Stanis!!!? Lebih baik kau gendong ini nana (anak om Stanis), setan di luar biarkan mati digonggong dan digigit bison (nama anjing om Stanis)” istri om Stanis melarang om Stanis sambil menyiram air berkat ke seluruh tubuh anak itu.
Malam itu semua orang di kampung sepakat untuk tidak tidur demi menjaga ketenangan anak-anak mereka. Mereka berwaspada dengan kedatangan tanta Maria.
“Jangan-jangan tanta Maria saat ini tidak mau bekerja kraeng tua,” ungkap nana Herman. Tanta Maria seperti singa yang sangat lapar dan sedang berkeliaran mencari mangsa untuk dijadikan santapanya.
Ternyata sebelum kejadian di rumah om Stanis di rumah om Nikus juga demikian. Anak om Nikus, tetangga om Stanis menangis seperti anak om Stanis. Menangis tengah malam dengan mata dalam keadaan tertutup.
Om Nikus sempat keluar rumah dan melihat seorang perempuan dalam keadaan telanjang berdiri di dekat jendela kamar tidur mereka.
Perempuan itu bertingkah aneh seperti setan malam. Akhirnya dengan emosi yang membara om Nikus lempar dengan sebuah baterai dan kena tepat di punggung perempuan itu. Perempuan itu lari ke arah rumah om Stanis.
Setelah kejadian malam itu tanta Maria tidak lagi keluar rumah. Satu hari tanta Maria kurung di dalam rumah. Semua orang heran dengan kejadian hari itu.
Biasanya tanta Maria baik malam maupun siang terus saja menggembara seperti sedang mencari mangsa.
“Pasti hena peke baterai daku one wie,” kata om Nikus dengan suara bercanda. “Om Nikus selesai sudah tanta Maria” om Stanis melanjutkan pembicaraan om Nikus.
“Om Stanis bayangkan lite, tadi malam saya punya anak menangis tidak jelas dengan matanya dalam keadaan tertutup. Pas saya keluar rumah saya melihat seorang perempuan sedang bertengger dekat jendela kamar tidur kami. Permisi om Stanis, perempuan itu dalam keadaan telanjang. Dan kalau saya lihat om Stanis sepertinya itu tanta Maria,” tutur om Nikus.
“Hae pas kalau begitu om Nikus. Tadi malam juga saya punya anak di rumah menangis dengan mata tertutup seperti ite punya anak dan setelah itu saya siram air berkat di dalam rumah. Tadi malam juga sempat saya duga ini ulah tanta Maria,” kata om Stanis.
“Om Stanis itu sudah pasti tanta Maria punya ulah. Memang tanta Maria sekarang sudah semakin liar om Stanis dan kita harus waspada. Jangan sampai kepergian om Njiuk bulan lalu, ulah tanta Maria” om Nikus mengajak om Stanis sambil meneguk segelas kopi “aku rantang om Stanis, kalau kita punya anak jadi korban selanjutnya” om Nikus kembali melanjutkan.
Ternyata tanta Maria selama ini punya ilmu hitam. Semua anak kecil menangis tengah malam karena ulah tanta Maria.
Om Njiuk suami tanta Maria, meninggal bulan lalu karena ulah tanta Maria. Ia menjadikan om Njiuk sebagai tumbal untuk setan malam.
Sekarang tanta Maria sedang mencari tumbal selanjutnya agar umur tanta Maria semakin panjang.
Konon, selama ini di lapangan tanta Maria selalu bertemu dengan setan malam. Tanta Maria tahu yang paling mudah diurus adalah anak kecil termasuk anak om Stanis dan anak om Nikus.
Itulah sebabnya tanta Maria selalu keluar malam demi melanjutkan tujuannya yang celaka. Ternyata selama ini tanta Maria adalah ata mbeko.