Mbay, Vox NTT– Upaya peningkatan Universal Health Coverage (UHC) di Kabupaten Nagekeo menunjukkan hasil signifikan. Berdasarkan data terbaru per Juli 2024, cakupan UHC Nagekeo telah mencapai 99,5 persen, melampaui capaian UHC nasional yang hanya berada di angka 95,09 persen.
Namun ironisnya, peningkatan UHC yang luar biasa ini tidak berbanding lurus dengan kualitas layanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Aeramo.
Pasien yang mengandalkan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di RSUD Aeramo kerap kali mengeluhkan kurangnya ketersediaan obat di apotek rumah sakit.
Banyak di antara mereka terpaksa membeli obat di apotek luar dengan biaya sendiri, meskipun biaya tersebut nantinya akan diklaim kembali oleh pihak rumah sakit.
“Kami menemukan fakta bahwa pasien terkadang mengeluh obat JKN tidak tersedia di apotek rumah sakit. Mereka terpaksa membeli obat sendiri di apotek luar dengan biaya sendiri, meski kwitansi obat kemudian diklaim kembali oleh pihak rumah sakit,” ungkap Kepala Ombudsman RI Perwakilan NTT, Darius Beda Daton, saat melakukan kunjungan kerja ke RSUD Aeramo pada 19 Juli 2024 lalu.
Darius mengaku telah menyampaikan keluhan tersebut kepada Direktur Utama RSUD Aeramo, dr. Candrawati Saragih, melalui pesan WhatsApp.
Penelusuran VoxNtt.com juga menemukan bahwa situasi di RSUD Aeramo memburuk akibat kebijakan pemangkasan tunjangan dokter yang dilakukan oleh Penjabat Bupati Nagekeo, Raimundus Nggajo.
Kebijakan ini telah menyebabkan keengganan para dokter untuk tetap bertugas di Nagekeo, bahkan beberapa di antaranya memilih tidak memperpanjang kontrak.
Sejak tahun 2019 hingga akhir Desember 2023, RSUD Aeramo sempat berada di puncak kejayaannya, dengan seluruh pelayanan dan peralatan medis yang lengkap serta bangunan gedung dan fasilitas pendukung yang memadai.
Namun, situasi berubah drastis setelah masa jabatan Bupati Johanes Don Bosco Do atau dr. Don berakhir dan digantikan oleh Penjabat Bupati Raimundus Nggajo.
Kebijakan Raimundus Nggajo yang memangkas tunjangan dokter memicu konflik internal yang mengakibatkan sejumlah dokter hengkang setelah kontrak mereka berakhir.
Akibatnya, banyak pasien harus dirujuk ke rumah sakit di luar daerah karena ketiadaan dokter spesialis di RSUD Aeramo, menambah beban dan kesulitan bagi warga yang seharusnya bisa mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai di daerah mereka sendiri.
Penulis: Patrianus Meo Djawa