Jakarta, Vox NTT- Komisi IX DPR RI melaksanakan kunjungan kerja (Kunker) ke Los Angeles Amerika Serikat belum lama ini.
Dalam keterangan tertulis Komisi IX DPR RI yang diterima VoxNtt.com, Sabtu (10/8/2024), dijelaskan bahwa pandemi Covid-19 berdampak luas terhadap seluruh tatanan masyarakat. Pandemi Covid-19 juga menyadarkan masyarakat betapa rentannya sistem kesehatan nasional.
Pandemi Covid-19 membawa kesadaran pentingnya penguatan sistem kesehatan nasional yang memerlukan adanya transformasi menyeluruh yang bertujuan untuk meningkatkan derajat Kesehatan masyarakat Indonesia dan meningkatkan daya saing bangsa Indonesia.
Dikeluarkannya Undang-undang Nomor 17 Tahun 2023 menandai langkah penting dalam transformasi sektor kesehatan Indonesia yang memberikan landasan hukum yang kuat untuk pelaksanaan transformasi sistem kesehatan nasional.
Salah satu pilar transformasi kesehatan adalah penguatan ketahanan industri farmasi nasional, khususnya industri plasma dimana saat ini hampir seluruh Produk Obat Derivatif Plasma (PODP) masih diimpor.
Dijelaskan bahwa, masyarakat yang mempunyai kelainan darah, seperti penderita hemophilia, memerlukan obat dari derivat plasma untuk dapat bertahan hidup dan obat ini harganya cukup mahal dan belum dapat dipenuhi di dalam negeri.
Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar untuk bisa mandiri dalam pemenuhan PODP mengingat penduduk kita yang besar.
Selama ini, plasma dari donor darah belum dimanfaatkan karena belum adanya kemampuan industri dalam negeri untuk mengolah plasma menjadi PODP.
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Emanuel Melkiades Laka Lena menegaskan, pihaknya berkomitmen dan bertanggung jawab untuk memastikan UU Kesehatan dijalankan dalam pelaksanaan transformasi kesehatan.
“Untuk itu, Komisi IX DPR RI melakukan kunjungan kerja ke Amerika Serikat sebagai bagian integral dari kewajiban konstitusional Komisi IX DPR RI,” kata Melki.
Komisi IX DPR RI, menurut dia, secara khusus melihat secara langsung proses pengelolaan darah dan teknologi industri plasma serta berdiskusi dengan pemangku kepentingan dalam industri plasma.
Ia mengatakan, Amerika Serikat dipilih karena merupakan salah satu pengekspor plasma dan PODP terbesar di dunia. Sekitar 70 persen plasma global berasal dari Amerika Serikat yang menempatkan negara itu di peringkat kedua dalam peringkat global setelah Irlandia.
“Hasil kunjungan ini akan menjadi bagian rekomendasi Komisi IX DPR RI ke pemerintah agar ada percepatan agenda pengembangan dan penguatan industri plasma di tanah air,” katanya.
Menurut Melki, Komisi IX DPR RI melihat secara langsung proses pengumpulan plasma di salah satu fasilitas Grifols yang merupakan salah satu perusahaan farmasi global.
Pengumpulan plasma dari donor merupakan langkah pertama dari rantai pasok (supply chain) industri plasma.
“Satu pelajaran penting dari kunjungan ke Grifols adalah adanya regulasi yang kuat dan transparan untuk memastikan kesehatan para donor dan keamanan plasma sebagai bahan baku PODP,” terang Ketua DPD I Partai Golkar NTT itu.
Selain itu, perlu adanya mekanisme guna terus meningkatkan kesadaran dan komitmen masyarakat berperan aktif dalam mendonorkan plasma.
“UU Kesehatan menegaskan bahwa darah tidak diperlualbelikan, namun memperbolehkan adanya kompensasi yang tidak berupa uang untuk donor plasma darah,” jelas Melki sebagai ketua delegasi kunjungan kerja ke Amerika Serikat.
Pemerintah saat ini, demikian Melki, sedang menggodok peraturan teknis pengolahan plasma, termasuk terkait kompensasi, yang harus sesuai dengan ruh Undang-undang Kesehatan.
Langkah kedua dalam industri pengolahan plasma adalah proses fraksionasi plasma menjadi PODP.
Dalam hal ini, delegasi Komisi IX DPR RI melihat secara langsung fasilitas fraksionasi plasma milik Takeda sebagai salah satu industri farmasi global yang menjadi pioneer industri plasma di dunia.
Teknologi fraksionasi plasma Takeda sudah mengintegrasikan AI dengan proses yang sangat teliti dan hati-hati sesuai panduan dari FDA (Food and Drug Administration).
Hal ini dilakukan untuk memastikan produk obat yang dihasilkan aman dan tidak terkontaminasi penyakit yang ditularkan melalui darah.
Guna memulai pengembangan industri plasma, Indonesia harus segera melakukan network dan kerjasama internasional untuk adanya knowledge transfer terkait value chain plasma darah serta membangun ekosistem industri plasma dari pengumpulan, fraksionasi plasma, dan distribusi PODP untuk masyarakat.
“Satu pelajaran penting adalah industri plasma sangat kompleks yang memerlukan komitmen seluruh pemangku kepentingan dan penguatan regulasi yang kuat dan transparan,” ujarnya.
Selain dengan industri, menurut Melki, delegasi Komisi IX DPR RI juga berdiskusi dengan American Red Cross (ARC) dan melihat proses pengolahan darah di salah satu fasilitas terbesar yang ada di Amerika Serikat.
Managemen ARC yang sangat profesional yang didukung dengan penguatan teknologi laboratorium menjadi faktor adanya pengembangan produk darah yang bervariasi guna menyelamatkan nyawa masyarakat.
ARC juga melakukan pengumpulan plasma dari masyarakat melalui donor darah dan juga donor plasma sehingga ARC menjadi mitra penting bagi industri farmasi seperti Takeda untuk memperoleh plasma untuk memproduksi PODP.
“Berbagai catatan penting dari kunjungan Komisi IX DPR RI sangat berguna untuk menjadi landasan dalam penguatan peraturan untuk pengembangan industri plasma di tanah air,” ungkapnya.
Komisi IX DPR RI, kata Melki, yakin Indonesia mampu menjadi salah satu negara yang mandiri dalam pemenuhan PODP dan berpotensi menjadi hub industri plasma di Asia.
Penulis: Ronis Natom