Oleh: Geovaldus Rivaldo Jehali
Mahasiswa Fakultas Filsafat Unwira Kupang
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia, kembali melaksanakan pemilihan kepala daerah serentak di seluruh Indonesia yang dilaksanakan pada 27 November 2024 mendatang.
Pemilihan kepala daerah tersebut meliputi pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota.
Atmosfer persaingan para calon kepala daerah semakin terasa, tanpa terkecuali di Nusa Tenggara Timur. Di daerah ini persaingan semakin terasa, terlihat dari banyaknya paslon yang mendeklarasikan diri sebagai calon gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota.
Dengan kehadiran begitu banyak paslon, membuktikan bahwa masyarakat NTT menginginkan sosok pemimpin yang bisa membawa perubahan.
Namun di sisi lain masyarakat juga sering dihantui dengan perasaan takut dengan kehadiran para Machiavelli pada persiangan perebutan kursi nomor satu di Nusa Tenggara Timur.
Perasaan takut itu muncul karena ada gelagat para politisi meninggalkan nilai moral dan etika dalam berpolitik. Mereka melakukan berbagai cara, bahkan dengan kecurangan demi suatu ambisi kemenangan pada pemilihan.
Konsep Machiavelli sendiri lahir dari seorang pemikir asal Italia, Niccolo Machiavelli. Ia merupakan filsuf yang hidup di era Renaisana, atau masa peralihan dari filsafat pertengahan menuju filsafat modern.
Pemikirannya tertuang dalam sebuah karyanya tentang “Sang Pangeran”. Karya Niccolo Machiavelli tersebut menjelaskan tentang cara mempertahankan dan mendapatkan kekuasaan.
Machiavelli juga terkenal dengan ungkapannya tentang tujuan menghalalkan cara di mana seorang yang menginginkan suatu kedudukan dia harus meninggalkan nilai moral dan etika.
Machiavelli melihat dunia politik penuh dengan manipulasi. Bagi dia, moralitas dan etika bukanlah hal yang paling mutlak, melainkan suatu hal yang harus dipertimbangkan dalam situasi dan tujuan yang ingin dicapai.
Dengan melihat situasi masyarakat di Nusa Tenggara Timur yang masih minim akan pengetahuan tentang politik serta berekonomi rendah, maka akan menjadi suatu kesempatan bagi para Machiavelli untuk menjadilkan proses politik sebagai ladang dalam melakukan politik yang tidak bermoral seperti money politic.
Para Machiaveli akan menggunakan situasi ini untuk merebut kekuasan.
Maka untuk menghadapi para Machiavelli kita perlu menjalankan beberapa hal, pertama; perlu memperkuat integritas politik.
Kedua; perlu transparansi dalam berpolitik dan akuntabilitas dalam pengelolaan kebijakan berpolitik.
Ketiga; dalam pengambilan keputusan perlu transparan. Keempat, perlu pendidikan etika dalam berpolitik. Sebab, masalah money politic misalnya, disebabkan oleh kurangnya pengetahuan etika dalam berpolitik. Oleh karena itu, diperlukan penanaman pengetahuan tentang nilai etika dalam berpolitik. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan bersama dan keadilan.
Kita perlu mengajak para tokoh agama adat dan tokoh masyarakat untuk selalu mengajarkan nilai etika.
Kelima, perlu memberikan pengetahuan politik dan kritis bagi masyarakat. Hal ini penting supaya mereka bisa kritis dan menjadi agen perubahan.
Masyarakat harus aktif untuk mengawasi kehadiran para Machiavelli, sehingga pelaksanaan Pilkada benar-benar membawa perubahan.
Keenam, perlu mengajak masyarakat untuk berparisipasi aktif dalam mencegah kehadiran para Machiavelli.
Ketujuh; perlu melakukan kontrol internal dan eksternal. Penerapan mekanisme kontrol internal dan eksternal tentu saja harus efektif untuk mengawasi perilaku politik.
Dengan begitu, maka kesempatan bagi para Machiavelli dalam melakukan politik yang tidak martabat terbatas. Dan dalam pelaksanaan Pilkada juga perlu adanya penguatan sistem pengawasan dari para pelaksana Pemilu.
Mereka tidak boleh memberi ruang para Machiavelli untuk beraksi. Pelaksana Pemilu juga harus memberikan hukuman yang berat kepada para Machiavelli.
Dengan langkah-langkah ini kita berharap Pilkada di NTT bisa menghadirkan sosok pemimpin yang membawa perubahan bagi bumi Flobamorata ini.
Seorang pemimpin harus mantap secara administratif juga mempunyai nilai moral yang tinggi.
Marilah kita memilih pemimpin bukan karena uang atau janji, tapi memilih pemimpin yang punya hati untuk NTT.
Tantangan memang besar, tetapi dengan niat dan tekad yang kuat terhadap nilai-nilai moral yang ada di NTT, bahwa politik yang berintergritas bukan utopia. Marilah kita bersama menuju NTT yang makin baik, dengan melawan dan menolak kehadiran para Machiavelli.