Oleh: Dino Kese
Mahasiswa IFTK Ledalero
Perdagangan manusia (human trafficking) merupakan salah satu kejahatatan keliru yang terus melanda di kehidupan masyarakat luas di seluruh dunia pada umumnya, tak terkecuali Indonesia.
Tragedi ini memengaruhi dan melanggarr hak asasi manusia di satu pihak, dan berdampak buruk dalam bidang sosial, ekonomi dan budaya masyarakat setempat di pihak lain.
Dalam tulisan ini, penulis akan mendeskripsikan aspek-aspek yang relevansi dengan perdagangan orang, termasuk penyebab, dampak dan upaya untuk mengantisipasi semuanya itu.
Penyebab Perdagangan Manusia
Seperti diketahui begitu banyak hal yang memengaruhi penyebab perdagangan orang. Di antaranya: Pertama, minimnya pengetahuan. Aspek ini berpengaruh besar dalam perkembangan kerja seseorang.
Di mana mereka banyak kali tergiur dengan bahasa persuasif, dan mengiyakan tawaran dari penyelundup tanpa berpikir panjang.
Penyelundup memanfaatkan situasi untuk memberikan janji-janji palsu dengan gaji yang tinggi, misalnya. Hal ini disebabkan karena minimnya pengetahuan tentang bahaya yang akan terjadi.
Maka dari itu, menimbulkan ratusan atau ribuan orang baik oknum maupun komunitas (keluarga) terjebak dalam perdagangan orang, dan karenanya mereka rentan terhadap penawaran kerja palsu.
Kedua, kemiskinan. Nyatanya, banyak warga masyarakat yang terjebak dalam kemiskinan, dan membuat mereka rentan terhadap penawaran pekerjaan palsu. Di sini mereka tidak berpikir buruk, mereka hanya menginginkan bahwa mereka bisa makan, bisa menghidupkan keluarga, dan bisa mendapatkan uang.
Walaupun ujung-ujungnya pekerjaan dan keinginan sebelumnya tidak sesuai dengan kenyataan.
Ketiga, kurangnya tempat kerja yang mejadi puncak permasahan.
Jika tempat kerja amat minim, tentu banyak masyarakat yang terpaksa mengiyakan tawaran pekerjaan yang terlihat menjanjikan, namun nyatanya membuat masyarakat terjebak dan akhirnya menjadi budak.
Hal ini menyebabkan banyak masyarakat kesulitan dalam menemukan peluang yang sesuai dengan keterampilan dan pengalaman mereka.
Maka dari itu, banyak masyarakat terpaksa bekerja di kantor (tempat kerja) yang informal dengan gaji yang rendah pula.
Bukan hanya itu, aspek ini berdampak juga dalam kualitas hidup, seperti minimnya motivasi dalam mengembangkan diri.
Keempat, konflik dan ketidakstabilan. Hal ini bermaksud bahwa, ada daerah atau wilayah yang mengalami problem, perang, dan bencana alam misalnya.
Aspek ini seringkali dieksploitasi oleh penyelundup guna mencari sasaran. Terjadinya peristiwa seperti ini, dikarenakan hancurnya struktur sosial dan ekonomi.
Sehingga, peningkatan perdagangan orang semakin merebak.
Kelima, kelemahan hukum. Seperti diketahui, pihak pemerintah amatlah jarang berbaur atau tidak melakukan sosialisasi dengan masyarakat luas mengenai kasus-kasus perdagangan manusia.
Terkadang, pemerintah beranggapan bahwa masyarakat sudah tahu semuanya, namun itu semua berbanding terbalik.
Dampak Perdagangan Manusia
Dampak perdagangan manusia amatlah kompleks dan menyedihkan. Sasaran tidak diperlakukan sebagai manusia, dan mereka juga dipekerjakan secara paksa.
Ibaratnya, manusia seperti binatang yang bebas dianiaya. Manusia dewasa ini, menjadikan manusia lain sebagai alat untuk menghasilkan dan menciptakan suatu pekerjaan. Lantas, apa dampak perdagangan manusia.
Berikut penulis, mendeskripsikannnya secara singkat. Pertama, dalam ilmu psikologis, mereka yang selalu dikekang, dipukul, dan dipaksa seringkali mengalami gangguan mental. Seperti, cemas, stress, frustrasi, depresi dan gila.
Korban mungkin saja terjebak dalam jaringan perdagangan manusia selama bertahun-tahun, dan mendapatkan kekerasaan fisik serta emosional yang luar biasa. Hingga akhirnya korban mesti berkorban nyawa (meniggal dunia).
Kedua, stigma lingkungan. Di satu sisi, korban banyak kali mendapatkan stigma dari warga setempat, yang bisa menghalangi mereka untuk menyatuhkan kembali dan memberikan dukungan. Di sisi lain korban juga dijadikan sebagai topik pembicaraan.
Dalam hal ini, warga sekitar menceritakan hal-hal buruk untuk korban tersebut.
Ketiga, pengaruh terhadap keluarga. Human trafficking bukan hanya berpengaruh pada korban sendiri, tetapi juga pada pihak keluarga.
Di sini, pihak keluarga kehilangan generasi penerus guna membentuk keluarga yang luas dan memengaruhi relasi antar anggota yang lain.
Misalnya, ibu berpendapat bahwa ayahlah yang membiarkan dan merekrut anaknya sehingga anak menjadi korban perdagangan, sementara, ayah mengelak pendapat dari sang ibu.
Tentu, di sini terjadi perselisihan pendapat antara mereka dan ujung-ujung keduanya menciptakan masalah baru.
Keempat, pengaruh ekonomi lokal. Human trafficking juga berpengaruh pada perekonomian lokal, di mana korban atau pihak kerja yang dimanfaatkan acap kali tidak terdaftar dan bersumbangsi pada pajak atau ekonomi resmi.
Hal ini bermaksud, dampak finansial yang disebabkan oleh praktik penyelundup. Misalnya, kerugian ekonomi yang terdampak dan problem fisik serta keamanan yang luas lagi.
Upaya Pencegahan
Hemat penulis, kasus perdagangan manusia harus diantisipasi sebagai mana baiknya. Seperti diketahui, pemerintah Indonesia telah mengesahkan UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan pertimbangan bahwa setiap orang sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa memiliki hak-hak asasi sesuai dengan kemuliaan harkat dan martabatnya serta dilindungi secara hukum oleh UUD 1945 sebagaimana dicantumkan dalam pasal 28A bahwa: “Setiap orang berhak untuk untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya” (Azizurrahman, 2014).
Maka dari itu, penulis menawarkan cara mengatasi masalah ini dengan beberapa upaya, di antaranya:
Pertama, membentuk organisasi khusus. Hemat penulis, organisasi yang dimaksud ialah mereka yang berperan dan berkontribusi besar dalam kasus perdagangan orang.
Melakukan sosialisasi dan meningkatkan pemahaman tentang pengaruh human trafficking dan cara mengantisipasi dampak-dampak, misalnya.
Bukan hanya itu, organisasi khusus ini juga harus bekerja sama dengan pihak setempat baik pemerintah maupun komunitas-komunitas yang bersangkutan dengan perdagangan orang.
Dengan maksud, memperhatikan mereka yang tidak memiliki dokumen lengkap.
Kedua, Penegakan hukum yang ketat. Untuk mengatasi dilema perdagangan manusia, kita membutuhkan kolaborasi antara pemerintah, komunitas-komunitas dan masyarakat. Pemerintah harus mengatur penegakan yang benar-benar ketat dan tegas.
Bila ada pelaku perdagangan manusia maka pelaku harus diadili dengan hukuman berat, penjara seumur hidup misalnya.
Peran penegak hukum juga ialah mempublikasikan dan memajang informasi-informasi penting mengenai perdagangan manusia dengan bahasa-bahasa yang bisa dipahami oleh masyarakat setempat.
Dan, menggalakkan pencerahan publik guna mendidik masyarakat dari bahaya perdagangan manusia serta mengantisipasi tawaran yang mencurigakan.
Ketiga, pendidikan. Hemat penulis, aspek ketiga tidak terlepas dari kedua aspek sebelumnya. Menurut halnya, mereka yang berpendidikan akan berpikir panjang sebelum bertindak lebih lanjut. Mereka tidak mudah tergiur dengan janji-janji palsu.
Seandainya, semua warga mendapatkan atau diberikan akses pendidikan yang baik, spesifiknya di daerah yang rawan terhadap penjualan manusia. Pasti, perdagangan manusia akan sangat minim bahkan tidak akan terjadi.
Aspek lainnya juga, jika semua manusia diberi akses untuk berpendidikan tentu mereka akan menciptakan dan mencari pekerjaan layak yang sesuai bakat dan keterampilan mereka.
Pendeknya, pendidikan amat membantu setiap individu berdikari dan meminimalisirkan ketergantungan dengan tawaran pekerjaan yang berisiko.
Kesimpulan
Merebaknya perdagangan manusia ialah peristiwa yang patut diperbincangkan dan membutuhkan penanganan serius.
Penulis, telah menjelaskan secara singkat penyebab, dampak dan upaya perdagangan orang. Maka dari itu, kita berharap semuanya akan mengurangi tragedi perdagangan manusia di Indonesia.
Perlindungan terhadap hak asasi manusia harus menjadi aspek yang utama serta semua individu memiliki tanggung jawab dalam berkontribusi dalam memproduksi masyarakat yang aman dan adil.
Dengan kerja sama yang kuat mampu mengakhir praktik perdagangan orang yang terus merajalela.
Kita hidup bukan untuk memperdagangkan orang, melainkan memproduksi orang menjadi orang.