Oleh: Agustinus Masjoni
Mahasiswa STIPAS St. Sirilus Ruteng
Energi terbarukan menjadi fokus utama dalam upaya global untuk mencapai keberlanjutan dan mengatasi dampak perubahan iklim.
Salah satu sumber energi yang potensial dan melimpah di Indonesia adalah geothermal atau panas bumi.
Potensi sumber daya geotermal di Indonesia sangatlah besar, dengan cadangan energi panas bumi yang mencapai lebih dari 28.000 MW, atau lebih dari 40 persen cadangan dunia.
Energi ini tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan energi dalam negeri tetapi juga menjadikan Indonesia sebagai aktor utama dalam transisi energi global yang berkelanjutan.
Geotermal merupakan sumber energi yang ramah lingkungan karena menghasilkan emisi gas rumah kaca yang sangat rendah dibandingkan dengan bahan bakar fosil.
Selain itu, geothermal juga dapat dimanfaatkan untuk berbagai aplikasi industri seperti pemanasan rumah, pertanian, hingga proses industri lainnya, yang menjadikannya sebagai solusi jangka panjang yang berkelanjutan.
Dalam konteks ekonomi lokal, proyek-proyek geothermal dapat menciptakan lapangan kerja baru dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, terutama di wilayah terpencil yang biasanya menjadi lokasi sumber panas bumi.
Meskipun demikian, geothermal dianggap sebagai sumber energi ramah lingkungan, geotermal juga memiliki risiko terhadap lingkungan. Hal itu tampak seperti peningkatan aktivitas seismik akibat pengeboran atau kemungkinan kontaminasi air tanah.
Oleh karena itu, setiap proyek geothermal harus melalui penilaian dampak lingkungan yang ketat dan mematuhi standar keselamatan yang tinggi.
Prinsip ekologi integral yang diajarkan dalam ensiklik Laudato Si oleh Paus Fransiskus menekankan perlunya pendekatan yang holistik dalam menjaga keseimbangan antara kebutuhan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan.
Hal ini penting agar pengembangan geothermal tidak hanya berfokus pada keuntungan ekonomi, tetapi juga memperhatikan kelestarian alam dan kesejahteraan komunitas lokal.
Selain memiliki efek samping yang negatif, pengembangan energi geotermal di Indonesia juga menghadapi tantangan kompleks.
Hal ini tampak dalam biaya awal eksplorasi dan
pembangunan infrastruktur yang sangat tinggi.
Pengeboran sumur geotermal membutuhkan teknologi khusus yang tidak hanya mahal tetapi juga memerlukan keahlian teknis yang mendalam.
Untuk mengatasi tantangan ini, penting bagi pemerintah dan sektor swasta untuk berinvestasi dalam riset dan pengembangan teknologi geotermal yang lebih efisien dan aman.
Inovasi dalam teknologi pengeboran, seperti penggunaan teknik yang lebih presisi dan ramah
lingkungan, dapat menurunkan biaya serta meminimalkan dampak lingkungan.
Regulasi yang rumit dan birokrasi yang berbelit juga sering kali menjadi penghambat utama bagi investor.
Pemerintah perlu menyederhanakan prosedur perizinan dan memberikan insentif yang lebih menarik untuk mendorong investasi dalam sektor ini.
Melalui kebijakan yang jelas dan proaktif, Indonesia bisa menarik lebih banyak investor untuk mendanai proyek-proyek geotermal yang berkelanjutan dan inovatif.
Peran Gereja dalam Mendukung Keberlanjutan dan Kesejahteraan Bersama
Dalam konteks Ajaran Sosial Gereja Katolik, proyek geothermal mendapat dukungan selama pengembangan sumber daya ini tetap mempertimbangkan prinsip kesejahteraan bersama
(bonum commune).
Gereja, melalui ajaran sosialnya seperti yang tertuang dalam Laudato Si, menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan.
Dalam hal ini, Gereja di Indonesia, khususnya di wilayah seperti Keuskupan Ruteng, telah memainkan peran sebagai mediator dengan menyalurkan aspirasi masyarakat yang menolak proyek geotermal yang mereka nilai merugikan.
Dalam kasus penolakan geotermal yang terjadi di wilayah poco leok, Keuskupan Ruteng menjembatani penolakan geotermal warga Poco Leok ke pemerintah dan PT PLN yang dipimpin oleh Romo Alfons Segar sebagai Vikaris Jenderal.
Adapun tujuan-tujuan yang diharapkan oleh Keuskupan Ruteng dari pertemuan tersebut adalah dialog mengedepankan kesejahteraan, keadilan bagi masyarakat khususnya di wilayah Poco Leok, keutuhan lingkungan hidup di Poco Leok, keutuhan budaya dan spiritualitas
masyarakat Poco Leok, dan jaminan akan keselamatan dari masyarakat Poco Leok.
Kemudian dalam kasus penolakan geothermal yang terjadi di Wae Sano salah satu wilayah di Keuskupan
Ruteng juga, Gereja Keuskupan Ruteng dengan intens berdialog dengan pihak-pihak yang terkaitdan berkomitmen untuk; Pertama, menjadi Gembala yang mengayomi semua pihak guna menemukan solusi yang komprehensif terhadap permasalahan yang terjadi di Wae Sano.
Kedua, Gereja Keuskupan Ruteng memperjuangkan prinsip dan nilai dalam pembangunan holistik berkelanjutan yang mengutamakan martabat manusia dan kesejahteraan umum serta berbasis pada kearifan lokal dan ramah lingkungan.
Ketiga, Gereja Keuskupan Ruteng membantu mengawasi proses sosial agar berjalan sesuai dengan prinsip dan etika sosial.
Keempat, Gereja Keuskupan Ruteng membantu menyelesaikan masalah panas bumi secara komprehensif, berdampak dan berkeadilan sosial.
Lebih dari itu, Gereja Keuskupan Ruteng berperan aktif dalam meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya menjaga lingkungan serta manfaat energi terbarukan seperti geotermal.
Pendekatan Gereja Keuskupan Ruteng yang berbasis pada dialog, pendidikan, dan advokasi menciptakan ruang bagi masyarakat untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan, memastikan bahwa setiap proyek pembangunan tidak mengabaikan prinsip-prinsip moral, etika, serta hak-hak masyarakat.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Pengembangan sumber daya geotermal di Indonesia merupakan langkah strategis yang dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan mendukung pembangunan yang berkelanjutan.
Namun, untuk mengatasi tantangan yang ada, diperlukan kolaborasi yang lebih erat antara pemerintah, masyarakat, sektor swasta, dan Gereja.
Pemerintah perlu menyederhanakan regulasi, mendorong inovasi teknologi, serta memberikan insentif yang menarik bagi investor.
Sementara itu, Gereja dan masyarakat lokal harus terus dilibatkan dalam setiap tahap pengembangan untuk memastikan bahwa proyek-proyek ini berjalan sesuai dengan prinsip bonum commune.
Dengan pendekatan yang bijak, transparan, dan inklusif, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pelopor dalam transisi energi terbarukan yang tidak hanya berkelanjutan tetapi juga adil dan ramah lingkungan.
Prinsip-prinsip dari Laudato Si memberikan fondasi yang kuat untuk memastikan bahwa pengembangan geotermal dilakukan dengan menghormati keseimbangan ekologis, keadilan sosial, dan kesejahteraan bersama.