Ruteng, Vox NTT – Proses hukum kasus dugaan black campaign (kampanye hitam) yang menyeret calon bupati Maksimus Ngkeros sebagai tersangka dianggap gugur atau berhenti dengan sendirinya demi hukum.
Demikian pernyataan koordinator kuasa hukum pasangan Maksimus Ngkeros dan Ronald Susilo atau paket Maksi-Ronald, Edi Hardum kepada VoxNtt.com, Jumat, 22 November 2024.
Status tersangka itu dianggap gugur karena Kejaksaan Negeri Manggarai belum melimpahkan perkara ini ke pengadilan hingga batas waktu yang ditentukan Kamis, 21 November 2024.
“Berdasarkan hukum acara Pilkada batas terakhir itu kemarin, sekarang sudah tidak bisa, kasusnya dinyatakan kadaluwarsa. Dengan sendirinya status tersangka Maksi Ngkeros berhenti,” jelas Edi.
Menurut dia, kasus ini tidak bisa dilanjut lagi karena jaksa mengembalikan berkas ke penyidik dan penyidik belum bisa melengkapi permintaan jaksa untuk melengkapi berkas.
Kasus tersebut dikatakan kadaluwarsa karena dihitung sejak Bawaslu Kabupaten Manggarai meneruskan laporan ke SPKT Polres Manggarai pada 23 Oktober 2024 sampai dengan 21 November 2024.
Pada 31 Oktober 2024 itu pun, kata Edi, Maksi Ngkeros ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: S.TAP/36/X/2024/Sat Reskrim Kepolisian Resort Manggarai.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, katanya lagi, berkas perkara hasil penyidikan, sudah dilimpahkan kepada Kejaksaan Negeri Manggarai pada tanggal 11 November 2024.
Terhitung sejak penerusan laporan Bawaslu pada tanggal 23 Oktober 2024 ke SPKT Polres Manggarai dengan tenggang waktu selama 14 (empat belas) hari kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (3) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-undang Juncto Pasal 24 ayat (1) Peraturan Bersama Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor 5 Nomor 1 Nomor 14 tentang Sentra Penegakan Hukum Terpadu Pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota.
Maka dari itu, sambung Edi, berdasarkan hari kerja sejak berkas perkara sudah dilimpahkan kepada Kejaksaan Negeri Manggarai pada hari Senin, 11 November 2024, Jaksa Penutut Umum harus sudah melimpahkan berkas perkara kepada Pengadilan Negeri Ruteng pada Jumat, 15 November 2024.
Namun, tambah Edi, jika berkas perkara belum lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (4) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang, Juncto Pasal 24 ayat (2) Peraturan Bersama Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Jagsa Agung Republik Indonesia Nomor 5 Nomor 1 Nomor 14 Tentang Sentra Penegakan Hukum Terpadu Pada Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota, menyatakan: “Dalam hal hasil penyidikan belum lengkap, dalam waktu paling lama tiga hari kerja penuntut umum mengembalikan berkas perkara kepada Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk dilengkapi.”
Selanjutnya, dalam Pasal 146 ayat (5) UU 10/2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU 1/2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU 1 / 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang Juncto Pasal 24 ayat (3) Peraturan Bersama Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Dan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor 5 Nomor 1 Nomor 14 tentang Sentra Penegakan Hukum Terpadu Pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota, menyatakan bahwa: “Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan berkas sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus sudah menyampaikan kembali berkas perkara tersebut kepada penuntut umum.”
“Intinya batas akhir penyerahan berkas perkara dari kepolisian kepada kejaksaan yakni pada tanggal 15 November 2024 dengan mengandaikan bahwa berkas perkara sudah lengkap sesuai dengan petunjuk dari jaksa sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di atas,” jelas Edi.
Jika berkas sudah dinyatakan lengkap oleh Jaksa, maka sesuai hukum Penuntut umum melimpahkan berkas perkara dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Ruteng paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak menerima berkas perkara dari penyidik.
Jika dihitung sejak tanggal penerimaan berkas dari penyidik kepada jaksa penuntut umum pada Jumat 15 November 2024, maka batas akhir pelimpahan berkas dari penuntut umum kepada Pengadilan Negeri Ruteng adalah pada Kamis (21/11/2024), lima hari kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (6) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-undang.
Atas dasar itu Edi mengatakan, pada Jumat, 22 November 2024, tenggang waktu penanganan perkara tindak pidana pemilihan yang diduga dilakukan oleh klien mereka Maksimus Ngkeros dinyatakan daluwarsa atau lewat waktu.
Pihaknya juga meminta Sentra Penegak Hukum Terpadu (Gakkumdu) agar segera mengeluarkan surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) untuk memulihkan nama baik Maksi Ngkeros.
“Ini dugaan tindak pidana pilkada yang waktunya singkat, maka keluarkan SP3 juga tidak perlu memakan waktu lama,” tegas Edi.
Sementara itu, Kejaksaan Negeri Manggarai melalui Kepala Seksi Intelijen, Zaenal Simarmata menjelaskan, keputusan atas kasus Maksi Ngkeros masih menunggu petunjuk Provinsi, “entah itu SP3 atau tidak.”
Menurut Zaenal, keputusan kasus ini akan tertera dalam petunjuk yang akan dikeluarkan Kejati NTT, Polda NTT dan Bawaslu NTT kepada Kejaksaan Negeri Manggarai untuk selanjutnya dieksekusi.
Meski tidak terperinci menjelaskan apakah kasus tersebut dapat diberhentikan atau tidak, Zaenal hanya bilang keputusan itu menjadi kewenangan provinsi.
“Kejaksaan Negeri Manggarai tidak bisa melangkahi apa yang menjadi kewenangan provinsi. Kami sekarang masih tunggu petunjuknya seperti apa,” ujar Zaenal ditemui VoxNtt.com, Jumat sore.
Terkait desakan kuasa hukum Maksi Ngkeros agar kasus ini segera dihentikan karena kadaluwarsa berdasarkan hitungan hari kerja, Zaenal menjelaskan, hitungan yang dipakai kejaksaan adalah hari kalender, bukan hari kerja.
Karena itu soal kadaluwarsa sebuah kasus dihitung menurut hari kalender.
Perbedaan hari kalender dan hari kerja menurut Zaenal, terletak pada hitungan hari Sabtu dan Minggu.
“Kalau hitungan hari kerja yah mungkin sampai Jumat saja, tetapi kami di kejaksaan pakai hitungan hari kalender, yakni hari Sabtu dan Minggu tetap kerja,” jelasnya.
Untuk itu, sambung dia, keputusan atas kasus tersebut belum bisa dikomentari secara hukum oleh Kejaksaan Negeri Manggarai “entah SP3 atau tidak karena tetap menunggu petunjuk resmi dari provinsi.”
Penulis: Berto Davids