Oleh: Robertus Naldy
Mahasiswa STIPAS Ruteng
Dalam beberapa dekade terakhir, dunia telah menyaksikan parahnya krisis lingkungan yang mengancam kelangsungan hidup manusia dan seluruh mahkluk hidup di bumi.
Perubahan iklim, polusi, penggundulan hutan, dan hilangnya keanekaragaman hayati telah menjadi masalah global yang mempengaruhi setiap aspek kehidupan.
Sebagai dampak dari modernisasi, industriliasasi, dan konsumsi yang tidak bereklanjutan, bumi menghadapi kerusakan yang tak terelakkan.
Di tengah situasi yang semakin genting ini, muncul kesadaran bahwa manusia tidak dapat terus mengeksploitasi alam tanpa batas, namun sebagai penjaga alam ciptaan Tuhan, manusia memiliki tanggung jawab moral dan sosial yang sangat besar untuk memelihara lingkungan.
Gereja Katolik, melalui ajaran sosialnya, telah menyuarakan kepedulian terhadap krisis lingkungan ini.
Dalam berbagai dokumen resmi dan ajaran para Paus, krisis lingkungan dipandang bukan hanya sebagai masalah ekologi, tetapi juga sebagai krisis moral dan sosial yang memerlukan tanggapan dari seluruh umat manusia.
Ajaran sosial gereja menegaskan bahwa manusia harus bertanggung jawab dalam menjaga keseimbangan antara kebutuhan manusiawi dan kelestarian alam sebagai ciptaan Tuhan.
Salah satu dokumen terpenting yang memberikan pedoman tentang masalah lingkungan adalah ensilik Laudato Si yang dikeluarkan oleh Paus Fransiskus pada tahun 2015.
Melalui ensiklik ini, gereja menegaskan pentingnya pertobatan ekologis dan komitmen terhadap keadilan sosial-ekologis yang mencakup seluruh ciptaan.
Opini ini akan mengeksplorasi lebih dalam tanggung jawab sosial manusia terhadap krisis lingkungan menurut ajaran sosial Gereja Katolik.
Pembahasan ini akan mencakup krisis lingkungan dalam konteks global, ajaran sosial Gereja tentang hubungan manusia dengan alam serta bagaimana umat katolik diharapkan berperan dalam menanggapi tantangan ekologi ini.
Pada akhirnya, penulis akan menyimpulkan dengan refleksi tentang pentingnya memadukan iman, moral dan tindakan nyata dalam menghadapi krisis lingkungan.
Krisis lingkungan merupakan tantangan terbesar abad ini yang berdampak tidak hanya pada dimensi sosial, politik, dan ekonomi tetapi kerusakan lingkungan yang terjadi saat ini sering kali merupakan hasil dari eksploitasi sumber daya alam yang tidak bertanggung jawab dimana prioritas ekonomi dan kepentingan jangka pendek lebih diutamakan daripada kelestarian alam.
Polusi udara, air, dan tanah yang sebagian besar disebabkan oleh aktivitas manusia telah menyebabkan dampak serius pada kesehatan manusia dan kelangsungan hidup makhluk lain.
Selain itu, perubahan iklim yang terjadi akibat peningkatan emisi gas rumah kaca menyebabkan perubahan cuaca ekstrem, pencairan es kutub, dan kenaikan permukaan air laut yang pada gilirannya mengancam kehidupan jutaan orang di seluruh dunia, terutama mereka yang tinggal di daerah pesisir dan negara-negara berkembang.
Dalam ajaran sosial Gereja, terdapat beberapa prinsip dasar yang dapat diterapkan untuk memahami tanggung jawab manusia terhadap lingkungan.
Pertama, prinsip martabat manusia dan kebaikan bersama.
Gereja mengajarkan bahwa setiap manusia memiliki martabat yang tidak dapat diganggu gugat karena ia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah.
Oleh karena itu, segala tindakan yang merusak lingkungan dan mengancam kelangsungan hidup manusia, terutama mereka yang miskin dan rentan merupakan pelanggaran terhadap martabat manusia.
Kebaikan bersama menuntut agar sumber daya alam dikelola dengan bijaksana, bukan hanya untuk kepentingan generasi saat ini, tetapi juga untuk generasi mendatang.
Kedua, prinsip solidaritas. Gereja mengajarkan bahwa manusia tidak hidup sendiri, melainkan sebagai bagian dari komunitas global yang saling bergantung satu sama lain.
Krisis lingkungan, seperti perubahan iklim, adalah masalah yang memengaruhi seluruh umat manusia dan oleh karena itu memerlukan tanggapan kolektif.
Paus Fransiskus menekankan bahwa tanggung jawab untuk menjaga alam tidak hanya terletak pada individu, tetapi juga pada pemerintah, perusahaan, dan lembaga internasional.
Solidaritas global sangat diperlukan dalam mengatasi masalah lingkungan, karena dampak kerusakan lingkungan sering kali paling dirasakan oleh negara-negara berkembang yang memiliki sumber daya terbatas untuk menghadapinya.
Selain prinsip-prinsip di atas, Gereja juga mendorong pertobatan ekologis.
Paus Fransiskus dalam Laudato Si menyerukan perubahan mendasar dalam cara manusia memandang alam.
Pertobatan ekologis bukan hanya tentang perubahan prilaku eksternal, tetapi juga tentang perubahan hati yang mendalam, dimana manusia menyadari hubungan spiritual mereka dengan alam sebagai ciptaan Tuhan.
Ini mencakup pengakuan bahwa segala sesuatu yang ada di dunia saling berhubungan, dan bahwa kerusakan terhadap satu bagian dari ciptaan memengaruhi keseluruhan ekosistem.
Dengan demikian, merawat alam adalah tindakan iman, yang melibatkan penghormatan terhadap ciptaan Tuhan dan solidaritas dengan makhluk lain.
Gereja katolik juga mengakui bahwa krisis lingkungan memiliki dimensi sosial yang sangat mendalam.
Kerusakan lingkungan sering kali diperoleh oleh ketidakadilan sosial dimana mereka yang paling rentan terutama masyarakat miskin menungggu beban terbesar dari kerasukan yang disebebkan oleh aktivitas ekonomi yang merusak alam.
Misalnya, polusi industri sering kali terjadi di dekat komunitas miskin yang tidak memiliki sumber daya untuk menuntut keadilan atau perubahan iklim yang menyebabkan kekeringan dan banjir yang mempengaruhi petani kecil yang bergantung pada cuaca yang stabil untuk kelangsungan hidup mereka.
Oleh karena itu, ajaran sosial gereja menekan bahwa keadilan sosial harus menjadi inti dari setiap upaya untuk mengatasi dari setiap krisis lingkungan harus sejalan dengan upaya untuk melindungi hak-hak mereka yang paling rentan dalam masyarakat.
Sebagai bagian dari tanggung jawab sosial manusia, Gereja juga mengajak umatnya untuk terlibat dalam tindakan nyata yang mendukung kelestarian lingkungan.
Ini dapat berupa tindakan individu, seperti mengurangi konsumsi energi, menggunakan sumber daya secara bijaksana dan mendaur ulang limbah.
Namun, Gereja juga menekankan pentingnya advokasi sosial-ekologis, di mana umat Katolik didorong untuk mendukung kebijakan publik yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Umat Katolik juga didorong untuk bekerja sama dengan organisasi lain, baik gerejawi maupun non-gerejawi, dalam mempromosikan keadilan lingkungan.
Tindakan kolektif, seperti penanaman pohon, kampanye pengurangan polusi dan proyek energi terbarukan, adalah contoh konkret dari tanggung jawab sosial yang dianjurkan oleh Gereja.
Selain itu, pendidikan lingkungan juga menjadi fokus penting dalam ajaran sosial Gereja.
Umat Katolik diajak untuk memahami hubungan antara iman dan lingkungan, di mana pelestarian alam dilihat sebagai bagian dari tugas spiritual dan moral.
Sekolah-sekolah, paroki maupun lembaga katolik lainnya didorong untuk mengintegrasikan pendidikan lingkungan dalam kurikulum mereka, sehingga generasi muda dapat tumbuh dengan kesadaran yang lebih dalam tentang pentingnya menjaga lingkungan.
Krisis lingkungan adalah salah satu tantangan terbesar yang dihadapi umat manusia saat ini.
Karena itu sebagai umat beriman, tanggung jawab kita terhadap lingkungan tidak hanya bersifat ekologis, tetapi lebih kepada memberikan pedoman yang jelas tentang bagaimana manusia seharusnya berinteraksi dengan alam.
Manusia tidak dipanggil untuk menghindari tindakan yang merusak lingkungan, tetapi juga untuk terlibat secara aktif dalam melindungi dan merawat ciptaan Tuhan.