Oleh: Risky Agato
Siswa SMAK Seminari St. Yohanes Paulus II Labuan Bajo
Maria bangun pagi-pagi. Bahkan pagi masih buta. Buta sekali, Maria berjalan ke arah pastoran. Maria pergi seorang diri. Dinginnya berkali-kali.
Bayangkan waktu itu, aku atau kau di situ, ada bersama Maria. Bayangkan saja. Pasti Maria tidak sendirian toh nono.
Pasti Maria tidak kedinginan. Kiri dan kanan jalan sepi. Tidak ada siapa-siapa selain tetesan-tetesan embun malam yang masih bertahan menempel di kerikil jalan yang tajam. Semuanya berpasangan. Mesra. Mesra berkali-kali.
Masing-masing kerikil memiliki embun. Meskipun malam semakin malam embun semakin banyak dan mengakrabi kerikil tajam yang liar dan berserakan di atas jalan.
Pagi itu Maria tidak mengerti dengan kata hatinya. Malam sebelumnya Maria tidak bisa tidur. Ia terus saja membayangi pertemuanya dengan frater Gabriel di bibir pantai. Kita sepakat, panggil saja dia frater, biar lebih akrab.
Waktu itu Maria pergi bersama Yosef. Yosef suka Maria, Maria baperan, ia suka frater. Maria insomnia.
Dalam perjalanan ke Yehuda saat mengunjungi tanta Elisabet, Maria berpapasan dengan frater Gabriel. Maria menatap frater dari kejauhan. Sementara orang lalu_lalang. Untung saja pandangan Maria tidak terhalang.
Kedua bola mata Maria masih bisa melihat jelas frater yang di seberang sana. Tiba-tiba frater berjalan menghampiri Maria.
“Salam hai engkau Maria, Tuhan menyertai engkau” ungkap frater di hadapan Maria.
Maria terkejut mendengar kata-kata yang baru saja terbit dari mulut frater. Maria takut, mukanya merah, ia bertanya pada dirinya sendiri, “Apa yang sedang terjadi?”
“Jangan takut hai Maria, sebab engkau hamba Tuhan” tambah frater.
Setelah itu frater pergi meninggalkan Maria. Maria melanjutkan perjalananya mengunjungi tanta Elisabet. Dalam hati Maria bertanya-tanya tentang perkataan frater tadi.
Waktu itu tanta Elisabet sedang mengandung Yohanes buah hatinya bersama dengan om Zakharia suaminya. Padahal selama ini tanta Elisabet tidak mandul. Orang-orang salah menilai tanta Elisabet.
Maria memberi salam kepada tanta Elisabet. Tanta Elisabet terkejut, sebab bayi dalam kandungannya melonjak kegirangan seperti pergerakan Marselino saat mengotak-atik bola.
“Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku?” kata tanta Elisabet.
Lagi-lagi Maria terkejut dan tidak mengerti apa
yang baru saja ia dengar dari mulut saudarinya, Elisabet. Memang akhir-akhir ini Maria banyak mendengar kabar yang aneh.
Mulai dari pertemuan dengan frater hingga kata-kata tanta Elisabet hari ini. Tetapi dengan hati yang tulus Maria menerima semuanya itu. Maria menyimpan semua pertanyaan itu di dalam hatinya.
“Terjadilah padaku menurut kehendak-Mu,” ungkap Maria dalam hati.
Belakangan ini Maria sering pergi ke pastoran. Maria senang sekali bertemu dengan frater Gabriel.
Apalagi bercerita dengan frater, senangnya berkali-kali. Berulang-ulang kali. Hari ini ia berharap bisa bertemu dengan frater. Tetapi frater tidak ada di tempat.
“Frater sibuk ra inuk, tem nganceng hubung lite,” ungkap mama Teres dengan logat desanya yang kental. Mama Teres termasuk salah satu karyawati yang kerja di pastoran.
Mungkin bulan ini sudah genap lima tahun mama Teres menjadi karyawati di pastoran. Maria sedikit kecewa dengan jawaban mama Teres. Maria menyimpan kerinduan itu di dalam hatinya.
Ketika frater pulang ke pastoran mama Teres memberitahu soal Maria.
“Frater tadi enu Maria cari ite. Hati-hati ra nono, bae toh? Pedis de…!” cetus mama Teres, alis kirinya sedikit terangkat.
Frater hanya bisa tersenyum. Setelah itu frater masuk ke dalam kamar tidurnya. Frater lari dari perkataan mama Teres. Sementara mama Teres sibuk bere-beres di kamar makan.
Setelah perayaan ekaristi pada hari Minggu, Maria bertemu lagi dengan frater. Kali ini Maria memiliki kesempatan untuk bercerita dengan frater. Meski tidak meyita banyak waktu, untungnya Maria meminta nomor whatsapp frater.
Frater hanya bisa tersenyum dan banyak-banyak memaklumi. Setelah itu Maria kembali ke rumahnya. Maria senang berkali-kali karena bisa mendapatkan kontak whatsappnya frater. Yosef tidak tahu apa yang baru saja terjadi. Frater juga diam-diam. Emmm frater…
Tidak lama kemudian frater mendapat pesan dari Maria via whatsapp,
“Tabe leso Minggu frater, Mori sembeng ite. Amen,” tetapi frater mengabaikan pesan itu.
Ia hanya tersenyum. Frater tidak mau berlarut-larut. Sebenarnya frater cukup takut. Takut dengan tugasnya yang mulia. Takut dengan banyak mulut.
“Tahu toh bagaimana mulut-mulut manusia?” pikir saya.
Ingatan frater kembali kepada kata-kata mama Teres dua hari yang lalu. Takutnya semakin menjadi-jadi. Lagi-lagi Maria kecewa karena frater tidak membalas chatingannya.
Padahal sudah centang dua, biru lagi. Kali ini cukup berbeda, Maria terlalu kecewa. Frater keterlaluan.
Maria menyimpan kekecewaan itu di dalam hatinya. Maria itu lembut, lembut itu tulus ia tidak simpan dendam.
Selama ini frater menjalani hari-harinya penuh dengan keraguan. Ia tidak tahu apakah ada yang pergi dan tidak akan kembali. Atau ada yang datang dan tidak akan pergi lagi.
Maksudnya bersama-sama hingga selamanya. Beberapa bulan terakhir ini frater jarang pergi dan keluar dari pastoran. Banyak umat paroki yang bertanya-tanya soal keberadaan frater.
Ia hanya berdiam diri di dalam pastoran. Layaknya mengurung diri ke dalam sepi dan mengunci diri ke dalam sunyi. Kerjanya hanya makan, makan, dan tidur, tidur.
Ia banyak diam. Seolah-olah segala kata telah wafat, sunyi sekali. Hari-hari frater, dihabisi di pastoran. Tepatnya di dalam kamar tidur, habisi dengan kecemasan. Mama Teres juga bingung,
“Jangan-jangan frater dan enu Maria…” mama Teres mulai menduga yang tidak-tidak.
“Ae, Tidak mungkin tah. Sembarang ket hau Teres,” mama Teres menjawab sendiri dugaannya itu.
Tepat saat itu minggu ketiga dalam bulan Desember, lagi-lagi Maria mengunjungi frater di pastoran.
“Salam hai engkau Gabriel, Tuhan menyertai engkau” ungkap Maria.
Kali ini frater yang terkejut.
“Jangan takut hai Gabriel, sebab engkau hamba Tuhan” tambah Maria.
Frater semakin terkejut.
“Sesungguhnya aku sudah mengandung dari dirimu. Dan tepat pada bulan Desember ini ia akan dilahirkan. Hendaklah kita menamai dia Yesus” lanjut Maria.
“Terjadilah padaku menurut perkataanmu” frater pasrah.
Pada tanggal 25 dalam bulan Desember, Yosef pergi ke Betlehem dan menemukan Maria sedang melahirkan seorang bayi laki-laki. Dengan mata kepalanya sendiri ia menyaksikan frater Gabriel mengecup kening Maria.
Dari sebuah jarak romantisnya kentara sekali. Yosef tidak tahan. Yosef melarikan diri. Ia gantung diri di kosnya sendiri. Yosef sudah terlanjur, sakitnya terlalu.
“Sadis kau Maria” serentak teman saya memotong pembicaraan saya. Saya kaget. Ia terbahak-bahak.
“Kes, begini kemarin ketika Gabriel pa’u nai dengan kecantikkan bunda Maria, seperti kraeng toh? Sering pa’u nai. Pa’u sembarang tempat kole (hhh…).
Mungkin sekarang ini kita percaya bahwa Maria yang memberi kabar kepada Gabriel bukan Malekat Gabriel yang memberi kabar kepada Maria. Tah kes yakin laku pasti Natal dan segalanya tentang Natal toe manga ga.
Untung saja toh, Gabriel tidak seperti yang kita ceritakan. Tidak seperti yang saya bayangkan. Kes Gabriel itu ta’at” saya menyakinkan teman saya.
“Hae jangan-jangan nanti kraeng seperti frater Gabriel bukan malekatnya” tantang saya.
“Jika memang begitu tah men, bagi saya copypaste ket kata-katanya mama Maria: terjadilah padaku menurut perkataanMu” balasnya enteng sambil menepuk pundak saya dua dan tiga kali. Selebihnya ia tertawa.
“Kes, kraeng punya kepala sekarang sudah tidak waras, ada-ada saja. Asa tah? Cala waras kin bonen toh?” sindirnya singkat. Waktu itu matanya sayu, bibirnya tersenyum, hatinya lembut.
Risky Agato siswa SMAK Seminari St. Yohanes Paulus II Labuan Bajo. Agato memiliki ketertarikan dalam dunia sastra. Agato mengaku menulis adalah versi lain untuk jatuh cinta. Selain itu beliau juga senang berolahraga seperti bolasepak, badminton, dan lain sebagainya.