Oleh: Paskalis Patut, OCarm
Rohaniwan Katolik, Ordo Karmel, Mahasiswa STPI Pajak Jakarta
Tahun 2024 akan segera berakhir. Sejuta kisah tahun ini menjadi milik kita dan menjadi kenangan dan juga pembelajaran.
Mungkin saja tidak semua kisah akan terus teringat namun sebagian akan selalu diingat karena terus ditutur dalam percakapan dan juga karena dicatat dalam naskah dokumentasi.
Kita ada dalam waktu dan bukan pemilik waktu. Kita berjalan dalam waktu, berkisah dalam waktu dan akan berakhir dalam waktu pula namun bukan penguasa atas waktu.
Tuhanlah pemilik waktu, dan Dia bisa mengehntikan waktu. Manusia mencatat sejarah namun Tuhan bisa mengarahkan jalannya kisah sejarah.
Hari ini kita berefleksi tentang waktu namun sebenarnya kita berefleksi tentang diri kita dan Tuhan yang berjalan bersama kita dalam waktu.
Tuhan memang tampaknya diam namun Dialah pengarah perjalanan hidup kita. Saya ingin merefleksikan tentang waktu tahun 2024 yang penuh kisah menantang baik dunia maupun nasional serta sebagai pribadi.
Dunia Internasional
Dunia internasional menyisakan perang (Rusia vs Ukraina, Israel di Gaza, Israel di Libanon, Israel di Suriah) yang sudah setahun lebih belum juga berakhir.
Di balik politik perang dan uji kemampuan tekhnologi canggih berbagai negara menyisakan kisah pilu tangisan balita, anak-anak, ibu-ibu hamil, lansia yang terluka dan mati kelaparan.
Para pengungsi berbondong-bondong mencari perlindungan agar terluput dari ancaman kematian karena ganasnya perang.
Perang Rusia, Ukraina dan Israel di Timur Tengah mensinyalir dunia bukan tempat yang aman lagi. Perdamaian sangat mahal di tanah Rusia Ukraina dan di Timur Tengah.
Ribuan nyawa harus melayang korban perang. Dan kita tidak tahu sampai kapan perang di sana berakhir.
Kita sebagai negara terus berupaya dengan komunikasi diplomasi yang mungkin berarti demi damai tercipta dan kita sebagai sesama manusia berdoa agar damai bisa tercapai di tahun 2025 nanti.
Semoga perlombaan sejata tidak membawa berbagai pemimpin negara ke laga perang.
Secara nasional tahun 2024 adalah tahun politik (Pilpres, Pileg dan Pilkada serentak) yang telah selesai.
Evaluasi terhadap tahun politik 2024 menyisakan berbagai diskusi politik dan hukum yang belum tuntas dan mungkin makin ruwet seruwet pelaksanaannya.
Demokrasi Indonesia belum mencapai demokrasi ideal seperti yang kita impikan bersama.
Berbagai catatan buram pelaksanaan demokrasi pada tahun 2024 perlu dievaluasi bersama demi mencapai demokrasi Indonesia yang ideal.
Di antara berbagai diskusi tahun 2024 ada satu hal penting yang menyita tanggung jawab kita bersama sebagai bangsa yaitu PPN 12% per Januari 2025.
Berbagai diskusi tentang keputusan ini sudah selesai pada tahun 2024. Dari perspektif anggaran dikatakan oleh ibu Sri Mulyani bahwa APBN kita ”sedang sakit” maka menaikan PPN 12% demi menyehatkan APBN kita. (bandingkan https://www.cnnindonesia.com).
Pertanyaannya apakah PPN 12% akan menjadi obat ampuh menyehatkan ABPN kita yang sedang sakit? Cukup petinggi negeri ini yang tahu jawabannya dan alam semesta.
Kita rakyat jelata ”dipaksa” melaksanakan keputusan kaum elit meskipun itu pahit dan menyakitkan.
Yang menarik adalah di antara kenaikan PPN 12% per Januari 2025 yang ditanggung rakyat Indonesia, ada masalah besar negeri ini yang belum terselesaikan yaitu korupsi yang meraja lela.
Hukuman terhadap para koruptor pun terkesan lunak sehingga menyisakan kekecewaan masyarakat Indonesia.
Jadi satu sisi pemerintah menaikan pajak demi meningkatkan penerimaan negara namun di sisi lain negara lemah mengelola sistem keuangan negara sehingga korupsi belum juga selesai terurus.
Indonesia negeri yang kaya raya dengan sumber daya alamnya dibarengi jumlah penduduk yang tinggi namun sangat minim kualitas baik itu kualitas sumber daya manusia maupun sistem bernegara.
Apakah negara kita bisa disebut segara abal-abal? Atau negara para perampok uang rakyat? Atau negara yang sistem tata kelola yang rendah? Indonesia oh Indonesia….kapan wajahmu tanpan bagi dunia dengan emas di kakimu dan pikiran brilian di kepalamu dan aklak baik di hatimu?
PPN (Pajak Pertambah Nilai) terhadap barang dan jasa adalah pajak tidak langsung rakyat terhadap negara.
Rakyat membayar PPN kepada negara secara tidak langsung, melalui pengusaha kena pajak (PKP) pada saat rakyat membeli barang berwujud dan tidak berwujud dan juga jasa.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% per Januari 2025 akan berdampak pada kenaikan harga barang (meski tidak semua barang seperti sembako, jasa pendidikan dan kesehatan).
Saya tidak membahas tentang Pajak Pertambahan Nilai terlalu jauh (ada kesempatan lain untuk membahas PPN atau perpajakan) karena saat ini saya lebih pada refleksi bahwa tahun 2025 kita sebagai rakyat Indonesia akan menghadapi suatu kenyataan yaitu PPN 12% yang tidak bisa kita hindari.
Menghindari PPN 12% berarti berhenti berbelanja pakaian, alat-alat mesin, alat transportasi, dll.
Secara Personal
Secara personal di akhir tahun 2024 kita melihat kembali tapak-tapak hidup yang telah kita lewati. Kita masuk ke kedalaman hati untuk menemukan kembali diri kita yang tersembunyi; sebab manusia sejati tersembunyi dalam hatinya (homo absconditus cordis).
Di kedalaman hatinya manusia bisa merasa bahwa ia berharga di mata Allah. Karena itu refleksi akhir tahun kita adalah masuk ke dalam hati kita masing-masing untuk menemukan kembali diri kita: apakah kita baik-baik saja?
Ataukah kita selama tahun 2024 ini menjalankan hidup jauh dari harapan diri kita yang sebenarnya? Dalam semangat rahmat dan berkat Perayaan Natal kita diajak untuk beralih ke tahun 2025 dengan semangat baru menjadi pembawa damai, pembawa suka cita dan sahabat bagi sesama yang menyenangkan.
Berlangkah dengan Pasti dan Penuh Harapan di Tahun 2025
Tahun 2025 adalah tahun Yubilium atau Tahun Suci yang sudah diumumkan oleh Paus Yohanes Paulus II pada akhir Yubilium Agung tahun 2000. Motto atau tema Tahun Yubilium 2025 adalah Peziarah Harapan.
Kita adalah peziarah dalam waktu. Sebagai peziarah kita tidak tahun pasti akan hari esok dan arah tujuan perjalanan hidup kita.
Kita dituntut untuk percaya kepada Roh Tuhan yang akan menuntun kita ke arah hidup yang benar.
Maka kita belajar menjadi seorang peziarah harapan dan membangun jalan harapan agar bisa dilalui oleh anak-anak kita dengan penuh kepastian dan suka cita; kita juga perlu membangun adab atau perilaku yang memberi tanda-tanda harapan bagi sesama yang putus asa, miskin dan sederhana melalui perbuatan baik dan menarik mereka untuk berharap pada masa depan yang cerah dengan bekerja keras.
Dalam semangat Roh Tuhan yang menuntun kita pun akan berlabuh di dermaga masa depan penuh harapan. Kita adalah peziarah di bumi ini dan bukan penguasa bumi atas.
Selamat tinggal tahun 2024, semoga kisahku, kisah kita di tahun 2024 ini menjadi kisah Tuhan sebagai pengarah sejarah dunia dan hidup manusia. Selamat pesta Natal 2024 dan Bahagia Tahun Baru 2025.