Oleh: Fransiskus Bustan
Guru Besar Linguistik Universitas Nusa Cendana
“The Tide to Motherland” bukan merupakan judul sebuah buku referensi di lingkup perguruan tinggi atau judul sebuah film barat yang begitu laris manis ketika ditancap di layar lebar, tetapi judul sebuah karangan pendek yang ditulis Prof. Stella Christie yang saat ini menjabat Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, ketika dia masuk universitas kelas dunia, Harvard University, beberapa belasan tahun silam.
Sesuai pengakuannya melalui beberapa platform media sosial, judul tulisan itu memang unik karena sangat berbeda dari kelasiman judul tulisan calon mahasiswa lain.
Lebih lanjut, Prof. Stella sempat berguyon, barangkali keunikan judul tulisan itulah sehingga dia diterima sebagai mahasiswi asal Indonesia di Harvard University sebagai universitas kelas dunia.
Terlepas dari sekedar guyonan, ditilik dari diksi atau pilihan kata yang digunakan, esensi dan orientasi isi pesan yang tersurat dan tersirat melalui judul tulisan itu niscaya padat makna.
Mengapa? Karena bergayut dengan kristalisasi rasa cintanya terhadap Indonesia.
Meskipun dia warga negara Indonesia keturunan Cina yang lahi di Medan Sumatera Utara, dia memiliki rasa cinta yang begitu besar terhadap Indonesia sebagai tanah airnya karena dia lahir dan dibesarkan di Indonesia.
Dia sangat mencintai tanah airnya Indonesia dengan segala kelebihan dan kekurangan sehingga dia rela berkorban meninggalkan jabatan yang dipangku sebelumnya dengan pendapatan relatif lebih besar hanya demi mengabdi sebagai Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi dalam Kabinet Merah Putih di bawah nakoda Presiden Prabowo Subianto.
Sungguh luar biasa rasa cinta Prof. Stella terhadap Indonesia sebagai tanah airnya meskipun asal-usul leluhurnya dari Negara Tirai Bambu.
Hal itu menunjukkan bahwa keunikan judul tulisan itu bukan sekadar ornamen bahasa retoris yang mengandung keindahan bentuk dalam struktur mukaan yang mengundang kenikmatan inderawi ketika dibaca dan disimak.
Esensi dan orientasi isi pesan yang tersurat dan tersirat melalui judul tulisan itu mengajak dan mengarak kita semua sebagai Warga Negara Indonesia untuk mencintai Indonesia dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
Melalui judul tulisan itu, kita sesungguhnya diajak dan diarak secara tidak langsung oleh Prof. Stella untuk selalu merawat kebhinekaan bangsa Indonesia dari susupan paradigma berpikir bernuansa SARA dengan memaknai kepelbagaian suku, agama, ras, dan aliran yang mengitari lingkup kehidupan kita di Indonesia sebagai suatu kenyataan kecil dan sederhana yang tidak perlu dipersoalkan dan dipertentangkan setiap saat.
Dalam tautan dengan konsepsi thinking globally, acting locally – berpikir global, bertindak lokal, kristalisasi rasa cinta terhadap tanah air dengan kandungan makna senada dengan judul tulisan Prof. Christie dimiliki pula oleh berbagai etnik atau kelompok etnik yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Letak perbedaan hanya bergayut dengan diksi atau pilihan kata dan cara pengungkapannya sesuai kekhasan dan kekhususan budaya lokal masing sebagai lambang identitas.
Sekadar contoh, ikatan rasa cinta orang NTT terhadap tanah airnya Tanah Timor atau NTT diisyaratkan melalui lagu Bolelebo karya Cornelis dengan menggunakan lirik bahasa Rote.
Bagi orang Nagi, ikatan rasa cinta terhadap tanah airnya Nagi diungkap melalui lagu Bale Nagi.
Demikian pula bagi orang Manggarai, ikatan rasa cinta terhadap tanah airnya Maggarai disingkap melalui lagu, Gunung Ranaka karya Pius Papu, dan ungkapan tradisional bahasa Manggarai, Neka hemong kuni agu kalo ‘Jangan lupa kampung halaman’.
Semoga esensi dan orientasi isi pesan yang disampaikan Prof. Stella melalui tulisannya dengan mengusung judul, ‘The tide to motherland’, selalu meresap dalam rahim kehidupan seluruh lapisan dan kalangan masyarakat bangsa Indonesia sebagai bangsa majemuk terbesar ke empat di dunia.
Pungkas kata, judul tulisan Prof. Stella adalah sebuah pemantik nilai bagi seluruh lapisan dan kalangan masyarakat bangsa Indonesia untuk mencintai tanah air Indonesia dengan segala kelebihan dan kekurangannya dan bukan menjual kekurangan Indonesia di depan jemaat hanya demi mengais sesuap nasi.
Semoga ‘The tide to motherland’ menjadi sumber rujukan dan panduan kiprah bagi Prof. Stella dalam mengemban tugasnya sebagai Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi dengan selalu beraras pada konsepsi, thinking globally, acting locally – berpikir global, bertindak lokal.