Ruteng, Vox NTT – Sengketa tanah Nanga Banda yang terletak di Kelurahan Reo, Kecamatan Reok, Kabupaten Manggarai, masih terus berlanjut.
Terbaru, pihak pemohon, Zaenal Arifin Manasa, mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) setelah putusan kasasi majelis hakim yang mengabulkan permohonan Pemerintah Daerah (Pemda) Manggarai dan membatalkan keputusan Pengadilan Tinggi Kupang serta Pengadilan Negeri Ruteng yang sebelumnya memenangkan Zaenal Arifin Manasa.
Putusan kasasi tersebut diumumkan pada sidang yang berlangsung pada Senin, 30 September 2024, dengan Majelis Hakim yang dipimpin oleh Hamdi dan Anggota Maria Anna Samiyati serta Lucas Prakoso.
Dalam sidang terbuka yang disaksikan oleh anggota dan kepaniteraan, Mahkamah Agung memutuskan untuk membatalkan putusan dua pengadilan yang sebelumnya memenangkan pihak penggugat, Zaenal Arifin Manasa.
Putusan yang dibatalkan adalah putusan Pengadilan Tinggi Kupang (Nomor 141/PDT/2023/PT.KPG) tanggal 23 November 2023 dan putusan Pengadilan Negeri Ruteng (Nomor 26/Pdt.G/2022/PN Rtg) tanggal 5 September 2023.
Mahkamah Agung berpendapat bahwa terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi Pemda Manggarai dan membatalkan putusan kedua pengadilan tersebut, dengan alasan bahwa Pengadilan Tinggi Kupang dan Pengadilan Negeri Ruteng salah dalam menerapkan hukum.
Menurut Mahkamah Agung, gugatan terkait perbuatan melanggar hukum yang ditujukan kepada badan atau pejabat pemerintah seharusnya diajukan ke Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN), bukan ke Pengadilan Negeri.
Mahkamah Agung merujuk pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintahan.
Sebagai respons terhadap putusan tersebut, Zaenal Arifin Manasa melalui kuasa hukumnya, Durman Paulus, mengajukan PK kepada Mahkamah Agung pada 21 Februari 2025.
Durman mengungkapkan, tujuan pengajuan PK ini adalah untuk meninjau kembali putusan Mahkamah Agung yang membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Kupang dan Pengadilan Negeri Ruteng yang sebelumnya memenangkan kliennya.
Ia menyatakan, kliennya tidak sependapat dengan putusan tersebut dan sangat keberatan karena menurutnya terdapat kekhilafan dan kekeliruan dalam pertimbangan hukum yang dibuat oleh majelis hakim Mahkamah Agung.
Ia juga menjelaskan, sesuai dengan Pasal 67 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, pemohon merasa memiliki alasan yang cukup untuk mengajukan permohonan PK.
“Putusan kasasi ini mengandung kekeliruan yang nyata dalam pertimbangan hukumnya, yang menganggap perkara ini adalah kewenangan PTUN, padahal ini adalah sengketa kepemilikan tanah yang bersifat perdata,” jelas Durman, Minggu, 9 Maret 2025.
Dalam memori PK-nya, Zaenal Arifin Manasa menegaskan bahwa objek sengketa adalah tanah yang diperoleh dari warisan kakeknya, Abdurahman, yang telah dikuasai oleh Pemda Manggarai secara melawan hukum.
Tanah tersebut telah digarap menjadi sawah garam oleh Zaenal Arifin Manasa selama puluhan tahun dan dikelilingi pagar pembatas.
Fakta persidangan menunjukkan bahwa kepemilikan sah atas tanah tersebut dibenarkan oleh saksi-saksi yang dihadirkan.
Bahkan, Kelurahan Reo pernah mengeluarkan surat keterangan kepemilikan yang menyebutkan bahwa tanah tersebut milik Zaenal Arifin Manasa, yang berbatasan dengan tanah milik Mansyur Anwar.
Durman juga mengungkapkan, terdapat perkuburan keluarga Haji Daeng Marola yang terletak di wilayah tanah yang dipersengketakan, dan Pemda Manggarai mengklaim tanah tersebut sebagai asetnya, meskipun tidak pernah melakukan pengukuran atau inventarisasi aset negara.
Sebagai langkah selanjutnya, Zaenal Arifin Manasa berharap agar Mahkamah Agung mempertimbangkan kembali kasus ini, mengingat tidak adanya bukti kepemilikan dari Badan Pertanahan Nasional atau surat keputusan dari instansi pemerintah terkait kepemilikan tanah tersebut.
Sengketa ini masih menunggu proses hukum lebih lanjut, dan semua pihak berharap agar perkara ini dapat diselesaikan dengan adil sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Penulis: Berto Davids