Oleh: Filmon Hasrin
Tinggal di Jakarta
Berdasarkan Surat Edaran Badan Kepegawaian Negara (BKN) Nomor 02/PANPEL.BKN/CPNS/IX/2024, penetapan Nomor Induk Pegawai (NIP) atau pengangkatan CPNS seharusnya dilakukan pada 22 Februari hingga 23 Maret 2025.
Sementara itu, peserta yang lolos PPPK (P3K) 2024 tahap 1 dijadwalkan diangkat pada Februari 2025 dan tahap 2 pada Juli 2025. Namun, dalam keputusan terbaru, terdapat penundaan, di mana pengangkatan CPNS dijadwalkan pada 1 Oktober 2025 dan PPPK pada 1 Maret 2026.
Keputusan ini menimbulkan polemik, memicu gelombang protes yang semakin memanas, serta menambah kecemasan para peserta yang berkaitan langsung dengan kebutuhan ekonomi mendesak dalam keluarga mereka.
Masalah ini bukan sekadar soal kesabaran atau kekhawatiran akan pembatalan nama-nama yang telah lolos tes, tetapi lebih kepada kebijakan pemerintah yang dinilai tidak dipikirkan secara matang dan solutif.
Ironisnya, sebagian anggota DPR RI, yang seharusnya mewakili suara rakyat dan memperjuangkan nasib CPNS serta P3K, justru mendukung keputusan pemerintah tersebut.
Saat ini, tidak hanya peserta CPNS dan P3K yang menyuarakan aksi protes, tetapi juga masyarakat luas, terutama anggota keluarga yang telah berharap penuh pada status PNS dan P3K.
Padahal, penderitaan akibat dampak pandemi Covid-19 belum sepenuhnya pulih, ditambah dengan penundaan pengangkatan peserta CPNS dan P3K yang semakin memperburuk keadaan ekonomi.
Utang semakin bertambah, dan tidak dapat dipungkiri bahwa perencanaan hidup ke depan semakin terbengkalai. Hanya masyarakat yang merasakan hal ini. Sebagai warga negara Indonesia yang baik, kita tentu turut prihatin dengan kebijakan pemerintah, karena dampaknya sangat dirasakan.
Kekacauan yang terjadi di antara peserta yang sudah lolos menambah kegelisahan, yang pada akhirnya bermuara pada masalah ekonomi.
Di berbagai daerah di Indonesia, tuntutan ekonomi sangat berbeda, baik di perkotaan maupun di pedesaan, khususnya di daerah yang tergolong miskin ekstrem.
Menganggur secara terpaksa selama beberapa bulan ke depan bukanlah hal yang mudah, karena memerlukan persiapan yang matang untuk membiayai kehidupan sehari-hari.
Nasib
Hidup yang realistis tidak dapat diperdebatkan dalam waktu lama karena berkaitan langsung dengan kebutuhan sehari-hari yang harus segera dipenuhi. Manusia perlu makan dan minum, bahkan hewan pun demikian.
Penundaan pengangkatan sama halnya dengan menunda rencana untuk membeli makanan dan minuman, apalagi jika penundaan tersebut dilakukan secara mendadak.
Tentu hal ini berdampak besar, karena waktu yang seharusnya digunakan untuk bekerja dan menghasilkan uang justru terbuang sia-sia.
Sejak awal perjuangan, peserta CPNS dan P3K telah bekerja keras mengurus berkas, tanpa mengenal musim hujan atau terik matahari. Bahkan, peserta tes P3K yang berulang kali mengikuti ujian dengan usia yang sudah cukup tua, menunjukkan dedikasi luar biasa.
Ini bukan sekadar soal moto “tidak ada hidup yang mudah,” tetapi lebih kepada rasionalitas agar pemerintah bersikap bijak dan kritis dalam mengambil keputusan yang dapat menyelamatkan nasib rakyatnya.
Peserta CPNS dan P3K saat ini mengalami dilema besar, karena banyak di antara mereka yang sudah mengundurkan diri dari tempat kerja dengan alasan telah lolos seleksi PNS dan P3K.
Namun, mereka tidak dapat kembali ke pekerjaan semula karena pengunduran diri akan dikenakan sanksi, sesuai dengan Peraturan Menteri PANRB Nomor 6/2024 yang diperkuat dengan ketentuan baru dalam Surat BKN Nomor 1272/B-MP.01.01/SD/D/2025.
Satu-satunya solusi yang dapat diambil adalah mendorong percepatan pengangkatan CPNS dan P3K tahap 1 2024, serta meminta DPR RI untuk mencabut kembali kesepakatan dalam rapat kerja Kementerian PANRB, BKN, dan DPR RI pada Selasa, 4 Maret 2025.
Kebijakan seperti ini tidak dapat dipaksakan karena telah memperburuk keadaan ekonomi masyarakat. Bahkan, ruang-ruang kosong di lembaga pemerintahan masih menunggu kedatangan PNS dan P3K yang baru.
Percepatan pengangkatan mereka sangat penting untuk memperlancar proses pekerjaan yang telah disediakan pemerintah, demi mengurus dan melayani kepentingan publik.
Perlu Langkah Pasti
Masyarakat memiliki hak dan kebebasan untuk menuntut agar pemerintah mempertimbangkan kembali poin-poin kesepakatan yang telah dibuat, tidak hanya sekadar berpikir, tetapi juga segera mengambil langkah tegas, yaitu dengan mempercepat pengangkatan.
Meskipun pemerintah, dalam hal ini Kementerian PANRB, telah memberikan alasan kepada masyarakat bahwa perlu kehati-hatian dan ketelitian dalam proses penyelarasan data terkait formasi, jabatan, dan penempatan di berbagai instansi (detikjateng, Kamis, 13 Maret 2025), namun hal itu memakan waktu yang terlalu lama.
Padahal, proses administrasi semacam itu sudah biasa dilakukan, sebagaimana proses pengangkatan CPNS dan P3K sebelumnya.
Selain itu, alasan pemerintah untuk menata ulang sistem birokrasi agar lebih terstruktur serta melakukan pengangkatan CPNS secara serentak pada 1 Oktober 2025 dan P3K pada 1 Maret 2026, menurut saya, tidak terlalu mendasar.
Lebih baik fokus pada penataan sikap para koruptor agar tidak cenderung melakukan tindakan yang merugikan negara, seperti hilangnya uang negara sebesar 300 triliun, dan mereformasi birokrasi yang justru mempersulit kebutuhan masyarakat.