Kupang, Vox NTT – Margarita Lusi, seorang guru Agama Kristen di SMA Negeri 1 Rote Barat, Kabupaten Rote Ndao, mengunjungi Kota Kupang sejak Minggu, 16 Maret 2025, untuk mempertanyakan nasibnya terkait masalah pensiun.
Margarita merasa kebingungan setelah mendapati dirinya tak menerima gaji sejak Februari 2025, meskipun Surat Keputusan (SK) pensiun baru ditandatangani pada Selasa, 18 Maret 2025.
Pada hari yang sama, Margarita bertemu dengan Kepala Dinas Pendidikan NTT dan melakukan dialog dengan Ketua PGRI NTT, Samuel Haning, di kantor PGRI.
Samuel dengan tegas menyatakan, pihaknya akan membela hak-hak para guru yang mengalami kesalahan administrasi, termasuk masalah yang dihadapi oleh Margarita.
“Begitu banyak kesalahan di Dinas. Mama tua mengadu ke Meja Rakyat karena mereka harus bertanggung jawab. Melki Laka Lena sebagai gubernur yang menandatangani SK pensiun,” kata Samuel Haning.
Samuel juga menilai bahwa SK pensiun Margarita yang baru ditandatangani pada Maret seharusnya lebih teliti.
“Bagi saya, SK itu cacat prosedural. Seharusnya SK itu ditandatangani oleh Penjabat Gubernur NTT setelah prosedur yang benar. Ini adalah kesalahan administratif,” tegasnya.
Ia mengingatkan semua pejabat di NTT untuk lebih disiplin dalam hal administrasi. “Ini soal tertib administrasi. Jika seluruh pejabat paham administrasi, maka tidak akan ada persoalan seperti ini,” katanya.
Margarita Lusi sendiri mengaku tidak mempermasalahkan jika memang sudah waktunya untuk pensiun, namun ia merasa tidak dihargai setelah mengabdi puluhan tahun sebagai guru.
Ia menyatakan, meskipun namanya masih terdaftar di Dapodik dan data Taspen, yang menunjukkan bahwa ia seharusnya pensiun pada tahun 2027, ia justru diberitahu baru-baru ini mengenai status pensiunnya.
“Setahu saya, jika pensiun kami sudah mengurus berkas enam bulan sebelumnya. Beruntung ada teman yang memberitahukan, jika tidak, saya tidak tahu kalau saya sudah pensiun,” ujar Margarita.
Pada akhirnya, pada Selasa, 18 Maret, Margarita akhirnya menerima SK pensiun yang sesuai dengan tanggal yang tertera dalam berkas.
Namun, ia tetap berharap masalah administrasi ini tidak terulang lagi di masa depan, agar hak-hak guru dihargai dan diberikan dengan adil.
Penulis: Ronis Natom