Kupang, Vox NTT – Dua dokter anestesi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) TC Hillers Maumere, dr. Remidason Riba, Sp.An., dan dr. Yosefin Erfleniati Jati, terancam dicabut Surat Izin Praktik (SIP)-nya oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI.
Ancaman ini muncul setelah keduanya melakukan aksi mogok kerja sebagai bentuk protes terhadap honor yang dinilai tidak sesuai.
Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Melki Laka Lena, menyampaikan bahwa aksi mogok tersebut telah mengganggu pelayanan medis di RSUD TC Hillers dan bahkan menyebabkan adanya korban jiwa. Hal itu disampaikannya saat kunjungan kerja ke Manggarai Timur pada Kamis, 11 April 2025.
“Sudah ada pasien yang meninggal akibat mogok kerja ini. Ini bukan soal honor lagi, tetapi soal tanggung jawab kemanusiaan,” tegas Gubernur Melki.
Ia menjelaskan, meskipun alasan utama mogok adalah ketidakpuasan terhadap insentif yang diterima, para dokter tetap memiliki tanggung jawab moral dan profesional terhadap pasien, terutama dalam situasi darurat.
Kedua dokter tersebut diketahui menolak bertugas di RS TC Hillers dengan alasan insentif yang diberikan tidak sesuai dengan harapan.
Menyikapi hal itu, Gubernur Melki menyatakan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan Kemenkes untuk mempertimbangkan pencabutan SIP keduanya.
“Jika SIP mereka dicabut, mereka tidak akan bisa praktik di mana pun di Indonesia. Mereka perlu menyadari kembali tanggung jawab mereka sebagai dokter,” ujarnya.
Gubernur Melki juga menegaskan, profesi dokter bukan sekadar pekerjaan untuk mencari keuntungan finansial, melainkan panggilan hati untuk melayani sesama.
“Daerah ini memiliki keterbatasan. Ingat kembali sumpah profesi untuk melayani masyarakat,” tambahnya.
Ia juga menyampaikan kekhawatiran terhadap dampak lanjutan jika tuntutan kenaikan honor ini dikabulkan.
Dengan lebih dari 50 dokter yang bekerja di RS TC Hillers, permintaan kenaikan dari satu profesi bisa memicu tuntutan serupa dari tenaga medis lainnya dan mengganggu keberlangsungan operasional rumah sakit.
Sebagai solusi sementara, pihak Kemenkes melalui Dirjen Tenaga Kesehatan menyatakan kesiapan untuk mengirimkan dua dokter anestesi pengganti guna mengisi kekosongan layanan di RS tersebut.
Polemik ini kini menjadi perhatian publik karena menyangkut hak tenaga medis sekaligus tanggung jawab mereka dalam memberikan layanan kesehatan, terutama di wilayah yang menghadapi keterbatasan fasilitas dan anggaran.
Penulis: Ronis Natom