Jakarta, VoxNTT.com – Forum Perempuan Diaspora Nusa Tenggara Timur (NTT) menggelar konsolidasi nasional pada Rabu, 30 April 2025, untuk menyikapi kasus dugaan kekerasan seksual yang menyeret eks Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja (FWLS).

Dalam konsolidasi nasional melalui Zoom Meeting ini, FPD NTT mengandeng Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan (TP PKK) NTT.

Konsolidasi bertujuan untuk mendapatkan informasi yang jelas dan transparan terkait dengan perkembangan penanganan kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh eks Kapolres Ngada.

Koordinator FPD NTT, Sere Aba menyampaikan forum ini dibentuk berawal dari keprihatinan terhadap kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh eks Kapolres Ngada.

FPD NTT, kata dia, berkomitmen akan terus bekerja sama dengan stakeholder terkait agar persoalan ini bisa ditangani.

Sere menambahkan, 75 persen narapidana yang ada di NTT adalah pelaku kejahatan seksual.

“Ini angka yang besar, kita tidak bisa diam saja,” ujarnya .

Kasus kejatahan seksual merupakan tanggung jawab besar Gubernur NTT, Wakil Gubernur NTT dan semua pihak untuk terus bergerak dalam mengawalnya.

Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi NTT, Asti Laka Lena menegaskan, isu kekerasan terhadap perempuan merupakan persoalan mendesak yang perlu menjadi perhatian bersama.

“Terkait kasus kekerasan seksual eks Kapolres Ngada ini, hanya satu masalah yang kita jadikan kunci untuk membuka fenomena yang terjadi di NTT dan seluruh Indonesia bahwa angka kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak semakin hari semakin meningkat,” kata Asti dalam forum tersebut.

Dalam pandangannya, perempuan, khususnya ibu, memiliki peran sentral dalam ketahanan sosial dan struktur keluarga.

Ia mengibaratkan sebuah daerah atau negara sebagai rumah, di mana kepala daerah sebagai atap, dan ibu sebagai tiang penyangga utama.

“Saya selalu menganalogikan suatu daerah, suatu negara, sebagai rumah. Kepala daerahnya atau pemerintahnya itu sebagai atap. Tetapi ibu, itu adalah sebagai tiang dari bangunan itu. Kalau ibunya rapuh, ibunya dilukai, ibunya tidak kuat, maka bangunan sehebat apapun, dia akan runtuh,” tegasnya.

Forum ini juga menjadi ajakan terbuka bagi seluruh elemen masyarakat untuk memperkuat perlindungan terhadap perempuan dan anak serta mendesak aparat penegak hukum menangani kasus-kasus kekerasan dengan serius dan transparan.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Provinsi NTT, Ruth Laiskodat, memaparkan bahwa tren kekerasan mengalami peningkatan setiap tahun, dengan korban tidak hanya berasal dari kalangan perempuan, tetapi juga laki-laki.

“Peningkatan kasus ini juga sejalan dengan tumbuhnya kesadaran dan keberanian korban untuk melapor,” ujar Ruth.

Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) RI, Veronica Tan, turut menanggapi data tersebut dengan tegas.

Ia meminta aparat penegak hukum menjatuhkan hukuman seberat-beratnya kepada pelaku kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak.

“Kami juga berkomitmen mendukung pembentukan task force bersama Kementerian PPPA untuk menyusun modul dan bahan ajar terkait materi kekerasan terhadap perempuan dan anak,” tambahnya.

Dalam forum ini, Direktorat Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) dan Perlindungan Perempuan dari Kekerasan Berbasis Gender (PPO) Mabes Polri, yang diwakili oleh Kasubdit II Dittipid PPA dan PPO, menyampaikan bahwa pelaku berinisial FWLS, yang merupakan eks Kapolres Ngada, telah ditahan di Rutan Bareskrim Polri tanpa adanya perlakuan khusus.

Sementara itu, anggota DPR RI Komisi XIII Dapil NTT II, Umbu Kabunang Rudiyanto, menekankan pentingnya perluasan penyidikan kasus tersebut. Ia menilai ada indikasi keterlibatan lebih dari dua pelaku dalam kasus ini.

“Selain perluasan penyidikan, negara juga perlu memastikan pemberian restitusi bagi korban dan keluarga sebagai bentuk tanggung jawab dan keadilan,” ujarnya.

Konsolidasi ini dihadiri oleh berbagai lembaga negara yang menyatakan komitmennya untuk menjalankan tugas secara maksimal dalam menangani kasus ini.

Di sisi lain, kelompok masyarakat sipil (CSO) berjanji akan terus mengawal proses hukum hingga pelaku dijatuhi hukuman seadil-adilnya serta memastikan perlindungan dan pendampingan terhadap korban selama proses hukum dan pemulihannya.

Adapun rekomendasi yang dihasilkan dari konsolidasi ini akan disampaikan secara langsung dalam Rapat Dengar Pendapat bersama DPR RI, khususnya kepada Komisi I, III, VIII, X, dan XIII. [VoN]