Kupang, VoxNTT.com – Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Melki Laka Lena, melontarkan kritik tajam terhadap praktik pengelolaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang dinilai sarat kepentingan politik, khususnya di tubuh Bank NTT. Hal ini disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi II DPR RI di Jakarta, Selasa, 29 April 2025.

Dalam forum tersebut, Gubernur Melki mengungkapkan keprihatinannya terhadap kinerja lima BUMD milik Pemerintah Provinsi NTT yang dinilai belum memberikan kontribusi optimal terhadap pendapatan daerah.

Ia secara khusus menyoroti Bank NTT yang meski memiliki aset sebesar Rp16 triliun, belum mampu menyumbang dividen secara maksimal.

“Dividen yang bisa dikasih saya lihat masih kecil. Ini karena, seperti yang disampaikan teman-teman Bupati, ada pengakomodasian tim sukses dalam berbagai urusan, termasuk penempatan jabatan di BUMD seperti Bank NTT,” ujar Melki.

Ia menilai keterlibatan tim sukses dalam penempatan posisi strategis telah melemahkan kinerja profesional lembaga tersebut.

Menurutnya, kondisi ini tidak hanya menurunkan profitabilitas, tetapi juga mengganggu akuntabilitas dan tata kelola perusahaan yang sehat.

Pernyataan itu menuai dukungan dari Koalisi Masyarakat Pemberantasan Korupsi (Kompak) Indonesia.

Melalui ketuanya, Gabriel Goa, Kompak menyerukan reformasi menyeluruh terhadap tata kelola Bank NTT yang kini tengah diterpa sejumlah kasus hukum, mulai dari dugaan korupsi hingga kredit macet bernilai miliaran rupiah.

“Sudah saatnya NTT diselamatkan dari praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme berjamaah yang selama ini merampok hak-hak sosial dan ekonomi rakyat miskin,” kata Gabriel dalam pernyataan tertulis yang diterima media, Sabtu, 3 Mei 2025.

Kompak menyoroti sejumlah nama calon Direktur Utama dan Komisaris Utama Bank NTT yang disebut-sebut terlibat dalam perkara pidana umum maupun tindak pidana korupsi.

Mereka mendesak Gubernur dan 22 kepala daerah sebagai pemegang saham agar tidak meloloskan kandidat bermasalah.

“Kalau kepala daerah masih bermain mata, berarti mereka turut melanggengkan kejahatan struktural terhadap rakyat,” tegas Gabriel.

Kompak juga menyoroti lambannya penanganan kasus Medium Term Notes (MTN) senilai Rp50 miliar yang mandek di Kejaksaan Tinggi NTT.

Selain itu, ada pula perkara kredit macet senilai lebih dari Rp100 miliar oleh PT Pundi Mas dan kasus lain yang kini ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung Merah Putih.

Tak hanya itu, Kompak mendesak Jaksa Agung RI agar mencopot Kepala Kejati NTT dan Asisten Pidana Khusus karena dinilai tidak transparan dan akuntabel dalam menangani kasus strategis tersebut.

“Kami menyerukan dukungan penuh kepada KPK dan Kejaksaan Agung untuk segera mengungkap aktor intelektual di balik korupsi berjamaah ini,” ujar Gabriel.

Di tengah krisis kepercayaan publik terhadap BUMD, pernyataan Gubernur Melki menjadi titik awal penting dalam upaya membenahi tata kelola perusahaan daerah yang selama ini dinilai lebih melayani elite politik ketimbang publik.

Reformasi Bank NTT harus dimulai dengan keberanian memutus mata rantai patronase politik, tulis Gabriel, seraya mengajak penggiat antikorupsi dan media untuk turut mengawal proses tersebut. [VoN]