Labuan Bajo, VoxNTT.com – Sejumlah warga pemilik lahan di Kenari, Desa Warloka, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, mempertanyakan kejelasan pembayaran ganti rugi atas lahan mereka yang telah diserahkan untuk pembangunan Embung Anak Munting, sebuah Proyek Strategis Nasional (PSN) yang terletak di jalur utama menuju Golo Mori.
Lahan warga tersebut digunakan sejak tahun 2022 untuk pembangunan embung oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui PT Brantas Abipraya sebagai kontraktor pelaksana. Namun hingga kini, ganti rugi belum sepenuhnya dibayarkan oleh pemerintah pusat.
Menanggapi hal ini, Wakil Ketua DPRD Manggarai Barat, Sewargading S.J. Putera, menyatakan keprihatinan dan mempertanyakan tanggung jawab dua kementerian terkait, yakni Kementerian PUPR dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
“Saya mewakili masyarakat ingin menyampaikan rasa marah dan prihatin terhadap kinerja dua kementerian ini. Seolah-olah tidak ada rasa tanggung jawab dan totalitas dalam menyelesaikan persoalan ganti rugi lahan ini,” tegas Sewargading saat diwawancarai VoxNtt.com pada Jumat, 30 Mei 2025.
Sewargading menambahkan, masyarakat telah dengan sabar menunggu hak mereka atas ganti rugi lahan yang diperkirakan bernilai sekitar Rp29 miliar.
Ia mendesak Balai Wilayah Sungai (BWS) Nusa Tenggara Timur (NTT) segera menyelesaikan pembayaran yang telah dijanjikan sejak 2022.
Menurutnya, dalam proses pembangunan Embung Anak Munting, sempat terjadi dialog antara warga dan pihak BWS NTT yang berujung pada penandatanganan Berita Acara Kesepakatan di Polres Manggarai Barat. Kesepakatan itu memuat sejumlah poin penting, antara lain:
Pertama, Penetapan hasil pengukuran oleh BPN Manggarai Barat pada 23 Mei 2023. Kedua, Dana talangan diberikan kepada warga terdampak: 5% untuk ganti rugi di atas Rp1 miliar, dan 10% untuk di bawah Rp1 miliar, dengan batas akhir pembayaran 23 Mei 2023.
Ketiga, Pelunasan ganti rugi maksimal 30 Oktober 2023, dikurangi dana talangan yang telah diterima. Keempat, Pekerjaan embung tetap dilanjutkan.
Kelima, Kesepakatan baru ini menggantikan kesepakatan sebelumnya. Keenam, Jika pembayaran tidak dilakukan sesuai jadwal, pemilik lahan berhak mengambil kembali lahan tanpa mengembalikan dana talangan.
Sewargading menegaskan bahwa berdasarkan kesepakatan tersebut, masyarakat memiliki hak untuk mengambil alih kembali lahan mereka jika pemerintah gagal menunaikan kewajibannya.
“Masyarakat sebenarnya masih menghargai pemerintah, makanya mereka belum mengambil tindakan. Tapi jika ini terus dibiarkan, jangan salahkan masyarakat jika suatu saat mereka akan mengambil kembali lahan tersebut,” ujarnya.
Ia pun mendesak BWS NTT untuk segera menyelesaikan proses pembayaran agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di lapangan.
Diketahui, proyek Embung Anak Munting dibangun di atas lahan seluas 15,052 hektare dengan kapasitas tampung air mencapai 150.000 meter kubik dan luas genangan sekitar 4,5 hektare.
Embung ini menjadi bagian dari PSN dalam rangka mendukung pengembangan Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP) Labuan Bajo.
Pada 5 Desember 2023, Presiden Joko Widodo sempat mengunjungi lokasi Embung Anak Munting dan melakukan penanaman pohon bersama masyarakat dan pelajar.
Kunjungan tersebut turut dihadiri Menteri LHK Siti Nurbaya, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Pj Gubernur NTT Ayodhia Kalake, serta Bupati Manggarai Barat Edistasius Endi.
Penulis: Sello Jome
Tinggalkan Balasan