Ruteng, VoxNTT.com – Program “quick wins” andalan Bupati dan Wakil Bupati Manggarai yang digadang-gadang bakal menyulap wajah pasar dalam 100 hari pertama justru menuai kritik pedas.

Penataan Pasar Inpres Ruteng dan pemanfaatan Pasar Puni dinilai ‘gagal total’. Bahkan, Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Ruteng menyebut ruko-ruko di pasar justru jadi tempat penginapan ilegal yang merugikan daerah.

Presidium Gerakan Kemasyarakatan (Germas) PMKRI Cabang Ruteng, Heraklitus Efridus, menyampaikan langsung hasil evaluasi tersebut.

Menurutnya, penataan yang sempat dilakukan di Pasar Inpres Ruteng hanya bertahan seumur jagung.

“Pasca-penataan, kondisinya kembali kacau. Pedagang kaki lima memadati trotoar, parkir liar di mana-mana, lalu lintas macet lagi. Pemerintah seperti tak punya taring dalam pengawasan,” ujar Heraklitus kepada wartawan, Sabtu, 31 Mei 2025.

Tak hanya itu, PMKRI juga menyoroti penyalahgunaan ruko yang diduga kuat disulap jadi tempat tinggal ilegal.

Heraklitus mengaku mendapat pengakuan langsung dari penghuni salah satu ruko.

“Dia mengaku tak bayar sewa, hanya iuran listrik Rp10 ribu. Ini jelas pelanggaran! Ruko itu aset daerah. Kalau jadi tempat tinggal gratisan, siapa yang tanggung kerugian PAD?” tegasnya.

Pasar Puni Mati Suri, Pedagang Balik ke Lokasi Lama

Sementara itu, kondisi Pasar Puni tak kalah memprihatinkan. Diharapkan jadi lokasi alternatif pasca-relokasi, pasar itu kini justru sepi pengunjung dan ditinggalkan pedagang.

“Relokasi pedagang dilakukan tanpa solusi ekonomi. Akhirnya mereka balik ke Pasar Impres yang katanya sudah ditata,” kata Heraklitus.

PMKRI menilai pemerintah terlalu gegabah dan tidak punya rencana berkelanjutan untuk nasib para pedagang.

Akibatnya, alih-alih memperbaiki kondisi pasar, langkah ini justru memperparah ketimpangan.

“Setelah dipindah, pedagang dibiarkan. Pemerintah abai memastikan mereka bisa tetap bertahan. Ini menyangkut perut banyak orang, jangan main-main,” pungkas Heraklitus.

Ia pun mendesak Pemerintah Kabupaten Manggarai untuk segera mengevaluasi total program 100 hari kerja, terutama terkait pengelolaan pasar dan pemanfaatan aset daerah.

“Kami minta ada audit dan tindakan tegas. Jangan sampai pasar hanya jadi panggung pencitraan, sementara rakyatnya makin susah,” tutupnya. [VoN]