Oleh: Pater Darmin Mbula, OFM
Ketua Presidium Majelis Nasional Pendidikan Katolik (MNPK)
Sekolah unggul Katolik di Bumi Nusantara memiliki peran penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk karakter generasi muda yang beriman, bermartabat, berintegritas, bermutu, berkarakter dan peduli terhadap sesama serta lingkungan hidup yang sehat dan bahagia berkelanjutan.
Melalui kurikulum yang mengintegrasikan nilai-nilai Katolik dan pendekatan holistik dalam pendidikan, sekolah-sekolah Katolik berkontribusi dalam mewujudkan misi Gereja Katolik untuk mengembangkan manusia seutuhnya dalam relasi kasihnya dengan sesama, alam dan Tuhan serta berperan aktif dalam pembangunan peradaban publik yang damai, berkeadilan dan berkelanjutan.
Sekolah unggul Katolik dengan kurikulum unggul Katolik ( Catholic Excellence Curriculum) yang dijalankan bersama melalui tata kelola kepemimpinan guru yang holistik, humanis, ekologis, dan bahagia berkelanjutan merupakan perwujudan nyata dari misi Gereja Katolik di Indonesia untuk mendidik umat manusia secara utuh, inklusif, berkeadilan dan damai sejahtera
Melalui pendekatan ini, sekolah-sekolah Katolik berkomitmen membentuk generasi muda yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga memiliki karakter yang kuat, iman yang teguh, dan kepedulian yang tinggi terhadap sesama dan lingkungan, sebagai bagian integral dari panggilan kemanusiaan universal di planet bumi sebagai rumah bersama semua makhluk hidup.
Fenomena Kapal Keruk
Fenomena kapal keruk, alat berat yang digunakan untuk mengeruk pasir laut atau sungai secara masif demi kepentingan industri atau tambang menunjukkan bagaimana eksploitasi lingkungan yang berlebihan dapat merusak ekosistem, mengganggu kehidupan masyarakat pesisir, dan mencerminkan krisis nilai dalam memperlakukan alam sebagai sekadar objek ekonomi.
Dampaknya terhadap pendidikan yang memanusiakan manusia seutuhnya sangat signifikan, karena tindakan semacam ini bertentangan dengan nilai-nilai moral, spiritual, dan ekologis yang seharusnya diajarkan dalam proses pendidikan.
Ketika peserta didik melihat bahwa alam dirusak tanpa tanggung jawab, hal ini bisa melemahkan pembentukan karakter cinta kasih, tanggung jawab sosial, dan kesadaran ekologis, semua yang menjadi pilar penting dalam membentuk pribadi manusia yang utuh, bermartabat, dan peduli terhadap sesama serta lingkungan.
Bumi Nusantara
Konsep Bumi Nusantara merujuk pada pandangan bahwa tanah, laut, dan seluruh kekayaan alam Indonesia adalah anugerah ilahi yang harus dihargai, dijaga, dan dimaknai secara holistik sebagai bagian dari identitas dan spiritualitas bangsa.
Dalam kaitannya dengan sekolah keunggulan Katolik, konsep ini dapat diintegrasikan sebagai dasar pendidikan yang menggabungkan iman Katolik, budaya lokal, dan tanggung jawab ekologis.
Sekolah Katolik unggulan tidak hanya mendidik siswa untuk cerdas secara intelektual, tetapi juga membentuk karakter yang menghormati martabat manusia, mencintai alam ciptaan, dan hidup dalam semangat kasih seperti teladan Kristus.
Dengan demikian, konsep Bumi Nusantara menjadi landasan kontekstual yang memperkaya spiritualitas inkulturatif dan mendukung misi pendidikan Katolik yang memanusiakan secara utuh dan transformatif.
Sekolah Unggul Katolik
Sekolah unggul Katolik adalah pendidikan yang unggul dalam prestasi akademik juga unggul dalam membentuk kepribadian utuh berdasarkan iman Katolik, nilai-nilai kemanusiaan, dan tanggung jawab moral sosial ekologis .
Sekolah ini mengintegrasikan kualitas pengajaran, budaya kasih, keadilan, dan pelayanan sebagai bagian dari identitasnya, menjadikan Kristus sebagai pusat seluruh proses pendidikan.
Gerard O’Shea, dalam bukunya “Educating in Christ: A Practical Handbook for Developing the Catholic Faith from Childhood to Adolescence”, menekankan bahwa sekolah Katolik unggul adalah sekolah yang menanamkan kebijaksanaan ilahi dan kebajikan moral dalam seluruh kurikulumnya, serta membangun komunitas pembelajar yang hidup dalam iman dan kasih.
Sekolah unggul Katolik membentuk siswa menjadi pribadi yang cerdas, berkarakter, solider, dan siap menjadi agen transformasi dalam masyarakat, menjadikan pendidikan sebagai jalan pewartaan dan pembaruan peradaban cinta kasih persaudaraan manusia semesta.
Sekolah unggul Katolik berlandaskan pada prinsip pendidikan yang menekankan pembentukan manusia seutuhnya, mencakup aspek intelektual, moral, spiritual, dan sosial, dengan tujuan akhir mengarah pada kekudusan dan pelayanan kepada sesama.
Ciri utama dari sekolah ini meliputi: pertama, menciptakan lingkungan hidup bersama yang dijiwai oleh semangat Injil, kebebasan, dan cinta kasih;
Kedua, membantu kaum muda dalam mengembangkan kepribadian mereka sekaligus menjadi ciptaan baru melalui penerimaan baptis;
Ketiga, mengarahkan seluruh kebudayaan manusia kepada pewartaan keselamatan, sehingga pengetahuan yang diperoleh siswa disinari oleh terang iman; dan
Keempat, membuka diri bagi kemajuan dunia modern sambil mendidik siswa untuk mengembangkan kesejahteraan masyarakat dunia serta menyiapkan mereka untuk pengabdian demi terwujudnya kebebasan, damai abadi dan keadilan sosial ekologis sebagai inti Kerajaan Allah di bumi Nusantara .
Kurikulum Unggul Katolik
Kurikulum Unggul Katolik (Catholic Excellence Curriculum) merupakan kerangka pendidikan yang menyatukan keunggulan akademik dengan formasi spiritual, moral, dan sosial yang berakar kuat pada ajaran Gereja Katolik.
Kurikulum ini tidak hanya menargetkan pencapaian kognitif siswa, tetapi juga pembentukan karakter dan keutamaan Kristiani seperti iman, harapan, kasih, keadilan, dan keberanian moral.
Pendidikan dipahami sebagai proses integral yang memanusiakan manusia secara utuh—akal, hati, dan tindakan dalam terang Injil dan tradisi Katolik.
Kurikulum ini juga merespons tantangan zaman dengan pendekatan kontekstual yang mampu menjawab kebutuhan lokal, nasional, dan global, tanpa kehilangan identitas iman.
Implementasi Kurikulum Unggul Katolik memerlukan peran pakar kurikulum dan pendidik Katolik yang memiliki kompetensi pedagogis serta pemahaman mendalam tentang spiritualitas pendidikan Katolik.
Salah satu referensi penting dalam pengembangan kurikulum ini adalah buku “Educating for Purposeful Living in a Post-Traditional Age” karya Michael W. Higgins dan Nicholas Sambaluk, yang menekankan pentingnya membentuk siswa sebagai pencari makna dan pelaku transformasi sosial.
Selain itu, “The Catholic School” oleh Kongregasi Pendidikan Katolik dan “Catholic Curriculum: A Mission to the Heart of Young People” oleh Gerard O’Shea memberikan landasan teologis dan praktis dalam merancang kurikulum yang menyatu antara iman dan ilmu, antara akademik dan kehidupan nyata.
Kurikulum Unggul Katolik mendorong sekolah untuk menciptakan lingkungan belajar yang hidup, reflektif, partisipatif, dan transformatif.
Ini mencakup integrasi mata pelajaran umum dengan nilai-nilai Katolik, pembelajaran berbasis proyek yang mendorong keterlibatan sosial dan ekologis, serta evaluasi yang menilai pertumbuhan karakter dan spiritualitas siswa selain prestasi akademik.
Dengan demikian, sekolah Katolik tidak hanya mencetak lulusan yang kompeten, tetapi juga pribadi yang berbelarasa, berkeadilan, dan siap menjadi agen perubahan berdasarkan iman Katolik dalam masyarakat yang kompleks dan pluralistik.
Tata Kelola Kepemimpinan Holistik
Tata kelola dan kepemimpinan holistik dalam konteks pendidikan Katolik merupakan pendekatan yang menyatukan aspek spiritual, moral, intelektual, sosial, dan manajerial secara terpadu dalam mengelola lembaga pendidikan.
Tata kelola ini menuntut sistem yang transparan, akuntabel, partisipatif, dan berorientasi pada pelayanan terhadap kebaikan bersama.
Pemimpin dalam model ini bukan hanya manajer administratif, tetapi juga figur yang inspiratif, visioner, dan melayani (servant leader), yang mampu membaca tanda-tanda zaman serta menuntun komunitas pendidikan dalam terang ajaran Gereja.
Kepemimpinan holistik menekankan bahwa setiap keputusan dan kebijakan harus mencerminkan nilai-nilai Injil, memperhatikan kesejahteraan semua pihak terutama yang paling lemah dan memelihara ekosistem belajar yang sehat secara spiritual dan ekologis.
Dalam praktiknya, kepemimpinan holistik juga mencakup pengembangan kapasitas sumber daya manusia, pembinaan relasi yang sehat dan kolaboratif, serta evaluasi berkelanjutan berbasis refleksi dan spiritualitas.
Pemimpin holistik memfasilitasi pertumbuhan seluruh komunitas sekolah—guru, siswa, staf, dan orang tua sebagai satu tubuh yang hidup dalam dialog, saling mendukung, dan bertumbuh bersama.
Model ini juga menolak pendekatan teknokratis atau meritokratis semata, dan justru mendorong pengelolaan sekolah yang memperhatikan dimensi batin, nilai kemanusiaan, dan keberlanjutan jangka panjang.
Dengan demikian, tata kelola dan kepemimpinan holistik menjadi dasar bagi terciptanya sekolah Katolik yang bukan hanya unggul secara akademik, tetapi juga menjadi ruang pertumbuhan iman, karakter, dan solidaritas sosial yang autentik.
Kolaborasi
Pendidikan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari misi Gereja Katolik, sebagaimana ditegaskan dalam berbagai dokumen Gereja dan ajaran para Paus.
Pendidikan dipandang sebagai sarana utama untuk mewujudkan evangelisasi, pembentukan manusia seutuhnya, dan pewartaan nilai-nilai Kerajaan Allah di tengah dunia.
Dalam Gravissimum Educationis (1965), Konsili Vatikan II menegaskan bahwa pendidikan Katolik memiliki tugas mendalam untuk membantu kaum muda mengembangkan kepribadian secara utuh, baik secara spiritual, intelektual, sosial, maupun moral serta menjadikan mereka saksi iman di tengah masyarakat.
Pendidikan Katolik bukan sekadar layanan sosial, melainkan ekspresi nyata dari kasih Gereja kepada generasi muda.
Salah satu pakar yang menekankan pentingnya pendidikan sebagai bagian dari misi Gereja adalah Thomas Groome, seorang teolog pendidikan dan profesor di Boston College.
Dalam bukunya “Will There Be Faith?” Groome menegaskan bahwa pendidikan iman harus menjadi bagian sentral dari seluruh proses pendidikan Katolik, dan bukan sekadar pelengkap.
Ia memperkenalkan pendekatan Shared Christian Praxis, yaitu model pembelajaran yang menggabungkan pengalaman hidup peserta didik dengan refleksi atas tradisi iman Katolik, sehingga pembelajaran menjadi kontekstual, transformatif, dan bermakna.
Bagi Groome, pendidikan Katolik sejati harus membentuk orang muda untuk berpikir kritis, mencintai kebenaran, dan bertindak dengan komitmen pada keadilan dan kasih Kristiani.
Dalam konteks ini, sekolah-sekolah Katolik di berbagai level dari PAUD hingga Perguruan Tinggi berfungsi sebagai perpanjangan tangan Gereja dalam mendidik umat.
Melalui pendidikan, Gereja menjalankan panggilannya untuk memanusiakan, menguduskan, dan memperbarui dunia.
Oleh karena itu, setiap lembaga pendidikan Katolik harus tetap berakar pada spiritualitas Injil dan identitas gerejawi, tanpa tunduk pada arus sekularisasi atau komersialisasi pendidikan.
Misi ini menuntut kolaborasi erat antara para pendidik, orang tua, komunitas gereja, dan pemimpin Gereja, pemerintah pusat dan daerah agar pendidikan sungguh menjadi jalan untuk membentuk peradaban kasih yang adil, damai, dan inklusif bagi semua di Bumi Nusantara.