Oleh: Fransiskus Sardi*
Saat para penggemar Real Madrid asyik merayakan kemenangan pertandingan perdana tahun 2025, melawan Valencia, saya sebagai fans Barcelona harus berkutat dalam isu finansial Barca.
Sebagai tim raksasa Spanyol yang punya sejarah rivalitas klasik, melihat salah satu tim lebih sukses adalah suatu hal yang tak menyenangkan bagi fans.
Tapi mau tak mau, suka tak suka, demikianlah sepak bola, dan hal itu acap kali juga terjadi dalam sejarah petualangan hidup manusia.
Saya memang selalu punya credo bahwa sepak bola bukan hanya sekadar olahraga; ia adalah cermin kehidupan, penuh dengan dinamika, tantangan, dan ironi yang bisa menjadi inspirasi untuk merefleksikan tentang kehidupan.
Merenungkan situasi Barca saat ini, saya teringat dengan metafora ‘kapal di lautan lepas’ ala filsuf Pembunuh Tuhan, Friedrich Nietzsche.Setyo Wibowo, (Gaya Filsafat Nietzsche, 2004; 381) menulis ‘lihatlah, kapal-kapal bebas kita berlayar lagi, berlayar kembali menempuh segala risiko.
Kalimat ini mengingatkan situasi awal tahun 2025 Barcelona yang lagi-lagi menghadapi ombang-ambing badai krisis finansial.
Kisah Dani Olmo dan Pau Victor menjadi contoh nyata dari kesulitan tersebut.
Fabrizio Romano, jurnalis kenamaan sepak bola, per tanggal 04 Januari 2025 mengonfirmasi bahwa nama Olmo sudah dicoret dari daftar pemain Barcelona di La Liga karena kendala Financial Fairplay (FFP).
Sederhannya FFP ialah membatasi pengeluaran klub berdasarkan pendapatan yang dihasilkan. Barcelona telah melampaui batas gaji (salary cap) yang ditetapkan oleh La Liga, sehingga tidak bisa mendaftarkan Olmo dan Pau Victor.
Sebenarnya kasus FFP yang melanda Barca saat ini, sudah terjadi sejak masa kepresidenan Josep Maria Bartomeu pada kurung waktu 2014-2020 yang memberikan kontrak yang sangat tinggi pada hampir semua pemain Barca.
Philippe Couthino dan Ousmane Dembele adalah contoh dua pemain hasil rekrutannya yang dibandrol dengan harga tinggi di masa kepemimpinannya. Hengkangnya Lionel Messi pada 2021 ke PSG juga adalah buah dari lebihnya ambang batas FFP tersebut.
Bagi saya dan juga Cullers lainnya, hal ini adalah realitas pahit yang menunjukkan bahwa kesalahan pengelolaan finansial di masa lalu akan menjadi faktor yang akan mengoyahkan kestabilan di masa depan.
Saya mengenal sejarah Blaugrana yang pernah mengalami masa-masa kejayaanya dengan sumber daya tak terbatas, baik finansial maupun materi pemainnya.
Tapi, kini harus menghadapi kenyataan baru yang jauh lebih menantang. Kendala ini tidak hanya berdampak pada strategi transfer, tetapi juga memengaruhi citra klub di mata dunia.
Bahkan slogan mes que un club saat ini sering diplesetkan sebagai ‘miskiunklub’. Padahal dulunya slogan tersebut menjadi daya tarik Barcelona dan simbol perjuangan Catalan pada rezim Franco.
Memikirkan masa lalu adalah hal yang mustahil untuk diubah, untungnya saat ini di tengah keterbatasan, Barcelona memiliki kekuatan: La Masia.
Akademi ini telah lama menjadi tempat lahirnya talenta-talenta terbaik dunia, dari Lionel Messi hingga saat ini Gavi dan beberapa nama legenda lainnya.
Bagi saya, La Masia bukan hanya simbol kerja keras dan dedikasi, tetapi juga sebuah pengingat bahwa sepak bola sejati dibangun dari akar, bukan hanya dari tumpukan uang, investasi dari dalam yang lebih bermutu.
Saya akui bahwa generasi muda yang dilahirkan di akademi ini membawa harapan dan kebanggaan yang sulit ditandingi.
Dalam situasi seperti ini, mengandalkan pemain muda bukan sekadar pilihan pragmatis, tetapi juga cara untuk mempertahankan identitas klub yang telah dibangun selama bertahun-tahun.
Namun sebagai penggemar Barca, saya juga tahu bahwa membangun tim dengan squad pemain muda bukanlah hal mudah dan instan. Prosesnya membutuhkan waktu, kesabaran, dan komitmen.
Tetapi era sepak bola modern, kini hasil instan sering kali menjadi tuntutan, tantangan ini menjadi semakin berat.
Di atas segalanya, saya tetap kekeh, bahwa sejarah telah membuktikan Barcelona telah berhasil melalui masa-masa sulit sebelumnya dengan mengandalkan filosofi La Masia.
Meski demikian, perjalanan Barcelona tidak mudah, apalagi ketika tim lawan tak diterpa krisis serupa.
Kedatangan Dani Olmo di awal musim 2024/2025 sebenarnya ikhtiar Barca untuk mengatasi puasa gelar musim sebelumnya.
Sayangnya transfer Olmo yang dibandrol dengan harga 55 juta euro, setara 948 miliar, itu bermasalah sejak awal.
Bahkan di awal kepindahnnya dari RB Lepzig, Olmo sempat absen dua pertandingan La Liga karena persoalan financial fairplay juga.
Lalu, apa yang patut jadi pelajaran dari kisah pelik Barcelona?Saya menyadari ini adalah pengingat bahwa dunia sepak bola, seperti halnya kehidupan, tidak selalu adil.
Tapi toh, ketidakadilan ini justru bisa menjadi motivasi untuk bangkit dan mencari solusi kreatif. Segala usaha telah dilaksana manajemen Barcelona.
Dalam situasi seperti ini, kecerdikan manajemen akan menjadi kunci, kemampuan menemukan cara untuk tetap kompetitif tanpa melanggar aturan yang ada menjadi pelajaran yang patut untuk diingat selalu.
Momen saat ini menjadi tantangan besar, tetapi juga peluang untuk menunjukkan bahwa Barcelona tetap menjadi kekuatan yang harus diperhitungkan, walaupun goncangan dan hantaman ombak krisisnya masih terus eksis.
Musim ini akan menjadi ujian besar bagi Barcelona. Blaugrana harus membuktikan bahwa meski kapal mereka terlihat rapuh, tetapi tetap mampu menavigasi samudra kompetisi yang penuh tantangan.
Dengan semangat juang para pemain muda, kecerdikan dan kematangan manajemen, dan dukungan penuh dari para culer, Barcelona memiliki peluang untuk tidak hanya bertahan, tetapi juga kembali berjaya.
Harapan, seperti layar pada kapal, adalah kekuatan yang menjaga perjalanan tetap berjalan.
Di tengah tekanan dan ekspektasi, penggemar Barcelona tetap setia memberikan dukungan mereka, sebuah bukti bahwa hubungan antara klub dan penggemar adalah hal yang tak ternilai.
Barcelona juga harus belajar dari kesalahan masa lalu. Ketergantungan pada pemain bintang yang mahal dan pengeluaran yang tidak terkendali telah membawa mereka pada situasi ini.
Kini saatnya untuk kembali ke prinsip dasar, yakni membangun tim yang solid dan berkelanjutan. La Masia, dengan segala potensinya, bisa menjadi solusi jangka panjang.
Semoga saja, pada akhirnya, Barcelona berhasil menemukan pelabuhan kemenangan yang mereka dambakan. Dalam sepak bola, seperti halnya dalam hidup, perjuangan adalah bagian dari cerita yang membuat kemenangan menjadi lebih berarti.
Di tengah badai, harapan dan kerja keras serta belajar dari kesalahan pengelolaan finansial adalah hal yang akan membawa kapal ini menuju tujuan akhir, kemenangan.
Dan ketika pelabuhan kemenangan itu akhirnya tercapai, semua perjuangan dan catatan pelik perjuangannya akan terasa sepadan. Demikian pun hidup, akan terasa lebih berarti bila ada tantangan dalam setiap proses melakoninya.
Barca adalah kita, dan lautan tantangannya adalah kehidupan yang tak luput dari chaos tanpa akhir, seperti sabda Nietzche, kapal-kapal menempuh segala resiko, Barca dan saya, mungkin anda pun demikian.
*Fransiskus Sardi, akrab disapa Jaji, Penggemar Barcelona kelahiran NTT. Sejak 2016 melanjutkan studi di Kupang dan berpindah ke Jogja tahun 2019, menyelesaikan studi di Universitas Sanata Dharma tahun 2023. Saat ini aktif di komunitas Gusdurian Yogyakarta dan menghabiskan hari-harinya mengajar di salah satu sekolah swasta di Jogja. Bisa sapanya di ig @sardhyf